Potret Buram Perawat Lansia di Jabodetabek

Seorang perawat lansia sedang mendorong kursi roda bersama pasiennya di daerah Kedoya, Jakarta Barat (Foto: PARBOABOA/Defri)

PARBOABOA, Jakarta - Keputusan Betty (28) keluar dari tanah “Nuca Lale”, sebutan khas untuk daerah Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), semula tak pernah terlintas dalam pikiran.

Sejak ditinggalkan suaminya pada 2022 lalu, wanita berstatus single mother itu tak bisa berbuat banyak.

Di kampung, ia hanya menggarap kebun milik keluarga yang ditanami kopi. Hasilnya, tak cukup untuk memenuhi kebutuhan harian. Saat itulah Betty bertemu tetangga kampung yang baru pulang merantau.

“Dia ajak saya ke Jakarta. Katanya ada pekerjaan di sana," ungkapnya mengisahkan awal perjalanan sebagai perawat lansia, Senin (03/02/2024). Ia berpikir, makin lama di kampung akan semakin susah.

Akhirnya, Betty membuka lembaran hidup baru di Kota Metropolitan. Berbekal sekoper pakaian dan niat menopang kehidupan keluarga, ia tiba di Tanjung Priok, Jakarta Utara.

"Saya dijemput seorang sahabat di pelabuhan.” Betty sempat menginap beberapa malam di rumah kos sang sahabat. Hari keempat, ia minta diantar ke tempat yang akan mempekerjakannya.

Tempat yang dimaksud adalah sebuah yayasan home care yang menyediakan jasa perawatan lansia dan baby sitter. Lokasinya di Jakarta Barat.

Istilah home care semula merupakan model pelayanan kesehatan yang dirancang sesuai kebutuhan pasien, individu, dan keluarga. Pendiriannya merujuk Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Praktik Keperawatan. 

Tujuannya meningkatkan, memelihara, dan memulihkan kesehatan, atau meningkatkan kemandirian, meminimalkan akibat dari ketidakmampuan dan penyakit terminal. 

Belakangan, layanan home care berkembang pesat sebagai bagian dari ekonomi perawatan (care economy).

Ekonomi perawatan sendiri merupakan salah satu kesepakatan yang dihasilkan dalam forum G20 di Bali, 2020 lalu. Di bawah Presidensi Indonesia, ekonomi perawatan menjadi prioritas utama dalam pengembangan ekonomi sosial dan pembangunan nasional. 

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO) telah meluncurkan dokumen peta jalan (roadmap) Ekonomi Perawatan 2025-2045, sebagai komitmen memajukan peran perempuan dan melindungi hak-hak anak di ranah ekonomi.

“Melalui peta jalan ini, kami berharap dapat menciptakan lingkungan kerja yang mendukung, memberdayakan, dan melindungi perempuan dan anak-anak, sehingga mereka dapat meraih potensi yang penuh dalam ekonomi yang berkembang pesat,” ujar Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, saat peluncuran.

Masalahnya, pekerja perawatan di Indonesia seringkali tak mendapatkan hak-haknya, terutama perlindungan.

Betty misalnya, yang akhirnya diterima sebagai perawat lansia. Ia bertugas menjaga seorang kakek yang tinggal bersama anaknya di sebuah kompleks perumahan di Jakarta Barat.

"Awalnya baik-baik saja. Saya mengerjakan semua tugas seperti menyuapi pasien makan dan mengganti pakaiannya. Pokoknya saya siap 24 jam kalau ada kerjaan yang harus saya lakukan."

Namun, sebulan berselang, ibu satu anak ini mulai merasakan sederet kejanggalan. Pasien yang berusia sekira 68 tahun itu kerap menyuruhnya mengenakan pakaian seksi. Terkadang si kakek ingin dipijit, bahkan meminta ditemani tidur di ranjang. ”Kok jadi begini?"

Suatu sore, seusai mandi, Betty kaget karena si kakek ada di depan kamar mandi. Secara tiba-tiba, ia memegang tangan Betty.

"Dia bilang, badanmu bagus, saya suka sekali.” Betty berusaha menepis sembari berkata, “Opa jangan begitu. Tidak baik.”

Merasa tak tahan, Betty mencoba berbagi cerita kepada seorang asisten rumah tangga di rumah itu. Namun, tak ada solusi. Si Mbak hanya menyarankan Betty bersabar.

Akhirnya, Betty menghubungi teman sekampung dan menceritakan situasi yang dialami. Bersimpati, tapi sang kawan tidak bisa beri jalan keluar. Dia mengembalikan keputusan kepada Betty, antara mau lanjut bekerja atau keluar.

