PARBOABOA, Jakarta - Kejaksaan Agung akhirnya menetapkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi periode 2019–2024, Nadiem Anwar Makarim, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis ChromeOS atau Chromebook yang berlangsung pada 2019 hingga 2022.
Pengumuman penetapan tersangka ini disampaikan langsung oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Nurcahyo Jungkung Madyo, dalam konferensi pers di Gedung Pidsus, Kejagung, Kamis (4/9/2025).
“Penyidik pada hari ini kembali menetapkan satu orang tersangka dengan inisial NAM selaku Mendikbudristek periode 2019–2024,” ujar Nurcahyo.
Arahan di Balik Zoom Meeting
Sebelum penetapan ini, Kejaksaan telah merilis hasil penyelidikan yang mengungkap bahwa Nadiem memberi arahan langsung kepada anak buahnya dalam sebuah rapat tertutup via Zoom Meeting pada 6 Mei 2020.
Dalam pertemuan itu, Nadiem disebut meminta jajarannya untuk mengupayakan pengadaan perangkat Chromebook dari Google sebagai bagian dari program digitalisasi pendidikan.
Namun, fakta yang menjadi sorotan, kajian yang menyatakan bahwa Chromebook lebih unggul dibanding produk berbasis Windows baru terbit pada Juni 2020, sebulan setelah rapat itu berlangsung.
Hal ini memunculkan dugaan bahwa arahan pengadaan sudah muncul jauh sebelum dasar akademis dan teknisnya tersedia.
Sebelum Nadiem ditetapkan, Kejagung lebih dulu menjerat empat orang dalam kasus yang sama. Mereka adalah Jurist Tan (mantan staf khusus Nadiem), Ibrahim Arief (mantan konsultan Kemendikbudristek), Sri Wahyuningsih (Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek periode 2020–2021), dan Mulyatsyah (Direktur SMP Kemendikbudristek periode 2020–2021).
Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka pada 15 Juli 2025. Pada hari yang sama, Nadiem menjalani pemeriksaan intensif selama sembilan jam di Gedung Kejagung, meski kala itu ia masih diperbolehkan pulang.
Grup WhatsApp
Jaksa juga menyingkap fakta lain bahwa Nadiem membentuk grup WhatsApp bernama Mas Menteri Core Team pada Agustus 2019, yakni tiga bulan sebelum dirinya resmi dilantik sebagai Menteri Pendidikan oleh Presiden Joko Widodo.
Grup tersebut, yang dibentuk bersama mantan staf khusus Fiona Handayani, digunakan untuk membahas strategi digitalisasi pendidikan, termasuk proyek pengadaan laptop.
Fiona sendiri telah beberapa kali diperiksa sebagai saksi. Bagi penyidik, keberadaan grup ini menjadi pintu masuk penting untuk menelusuri bagaimana wacana pengadaan Chromebook dirancang sejak awal.
Selain itu, penyidik juga tengah mendalami kemungkinan adanya keterkaitan antara pengadaan Chromebook dengan investasi besar yang dilakukan Google pada perusahaan PT GoTo Gojek Tokopedia pada 2020.
Nadiem diketahui sebagai pendiri Gojek, yang kemudian merger dengan Tokopedia pada 2021.
Penyidik ingin memastikan apakah preferensi pada Chromebook, produk keluaran Google, punya hubungan langsung dengan investasi raksasa teknologi asal Amerika Serikat itu.
Perjalanan Kasus
Nurcahyo menjelaskan bahwa perkara ini berawal pada Februari 2020 ketika Nadiem bertemu dengan pihak Google Indonesia.
Dalam pertemuan tersebut, mereka membahas program Google O-Education yang menawarkan solusi digital berbasis ChromeOS dan Chrome Device Management (CDM) untuk dunia pendidikan.
Setelah beberapa kali pertemuan, Nadiem diduga menyepakati proyek pengadaan perangkat TIK berbasis Chromebook.
Untuk mempercepat prosesnya, ia menggelar rapat tertutup pada 6 Mei 2020 bersama pejabat internal dan staf khusus.
Dalam rapat itu, para peserta bahkan diwajibkan menggunakan handset khusus agar pembicaraan tidak bocor keluar.
Padahal, surat penawaran serupa dari Google pada 2019 sempat diterima oleh Menteri Pendidikan sebelumnya, Muhadjir Effendy.
Namun Muhadjir tidak menindaklanjuti karena uji coba Chromebook saat itu gagal, terutama di sekolah-sekolah wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
Meski demikian, arahan Nadiem tetap dijalankan. Dua pejabatnya, yakni Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah, kemudian menyusun petunjuk teknis (juknis) dan petunjuk pelaksanaan (juklak) yang mengunci spesifikasi hanya untuk perangkat berbasis ChromeOS.
Tim teknis lalu menyusun kajian teknis yang turut menguatkan pilihan tersebut.
Langkah ini berpuncak pada terbitnya Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 yang mengatur penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pengadaan perangkat pendidikan.
Dalam lampiran aturan itu, spesifikasi perangkat disebutkan secara tegas: berbasis ChromeOS. Akibatnya, proyek pengadaan ini diduga merugikan negara hingga Rp1,98 triliun.