PARBOABOA, Jakarta - Kinerja pengeluaran pemerintah pada kuartal II-2025 menunjukkan tren yang belum menggembirakan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya kontraksi sebesar 0,33% secara tahunan pada periode ini, sehingga menjadikannya komponen pengeluaran yang mencatat pertumbuhan negatif.
Dalam laporan yang sama, BPS juga mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,12% secara tahunan (year-on-year/yoy) dan 4,04% dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq).
Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku tercatat sebesar Rp 5.947 triliun, sementara PDB atas dasar harga konstan mencapai Rp 3.396,3 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa angka kontraksi belanja pemerintah yang dirilis BPS berbeda dengan proyeksi Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Sebelumnya, pihaknya memperkirakan belanja pemerintah masih tumbuh tipis di kisaran 0,2%. Namun, realisasi yang dilaporkan BPS justru menunjukkan kinerja negatif, yang disebut Sri Mulyani sebagai imbas dari tingginya basis pengeluaran tahun sebelumnya.
“Kami memperkirakan seharusnya tumbuh sekitar 0,2%, namun data BPS menunjukkan kontraksi 0,33%. Ini berarti kita semua, dari kementerian/lembaga hingga pemerintah daerah, harus bekerja lebih keras untuk mempercepat realisasi belanja,” jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (5/8/2025).
Jika dirinci, belanja pegawai mencapai Rp 134,7 triliun pada kuartal II-2025, naik tipis 1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 133,4 triliun.
Menurut Kemenkeu, angka ini didorong oleh pembayaran tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 untuk ASN, TNI, dan Polri yang dicairkan pada Maret dan Juni.
Di sisi lain, belanja modal menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan. Pada kuartal II-2025, realisasinya mencapai Rp 70,1 triliun, melonjak 30% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp 53,8 triliun.
Namun, belanja barang justru mengalami penurunan cukup tajam. Pada kuartal II-2025, realisasi belanja barang mencapai Rp 85,7 triliun, mengalami kontraksi 9,7% dibandingkan kuartal II-2024 yang sebesar Rp 94,9 triliun.
Pemerintah memperkirakan belanja barang akan mulai pulih sejak Juni 2025.
Untuk belanja sosial, realisasi pada kuartal II-2025 tercatat sebesar Rp 39,1 triliun, naik 20,4% dibandingkan dengan kuartal II tahun lalu yang sebesar Rp 32,5 triliun.
“Dua komponen ini menjadi faktor pendukung dalam perhitungan pertumbuhan kuartal II-2025, baik dalam menjaga daya beli maupun mendukung masyarakat dan investasi melalui belanja modal,” ujar Sri Mulyani.
Sementara itu, realisasi transfer ke daerah dan dana desa tercatat sebesar Rp 193,5 triliun pada kuartal II-2025. Angka ini turun 10,3% dari kuartal II-2024 yang sebesar Rp 215,8 triliun.
Meski belanja pemerintah masih mengalami kontraksi, Sri Mulyani menilai situasinya sudah membaik dibandingkan kuartal I-2025, saat kontraksi belanja mencapai 1,37%.
Ia menjelaskan bahwa pada awal tahun, pemerintah masih dalam proses penyesuaian nomenklatur akibat terbentuknya kabinet baru.
“Jika kita lihat, kontraksi 0,33% secara tahunan ini lebih baik dibandingkan kuartal I-2025, yang waktu itu masih masa penyesuaian pasca pembentukan kabinet baru dan menyebabkan kontraksi hingga 1,37%,” tutup Sri Mulyani.