Dengan segala keberanian, ia lantas mengajukan pengunduran diri kepada majikan. Ia menghubungi nomor kontak yayasan, tetapi mereka memintanya untuk bersabar sambil menunggu pengganti.

Betty mencoba jalan lain. Ia menghubungi yayasan home care yang membawanya bekerja sebagai perawat lansia di tempat tersebut.

Ia berharap yayasan akan bertindak tegas. Namun ternyata, setali tiga uang, yayasan hanya memintanya bersabar. "Mau bersabar sampai kapan? Ini sudah kejadian kesekian kali," ujar Betty kesal.

Persoalan Home Care

Bukan hanya Betty yang kecewa dengan sikap yayasan home care, yang tak peduli dengan hak-hak pekerja.

Kristina (29), juga perawat lansia asal NTT, mengalami nasib serupa. Ia mengaku kecewa dengan sebuah yayasan home care berinisial KR di Bekasi, yang lepas tangan saat ada persoalan. 

Saat itu, Kristina yang bekerja sebagai perawat seorang Oma di Pondok Gede, Bekasi, dituduh mencuri barang.

“Saya melapor ke yayasan, tapi mereka bersikap pasif," ungkapnya kepada PARBOABOA, Senin (27/01/2025).

Persoalan lain, lanjut Kristina, yayasan tidak adil dalam memperlakukan perawat. Misalnya, soal pemotongan iuran bulanan.

Sebelum bekerja di Bekasi, dirinya pernah bergabung dengan yayasan home care di Koja, Tanjung Priok. Di sana, gajinya selalu dipotong setiap bulan. Sehingga, “terkesan saya juga bekerja untuk mereka.”

Besaran iuran bervariasi. Biasanya, Kristina dipotong Rp 600 ribu per bulan. Artinya, dengan gaji Rp 3,5 juta, ia hanya menerima total Rp 2,9 juta dalam sebulan.

Padahal, katanya, bekerja merawat lansia itu tidak gampang, nyaris 24 jam non stop. “Kalau dipotong yayasan terus, saya rugi. Saya yang kerja tapi mereka yang dapat uang," katanya dengan nada kecewa.  

Bahkan, ada yayasan yang menerapkan aturan, jika perawat tidak menyelesaikan tugas sedikitnya selama enam bulan, maka harus membayar ganti rugi sebesar Rp 2 juta.

Ada pula keluhan dari para pekerja yang uangnya dipegang yayasan. Mereka kesulitan meminta uang sisa. Bahkan terkesan, “seperti mengemis kembali."

PARBOABOA meminta konfirmasi ke beberapa yayasan home care di Jakarta Barat mengenai ketentuan kerja. Hasilnya, keluhan Kristina terbukti.

Sebuah LPK berinisial CM yang berlokasi di Srengseng, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat, misalnya mewajibkan pekerja membayar iuran bulanan ke yayasan.

"Kalau suster pertama kali ikut kami, ada pemotongan gaji," ujar Dewi, admin CM kepada PARBOABOA, Selasa (04/02/2025). Sesuai ketentuan tertulis, sebagian upah pekerja ditransfer ke yayasan.

LPK-Srengseng-Jakbar

Tampak depan LPK berinisial CM yang berlokasi di Srengseng, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat (Foto: PARBOABOA/Defri)
 

Dewi mencontohkan, jika perawat menerima gaji Rp 3 juta, maka ia mesti menyetor ke yayasan Rp 2,5 juta. Pembayaran bisa dicicil selama dua bulan kerja.

"Itu berlaku bulan pertama dan kedua, bagi anggota baru,” jelas Dewi.

Pemotongan gaji untuk iuran tersebut tak sejalan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2024 tentang Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri.  

Pasal 38 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan menyebutkan, pelaksana penempatan tenaga kerja berupa instansi pemerintah dilarang memungut biaya penempatan, baik langsung maupun tidak langsung, sebagian atau keseluruhan kepada tenaga kerja dan pengguna tenaga kerja."

Selain pemotongan gaji, CM juga mengatur masalah kesehatan perawat yang menjadi tanggung jawab penuh majikan.

Beragam aturan itu menjadi beban tersendiri bagi para perawat lansia. Beban kerja yang berat, ditambah tarikan iuran, membuat mimpi memperbaiki perekonomian keluarga seperti tak bisa tercapai.

Karena itu, kini, Betty dan Kristina memilih mencari sendiri majikan yang membutuhkan tenaga perawat lansia. Keduanya tak lagi mengandalkan jasa yayasan. Bagi keduanya, mencari sendiri "lebih menguntungkan daripada menggunakan perantara yayasan.”

Sebab, kata Kristina, kalau lewat yayasan harus mengikuti kontrak. Bila kontrak tidak dipenuhi, pekerja harus membayar ganti rugi. Berbeda, “kalau mencari sendiri, tidak ada ikatan kontrak.”

Regulasi yang Lemah  

Ketua Asosiasi Senior Living Indonesia (ASLI), Trisno Muldani, tak menampik ada serderet persoalan yang kerap dialami para perawat lansia, mulai dari kekerasan hingga pelecehan.

Trisno-ASLI-Jakarta

Trsino Muldani, Ketua ASLI saat memberikan materi pelatihan di tentang Ekonomi Perawatan dari Perspektif Media (Foto: PARBOABOA/Defri)

Soal pelecehan, Trisno bilang, publik perlu melihatnya dari dua sisi, yakni sisi pemberi kerja (caregiver) dan sisi konsumen (customer). Keduanya perlu mendapat edukasi yang berkesinambungan. 

"Kalau perawat pernah ikut pelatihan dan on job training, dia tentu tahu hak-haknya. Karena selama pelatihan, ada unit kompetensinya, termasuk proses penanganan kekerasan," ujarnya pada Sabtu (11/01/2025).

Menurut Trisno, perawat lansia rentan terkena musibah karena lansia yang dirawatnya mengalami penurunan kesadaran. Imbasnya, mereka berisiko mendapat kekerasan, seperti dipukul dan dilecehkan.

"Kalau si caregiver-nya terlatih, dia tahu kontingensinya seperti apa. Beda dengan caregiver yang tidak terlatih," tambahnya. 

Trisno mendorong masyarakat, terutama perempuan yang hendak bekerja sebagai perawat lansia untuk memilih yayasan tersertifikasi dan berbadan hukum resmi. 

Ia memastikan ASLI memiliki regulasi yang jelas tentang hak dan kewajiban perawat. ASLI juga punya tim advokasi untuk mendampingi para perawat yang mengalami persoalan.

Masyarakat, katanya, perlu mendapat edukasi untuk mengetahui hal-hal tersebut. Setidaknya, sebelum bekerja, mereka harus mendapat pelatihan mumpuni yang menunjang pekerjaannya nanti.

Kepala Seksi Pelatihan, Penempatan, Produktivitas dan Transmigrasi (P3T) Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Jakarta Barat, Septian Tharir, mengatakan akan terus bekerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan untuk membina yayasan home care

Septian-Tharir-Disnaker

Kepala Seksi P3T, Septian Tharir saat ditemui di Kantor Disnaker Jakarta Barat (Foto: PARBOABOA/Defri)

Sejauh ini, ada dua bentuk badan yang dikenal, yakni yayasan dan Lembaga Penempatan Pekerja Rumah Tangga (LPPRT).  Masalahnya, kata dia, wewenang Disnaker terbatas dalam mengurus masalah tenaga kerja. 

"Hal itu membuat kami sulit bertindak lebih. Disnaker memang bertugas mengawasi, tapi itu terbatas pada korporasi atau lembaga berbadan hukum saja," katanya saat ditemui PARBOABOA, Rabu (12/02/2024).

Kewenangan Disnaker hanya membina yayasan yang punya izin resmi. Sedangkan penindakan terhadap yayasan yang belum berizin berurusan dengan Kemnaker.

Sejauh ini, Kemnaker disebut telah melakukan sejumlah langkah untuk menindak yayasan penyalur tenaga kerja rumah tangga. 

Misalnya, penindakan terhadap Yayasan PT Val Konsultan Indonesia yang belum mengantongi izin usaha jasa aktivitas Penempatan Pekerja Rumah Tangga (KBLI 78103).

Meski demikian, penindakan tersebut belum intensif karena maraknya yayasan ilegal yang beroperasi. Imbasnya, kekerasan terhadap perempuan pekerja rumah tangga, berdasarkan catatan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, meningkat menjadi 2.000 kasus dalam lima tahun terakhir.

Septian mengaku sering menerima aduan tentang persoalan yang dialami perawat lansia. Misalnya, kasus pelecehan oleh yayasan, dan pemotongan gaji perawat.

"Kalau pelecehan, kami laporkan ke polisi. Kewenangan Disnaker hanya memastikan pekerja ditempatkan sesuai pekerjaannya dan tidak diminta biaya dari yayasan sesuai norma ketenagakerjaan."  

Septian menjelaskan norma ketenagakerjaan mencakup beberapa aturan seperti penempatan yang tidak diminta biaya, dan pemberian hak dan janji kepada pekerja seperti yang disepakati di awal. 

