PARBOABOA, Pematangsiantar - Sosok di balik pembantaian massal di Kota Bucha, Ukraina, akhirnya terungkap. Dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mendesak diadakannya pengadilan bagi penjahat perang.
Dilansir Daily Mail, Rabu (6/4/2022), Letnan Kolonel Azatbek Omurbekov disebut sebagai dalang dan wajib bertanggungjawab atas genosida yang terjadi di Bucha.
Omurbekov merupkaan komandan Brigade Motor Bersenjata ke-64 yang ikut menduduki Bucha, kota yang terletak di pinggiran ibu kota Kyiv. Kota itu diduduki pasukan Rusia sebelum akhirnya mundur pada pekan lalu.
Sebelumnya beredar gambar-gambar yang menunjukkan ratusan mayat bergelimpangan di kota itu dan membuat banyak pihak terhenyak.
Tuduhan pembantaian massal yang dilakukan pasukan Rusia pun semakin kuat. Negara-negara Barat langsung mengambil tindakan dengan mengusir para diplomat Rusia dari negara mereka serta mengajukan sanksi lanjutan, seperti melarang pembelian batubara dari Negeri Beruang Merah tersebut.
Koresponden ABC News, James Longman, yang mewawancarai seorang pria setempat bernama Mykola, menggambarkan jika pasukan militer Rusia membunuhi semua laki-laki yang berusia di bawah 50 tahun.
Militer Rusia juga disebut "memberikan Mykola waktu 20 menit untuk menguburkan jenazah teman-temannya".
Melalui unggahan di Twitter, Longman menulis, "Tentara Rusia meminta dokumentasi ketika mereka berada di sana. Jika Anda dinilai sebagai ancaman, maka Anda mati. Seluruh kota ini merupakan lokasi kejahatan."
Menanggapi hal ini, Kremlin langsung mengeluarkan bantahan atas tuduhan genosida itu. Mereka mengeklaim bahwa foto-foto pembantaian itu sebagai "pemalsuan besar-besaran" yang dilakukan Ukraina.
Letkol Omurbekov, yang diperkirakan berusia 40-an, kini menjadi tersangka sebagai dalang pemerkosaan, perampokan, serta pembunuhan terhadap ratusan orang di Bucha.
Pada 2014 ia pernah menerima medali dari Deputi Departemen Pertahanan Rusia Dmitry Bulgakov atas jasa-jasanya.
Di bawah hukum internasional, seorang komandan militer bertanggungjawab atas segala kejahatan yang dilakukan oleh pasukannya.
Pengadilan Hukum Internasional (ICJ) meregulasi pertikaian antarnegara, tetapi tidak dapat menuntut secara perorangan.
Jika ICJ tidak diikutsertakan melawan Rusia, maka Dewan Keamanan PBB (DK PBB) bertanggungjawab akan hal itu. Namun demikian, Rusia bisa saja memveto pengajuan sanksi, karena Rusia merupakan satu dari 5 anggota tetap DK PBB.
Dan jika penyidik dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) menemukan bukti adanya pembantaian yang dilakukan oleh pasukan pimpinan Omurbekov, maka jaksa penuntut akan meminta para hakim di ICC untuk mengeluarkan surat penangkapan untuk membawa para tertuduh diadili di Den Haag, Belanda.
Namun demikian, berhubung ICC tidak memiliki polisi sendiri, maka mereka hanya mengandalkan pernyataan untuk menangkap pada tertuduh.
Dan karena Rusia bukan anggota ICC, maka Presiden Vladimir Putin tidak akan mengesktradisi para tertuduh. Akan tetapi, mereka yang diduga melakukan kejahatan perang dapat ditangkap jika melakukan perjalanan ke luar negeri.
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengejutkan sidang DK PBB dengan gambar-gambar pembantaian yangyan menurutnya dilakukan oleh Rusia.
Ia membandingkan militer Rusia dengan kelompok teroris ISIS dan menuntut agar Putin dihukum atas kekejaman yang dilakukannya di Bucha, Irpin, Mariupol, serta kota-kota lainnya.
Dalam pidato melalui video dan penerjemah yang berlangsung Selasa (5/4/2022) itu Zelensky mengatakan, di kota Bucha pasukan Rusia menembaki orang di jalan, di rumah mereka, dilempar ke sumur dan digilas dengan tank-tank di jalan "untuk kesenangan" tentara Rusia.
Ia juga menunjukkan video berdurasi sekitar satu menit yang menunjukkan mayat warga Ukraina, sebagian terbakar dan badan-badan yang tidak utuh.
Video diputar beberapa menit setelah Zelensky berbicara kepada dewan yang beranggotakan 15 orang itu melalui tautan video.
Dame Barbara Woodward, perwakilan Inggris yang saat ini menjabat sebagai presiden DK PBB, menyebut video itu "mengerikan".