PARBOABOA, Jakarta - Masyarakat Kecamatan Bungku Barat, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah menjadi korban kriminalisasi industri pertambangan nikel di daerah itu.
Pada 20 Juni lalu, sebanyak 5 orang warga di sana, yaitu warga Desa Tondo dan Desa Topogaro dilaporkan ke Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) oleh PT Indonesia Huabao Industrial Park (IHIP).
Pengkampanye WALHI Sulteng, Yusman mengatakan sebelum dilapor hingga dipanggil polisi, kelima warga tersebut telah disomasi oleh PT IHIP, tepatnya pada tanggal 11 Juni.
"Jadi sebenarnya kriminalisasi yang ada di Kecamatan Bungku Barat yang dilakukan oleh PT IHIP, sebelum ada panggilan polisi teman-teman itu disomasi oleh PT IHIP," kata Yusman dalam Diskusi dan Konferensi Pers menyikapi praktek kriminalisasi terhadap warga Bungku Barat di Kantor Eksekutif Nasional WALHI, Mampang, Jakarta Selatan, Jumat (28/62024).
Adapun warga yang dipanggil polisi, yaitu Rahman Ladanu, Wahid/Imran, Hamdan, Safaat dan Sadam. Kelimanya dipolisikan atas aksi yang mereka lakukan yaitu memblokade Jalan Tani di Desa Topogaro dan di Dusun Folili.
Aksi ini sebenarnya bukan tanpa alasan. Melainkan untuk menghentikan aktivitas pertambangan yang menurut WALHI dan masyarakat telah menciptakan kriminalisasi terhadap warga.
Blokade ini juga dipicu oleh pernyataan sepihak Legal Eksternal PT IHIP atas nama Riski, yang menyatakan Jalan Tani yang digunakan sebagai jalan holing adalah milik PT IHIP.
Berdasarkan penuturan Riski, IHIP mendapatkan hak atas jalan tersebut berdasarkan MOU dengan bupati Morowali. Syaratnya PT IHIP harus mengerjakan perluasan bandara.
Namun menurut warga, MOU itu bersifat sepihak karena tanpa sepengetahuan masyarakat dan tidak pernah disosialisasikan. Secara tiba-tiba saja Jalan Tani menjadi jalan holing.
Hal ini membuat akses masyarakat ke kebun terganggu akibat aktivitas alat berat yang lalu lalang setiap harinya. Padahal sebelum ada perusahaan nikel, Jalan Tani masih berupa jalan setapak menuju ke Gua Topogaro (situs budaya) dan kebun kopi, kakao, dan sawah milik warga.
Tak hanya kriminalisasi kata Yusman, perusahaan-perusahaan nikel yang beroperasi di Morowali rentan melakukan perampasan tanah dengan berbagai modus.
"Kalau di IHIP ini prakteknya salah gusur, yang dulu lahan 14 hektar masyarakat itu dirampas dengan cara salah gusur," pungkas Yusman.
Bahkan lahan-lahan yang digusur ini merupakan lahan produktif termasuk sawah. Dalam kondisi seperti ini, ketika masyarakat marah PT PHPI langsung menawarkan negosiasi.
WALHI mengatakan, dugaan upaya perampasan tanah dilakukan oleh PT IHIP dengan sangat terselubung, yaitu melalui MOU tukar asset sepihak yang dilakukan oleh PEMDA Morowali dan PT BTIIG/IHIP.
Menurut WALHI kebijakan ini sangat pro investasi - dan dari aspek agraria sangat lemah karena tidak memberi kepastian atas hak dan perlindungan tanah masyarakat.
Bahkan pemerintah tidak ubahnya seperti panitia pelaksana bagi kepentingan investasi, sementara masyarakat menjadi korban.
WALHI menegaskan, kebijakan ini telah menyebabkan masyarakat kehilangan pekerjaan dan kerusakan lingkungan.
"Masyarakat selalu menjadi subjek yang paling dirugikan dari hadirnya pertambangan dan industri nikel di Morowali dan Morowali Utara, baik itu kehilangan mata pencahariannya maupun merasakan dampak kerusakan lingkungan."
Selain itu, WALHI menyampaikan PT IHIP diduga tidak memiliki Izin Usaha Kawasan Industri (IUKI) serta izin lingkungan (Amdalalin).
Berdasarkan sejumlah ketidakberesan tersebut di atas, WALHI bersama warga Bungku Barat menuntut:
- Batalkan MOU tukar guling aset jalan tani di Desa Topogaro dan Ambunu
- Hentikan upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh PT IHIP dan Polda Sulteng kepada 4 warga Topogaro dan Tondo
- Mendesak kementerian terkait untuk melakukan evaluasi dan moratorium PT IHIP atas pembangunan industri nikel yang tidak memiliki izin kawasan dan lingkungan
- Periksa PJ Bupati Morowali yang diduga melanggar Peraturan Mendagri nomor 4 tahun 2023 pasal 14 ayat 2 huruf d.
- Mendesak DPRD Morowali untuk mengambil tindakan atas klaim sepihak jalan tani oleh PT IHIP lewat MOU.
- Hentikan praktek perampasan tanah terselubung yang diduga dilakukan oleh PT IHIP serta meminta kepada pemerintah terkait untuk melakukan pengawasan.
PT IHIP Park Investment Grup Co., Ltd adalah Perusahaan Indonesia dengan latar belakang modal Tiongkok. Komposisi sahamnya terdiri dari Zhensi Indonesia Industrial Park 51%, Beijing Shengyue Oriental Invesment Co., Ltd 10,28%, PT Kejayaan Emas Persada 27,45%, dan PT Himalaya Global Investment 11,27%.
Dengan nilai investasi sebesar 14 triliun rupiah, IHIP membangun kawasan industri di Kecamatan Bungku Barat Morowali Sulawesi Tengah untuk produksi blok besi nikel dan nikel hidroksida, yang merupakan bahan baku penting untuk stainless steel.
Nikel hidroksida juga sangat diperlukan untuk produksi baterai energi baru kelas atas.
Sementara itu, 20.000 Ha rencana lahan diperlukan untuk membangun kawasan industri yang terletak di Desa Wata, Tondo, Ambunu, Topogaro, Upanga, Larebonu dan Wosu.
Pembangunan kawasan ini sebagai bagian dari zona percontohan kerja sama internasional berkualitas tinggi diklaim di bawah “One Belt, One Road Inisiative”.
PT IHIP bersama Bahosua Taman Industri Invesment Grup (BTIIG), membagun kawasan Industri dengan skema dua tahap yaitu tahap satu seluas 1200 Ha di Desa Ambunu, Topogaro, dan Tondo serta tahap dua seluas 18800 Ha lahan yang rencana akan dibebaskan.