“Kendalanya, ketika sampai ke individu pemberi kerja, kami tidak bisa masuk. Tapi kalau ke yayasan, kami sering menindak. Dan itu sering kita buat di sini," ungkapnya. 

Kewenangan Disnaker yang sempit disebut sebagai penyebab utama yang menyulitkan pengambilan tindakan tegas terhadap yayasan-yayasan ilegal. 

"Tugas kami terbatas pada pelatihan," kata Septian. Tujuannya adalah mengurangi tindakan yang tidak diinginkan. Selain itu, supaya perawat mendapat sertifikat Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan dinilai berkompeten.

Apa yang Harus Dilakukan?

Berbagai persoalan yang dialami perawat lansia menimbulkan pertanyaan tentang peran pemerintah dalam menciptakan iklim kerja yang kondusif bagi kerja perawatan.

ILO dalam sebuah risalah yang terbit pada Oktober 2022, menyebut bahwa kerja perawatan berperan penting dalam mendukung Akselerator Global PBB. 

Tujuannya adalah perlindungan sosial guna mencapai transisi yang adil, aliansi global untuk perawatan, serta berbagai inisiatif nasional dan internasional lain.

Investasi kerja perawatan juga memperkuat platform program yang bertujuan meningkatkan dan memperluas kebijakan serta layanan perawatan secara berkelanjutan.

Project Officer of Care Economy ILO Indonesia, Early Dewi Nuriana menerangkan pentingnya kerja perawatan dalam tata kelola pembangunan masyarakat dan upaya mencapai inklusivitas.

“Penerapan kebijakan perawatan yang komprehensif dapat mengurangi kesenjangan gender dalam partisipasi tenaga kerja dan membuka peluang lebih luas bagi perempuan di dunia kerja," ungkap Early dalam workshop "Ekonomi Perawatan dari Perspektif Media" di Menteng, Jakarta Pusat, Senin (11/01/2024).

Kerja perawatan, khususnya perawat lansia dinilai penting karena Indonesia tengah menghadapi fenomena aging population, di mana jumlah penduduk usia lanjut lebih dari 10 persen dan akan terus bertambah. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat populasi penduduk lansia di Indonesia pada 2010 sebanyak 7,6 persen, dan naik drastis pada 2023 menjadi 11,75 persen. 

Grafik-Penduduk-Lansia

Grafik peningkatan penduduk lanjut usia di Indonesia selama tahun 2020-2023 (Foto: Dokumentasi BPS)

Pada 2024, diperkirakan 12 persen penduduk Indonesia tergolong lansia, dengan rasio ketergantungan mencapai 17,08. 

“Dengan persentase itu, perawat lansia punya peluang berkontribusi dalam pembangunan nasional dan menciptakan kondisi kerja yang inklusif,” Early menambahkan. Untuk mengakomodasi kerja perawat lansia, diperlukan regulasi yang jelas. 

Senada, Septian menilai pengesahan aturan hukum yang spesifik penting untuk menjamin keamanan dan kenyamanan pekerja perempuan.

Ia berharap, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) bisa segera disahkan supaya ada dasar yang kuat untuk melindungi pekerja, memastikan kewajiban pemberi kerja.

Pengesahan RUU PPRT akan menjadi jalan bagi para pekerja untuk memperoleh hak berupa jaminan kesehatan nasional, seperti BPJS atau BPJS Ketenagakerjaan. 

Staf Advokasi Jaringan Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), Jumisih, menilai ketiadaan UU PPRT menjadi penyebab maraknya kasus yang menimpa perawat lansia. Selama belum ada hukum yang mendahului, maka ketidakadilan berpotensi muncul.

JALA-PRT-Audensi

Sebagian anggota JALA PRT saat sedang beraudensi dengan DPR RI (Foto: Dokumentasi JALA)

“Pelecehan yang dialami perawat lansia disebabkan karena ketiadaan UU PPRT ini," katanya kepada PARBOABOA, Rabu (12/02/2025). 

Jumisih menyebut draf UU PPRT memuat sejumlah mekanisme yang mengatur perlindungan terhadap PRT seperti perawat lansia dan baby sitter

Pasal 7 misalnya, secara spesifik menyebut klasifikasi pekerjaan PRT, termasuk perawat lansia yang patut mendapat perhatian negara.

“Jika ada dasar hukumnya, maka kita punya perlindungan hukum yang kuat untuk melindungi para pekerja,” pungkasnya.

 

Penulis: Defri Ngo
Mentor: 
Retno Sulistyowati (Jurnalis TEMPO)

Liputan ini mendapat dukungan hibah (fellowship) dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta yang bekerja sama dengan International Labour Organization (ILO) untuk liputan bertema "Ekonomi Perawatan dari Perspektif Media."

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS