Kualitas Udara Jakarta Buruk, Greenpeace Desak Pemerintah Kendalikan Industri Sumber Pencemaran

Foto kota Jakarta yang diambil dari ketinggian. Berdasarkan indeks kualitas udara atau air quality index (IQAir), kualitas udara Jakarta berada dalam kondisi tidak sehat sepekan terakhir.(Foto: Parboaboa/Bina Karos)

PARBOABOA, Jakarta - Lembaga pemerhati lingkungan, Greenpeace mendesak Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta membuat kajian terkait inventarisasi emisi  atau emission inventory setiap tahun.

Kajian itu, kata Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace, Bondan Andriyanu, akan dijadikan basis data yang merekam sumber penyumbang polusi udara di Jakarta.

"Kajian emission inventory reguler tiap tahun sebagai acuan keberhasilan menurunkan polusi dengan angka polusinya," ujarnya kepada Parboaboa.

Menurutnya, kajian inventarisasi emisi itu penting untuk disusun setiap tahunnya untuk membantu pemerintah menghitung keberhasilan program perbaikan udara Jakarta.

Apalagi, lanjut Bondan, Dinas Lingkungan Hidup terakhir kali merilis kajian inventarisasi emisi itu di 2019.

"Misal tahun ini dilakukan apa dan berapa hasil kajian emission inventory-nya dari masing-masing sumber pencemar. Tahun depan dilakukan risetnya dan terlihat penurunannya signifikan apa tidak. Melakukan apa saja," jelas Bondan.

"Saat ini hasil emission inventory yang ada terakhir tahun 2019. Sekarang udah 2023. Tapi, enggak ada baseline datanya lagi. Untuk mengukur sejauh apa signifikan berkurangnya," sambungnya.

Selain membuat kajian, Bondan menilai pemerintah harus mengendalikan sumber pencemaran udara di Jakarta.

Menurutnya, ada dua sumber pencemaran udara di Jakarta, yakni bergerak dan tidak bergerak. Sumber bergerak berasal dari kendaraan. Sedangkan tidak bergerak berasal dari industri. Lokasi industri yang berada di wilayah Jakarta antara lain, Kawasan Industri Pulogadung, Kawasan Industri Jakarta Timur, dan Kawasan Berikat Nusantara (KBN).

"Mengendalikan sumber pencemar udara, baik bergerak atau tidak bergerak," jelas Bondan.

Ia melanjutkan, pengendalian sumber pencemar udara tidak bisa dilakukan sendiri oleh Pemprov DKI Jakarta. Mesti melibatkan provinsi penyanggah Ibu Kota, seperti Jawa Barat dan Banten.

"Enggak bisa Jakarta doang yang pasti tapi harus koordinasi dengan Jawa dan Banten. Karena polusi udara lintas batas," pungkas dia.

Kualitas Udara Jakarta Buruk Sepekan Terakhir

Berdasarkan indeks kualitas udara atau air quality index (IQAir), kualitas udara Jakarta berada dalam kondisi tidak sehat sepekan terakhir.

IQAir mencatat, kualitas udara di Jakarta rata-rata di angka 154 AQI US.

Hari ini, Sabtu (3/6/2022), kualitas udara Jakarta didominasi dengan polutan PM 2.5 yang mencapai 8,3 kali. Indeks kualitas udara Jakarta itu didapat dari 22 stasiun pemantau yang tersebar.

Salah seorang warga Rusunawa Marunda, Didi Suwandi mengaku merasakan dampak langsung kualitas udara di Jakarta.

"Ya, di Marunda kalau di DKI termasuk wilayah yang paling tinggi tingkat polusinya," ujar Didi yang juga Ketua Forum Masyarakat Rusunawa Marunda, kepada Parboaboa.

Menurutnya, ada sejumlah sumber pencemaran udara di Marunda, seperti pasir, batu bara dan asap dari cerobong pabrik yang beroperasi.

"Dampak ke warga pastinya ke kesehatan. Menghisap debu batu bara sangat membahayakan. Kita juga beberapa kali mendata warga bahwa ada yang sakit, gatal dan mulai flek (paru-paru)," jelasnya.

Didi khawatir jika terus-menerus kualitas udara Jakarta buruk, akan berdampak pada kesehatan warga di masa depan, terutama anak-anak di Rusunawa Marunda yang sekolah mereka tak jauh dari kawasan industri batu bara.

Didi juga mengakui, warga baru benar-benar merasakan dampak dari debu batu bara di sekitar Pelabuhan Marunda di 2019, meski aktivitas bongkar muat telah dilakukan sejak 2018.

"Mulailah tahun 2020 kita mencari-cari (sumber debu batu bara). Wah ini ternyata ada sumbernya dari pelabuhan," jelasnya.

Pemprov DKI Jalankan Sejumlah Program Kendalikan Pencemaran Udara

Sementara itu, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengaku telah melakukan empat program pengendalian pencemaran udara.

Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI, Asep Kuswanto, program tersebut yaitu pertama, menerapkan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau car free day di sejumlah wilayah Ibu Kota.

Kedua, penerapan pembatasan kendaraan roda 4 bernomor ganjil dan genap di 25 ruas jalan.

Ketiga, kebijakan zona rendah emisi di Kota Tua, Jakarta Barat sejak tahun 2021. Kebijakan itu diberlakukan di Kota Tua karena kawasan ini merupakan objek wisata sejarah Jakarta.

Keempat, uji emisi gratis bagi kendaraan roda empat dan dua yang akan digelar di Ragunan dan sejumlah titik di Jabotabek pada Senin pekan depan.

Tak hanya itu, Pemprov DKI juga memperketat sosialisasi penaatan hukum, disinsentif parkir dan pengenaan denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) bagi kendaraan yang belum melakukan uji emisi.

"Kendaraan bermotor di Jakarta yang berusia di atas 3 tahun diwajibkan setiap tahun melakukan uji emisi," kata

Menurutnya, Polda Metro Jaya bakal menggelar Operasi Patuh uji emisi pada 6 hingga 19 Juni 2023.

Terakhir, Pemprov DKI juga gencar mengkampanyekan penggunaan transportasi publik. Asep mengklaim kebijakan pengendalian pencemaran yang disusun Pemprov telah efektif memperbaiki kualitas udara.

"Kami menyusun kebijakan ini berdasarkan pendekatan saintifik dan evidence based," imbuhnya.

Editor: Kurnia Ismain
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS