PARBOABOA, Jakarta - Pemerintah resmi melarang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) baru. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden NO. 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
"Indonesia tidak akan membangun PLTU baru," ucap Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana dalam sosialisasi Pepres No. 112 Tahun 2022, dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (7/10).
Deden mengatakan bahwa aturan tersebut menjadi tanda era pembangunan pembangkit listrik rendah emisi dan ramah lingkungan sekaligus pelarangan pembangunan PLTU baru. Namun begitu, aturan itu tidak akan mengganggu pembangkit-pembangkit yang telah berjalan.
"Dengan teknologi yang kita pahami saat ini, PLTU yang menggunakan batubara merupakan pembangkit listrik yang menghasilkan emisi, maka kita stop untuk pembangunan pembangkit baru, namun perekonomian tidak boleh terganggu dengan upaya-upaya ini," ujar Dadan
Dadan pun menilai, pembangunan pembangkit saat ini dan masa mendatang akan mengarah ke green industry, yang secara ekonomi akan menjadi lebih baik atau dalam jangka mikronya tidak akan mengurangi apa yang sedang diperlukan sekarang.
"Tidak perlu khawatir kita kekurangan listrik sesuai dengan kebutuhan sekarang," kata Dadan.
Di samping itu, Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan (EBT), Andriah Feby Misna merinci peta jalan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU yang diklaim bakal habis total pada 2050.
Ia menjelaskan bahwa dalam Pepres No.112 Tahun 2022 memang melarang pembangunan PLTU, kecuali PLTU yang telah masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021 sampai 2030.
Selain itu, ia mengatakan ada beberapa syarat yang masih memperbolehkan pembangunan PLTU. Pertama, PLTU yang terintegrasi dengan industri yang berkontribusi pada sumberdaya alam dan proyek strategis nasional.
Kedua, PLTU yang berkomitmen mengurangi gas rumahkaca (GRK) minimal 35 persen dalam waktu 10 tahun sejak beroperasi, baik melalui pengembangan teknologi, carbon offset, dan bauran EBT. Terakhir, PLTU yang dibangun hanya bisa beroperasi sampai 2050.
"Dalam modelling kita, PLTU-PLTU yang ada saat ini akan berakhir secara natural atau nanti ada yang early retirement, sehingga diharapkan pada 2056 adalah masa di mana PLTU berakhir beroperasi," jelas Andriah.
"Jadi, PLTU yang diinisiasi setelah Perpres ini, diharapkan hanya beroperasi sampai 2050," tambahnya.
Terakhir, Andriah menegaskan bahwa meski aturan baru tersebut telah resmi diundangkan pada 13 September 2022, masih ada beberapa regulasi turunan yang wajib dibuat.
"Kalau yang menjadi kewenangan Kementerian ESDM kami perlu menyiapkan 7 regulasi turunan. Terdiri dari 4 Peraturan Menteri (Permen) dan 3 Keputusan Menteri (Kepmen)," sebutnya.