PARBOABOA, Jakarta - Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap media sosial terus menguat dalam beberapa tahun terakhir.
Laporan Top Digital and Social Media Trends in Indonesia (2026) yang dirilis We Are Social menunjukkan penggunaan platform digital kini telah menjadi bagian dari ritme kehidupan sehari-hari, mulai dari berkomunikasi, mencari informasi, hingga menikmati hiburan visual.
Salah satu temuan yang paling menonjol adalah durasi penggunaan media sosial yang mencapai 21 jam 50 menit setiap minggu, termasuk waktu untuk menonton video daring.
Jika dirata-ratakan, lebih dari tiga jam per hari dihabiskan masyarakat untuk berselancar di berbagai platform digital. Angka ini menempatkan Indonesia di atas rata-rata global yang hanya 18 jam 36 menit per minggu.
Tidak hanya itu, interaksi digital masyarakat terjadi di sekitar 7,7 platform berbeda setiap bulan, sehingga mengindikasikan bahwa ekosistem media sosial Indonesia semakin terfragmentasi namun tetap memikat dengan tingkat keterlibatan pengguna yang sangat tinggi.
Pertumbuhan identitas pengguna media sosial juga mencolok, dengan peningkatan 26% dalam satu tahun, mencapai 180 juta pengguna atau sekitar 62,9% dari populasi.
Di tengah beragamnya aplikasi yang tersedia, WhatsApp masih menjadi ruang komunikasi paling vital. Laporan tersebut menunjukkan bahwa sembilan dari sepuluh pengguna internet di Indonesia aktif menggunakan WhatsApp setiap bulan.
Untuk aktivitas harian, WhatsApp bersaing ketat dengan TikTok; rata-rata pengguna menghabiskan 1 jam 52 menit per hari di WhatsApp, sedangkan TikTok sedikit lebih tinggi dengan 1 jam 53 menit per hari.
Sementara itu, YouTube menempati posisi teratas dalam durasi sesi rata-rata, dengan interaksi yang berlangsung sekitar 16 menit 49 detik setiap kali pengguna membuka aplikasi. Di belakangnya, SnackVideo mencatat durasi rata-rata 15 menit 4 detik per sesi.
Ruang Pencarian
Media sosial bagi masyarakat Indonesia bukan sekadar tempat berjejaring. Ia telah menjadi ruang pencarian, penemuan, dan pengambilan keputusan.
Mesin pencari masih menjadi jalur utama penemuan merek dengan kontribusi 38,3%, namun saluran sosial mengikuti dengan sangat dekat.
Sekitar 37,3% pengguna menemukan merek melalui iklan media sosial, dan 32,6% melalui komentar di platform tersebut.
Kecenderungan itu semakin kuat dengan temuan bahwa hampir seperlima pengguna internet Indonesia dalam sebulan terakhir pernah mengeklik unggahan bersponsor.
Bahkan, tiga dari lima pengguna kini menjadikan media sosial sebagai kanal utama untuk meneliti merek secara daring. Hal ini menandakan pergeseran perilaku digital yang semakin matang.
Kehadiran teknologi kecerdasan buatan juga memperkuat dinamika digital Indonesia. Penggunaan ChatGPT melonjak signifikan, di mana lebih dari sepertiga pengguna internet di Indonesia mengaksesnya setiap bulan.
Data Similarweb mencatat platform tersebut berada di posisi keempat situs paling banyak dikunjungi di Indonesia, dengan kontribusi 80,6% terhadap rujukan trafik web AI.
Sementara itu, Perplexity menyusul dengan 15,03%, menunjukkan meningkatnya ketertarikan publik pada teknologi asisten cerdas.
Perubahan pola penggunaan ini turut memicu tumbuhnya ekonomi digital. Belanja iklan nasional diperkirakan mencapai US$6,97 miliar pada 2025, naik 5,3% dari tahun sebelumnya.
Kanal digital telah mengambil porsi dominan yang menyumbang 52% dari total belanja atau sekitar US$3,64 miliar, atau meningkat 8% dari tahun sebelumnya.
Kenaikan paling mencolok terjadi pada iklan media sosial yang tumbuh 11,3%, serta pemasaran berbasis influencer yang melambung 14,4%.
Angka-angka ini menegaskan semakin pentingnya peran kreator dalam membentuk budaya daring dan mendorong aktivitas ekonomi.
Dari aplikasi pesan hingga platform kreativitas, dari hiburan hingga belanja, media sosial telah menjadi sarana yang menghubungkan, membentuk, dan memperluas pengalaman digital masyarakat.
We Are Social mencatat bahwa keberhasilan berbagai merek ke depan akan sangat ditentukan oleh kemampuan mereka memahami lanskap sosial yang dinamis ini.
Sebagaimana disampaikan dalam laporan Digital 2026: Indonesia, arah masa depan pasar digital Tanah Air sangat jelas: titik awal sekaligus ruang tumbuhnya adalah media sosial.
Regulasi Baru
Berhadapan dengan lonjakan angka pengguna internet di Indonesia, Presiden Prabowo Subianto meminta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bersama instansi terkait menyusun aturan pembatasan usia penggunaan media sosial.
Tujuannya jelas, yakni melindungi perkembangan anak tanpa menutup kesempatan mereka berkreasi dan mencari informasi sesuai tahap usia.
Sejumlah aturan kini berada dalam tahap perumusan. Komdigi tengah menyelesaikan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Perlindungan Anak dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik (TKPAPSE).
Di saat yang sama, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyiapkan Rancangan Peraturan Presiden mengenai Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Digital (PARD).
Selain itu, Kemenko PMK dan Kementerian Agama bekerja bersama untuk merevisi Perpres Nomor 25 Tahun 2012 terkait Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi.
Peringatan Safer Internet Month pada Februari menjadi momentum bagi pemerintah untuk menegaskan komitmen tersebut.
Terpisah, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengingatkan bahwa dunia digital yang tampak menyenangkan dapat menyimpan risiko besar.
Dalam kegiatan Hari Internet Aman yang berlangsung di Kantor Komdigi, Jakarta, Selasa (18/2/2024), ia menjelaskan pemerintah telah menyiapkan langkah konkret guna memperkuat pelindungan anak.
Di kesempatan yang sama, Meutya menjabarkan bahwa sejak 20 Oktober 2024 hingga 15 Februari 2025, Komdigi telah menurunkan 993.114 konten judi online, belum termasuk ratusan ribu konten pornografi.
Meski demikian, ia menekankan bahwa tindakan menghapus konten saja tidak bisa menyelesaikan akar persoalan.
Ia memaparkan bahwa pemerintah memperkuat UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan penyusunan tata kelola pelindungan anak dalam sistem elektronik, yang saat ini sudah berada di tahap akhir dan segera diumumkan kepada publik.
Pemerintah juga menegaskan bahwa Indonesia tidak ingin hanya menjadi pasar bagi platform digital global.
Karena itu, Komdigi telah bertemu dengan sejumlah perusahaan teknologi besar seperti Google dan TikTok Indonesia untuk memastikan komitmen mereka membangun ruang daring yang aman, terutama bagi pengguna anak.
Aturan yang sedang disusun diarahkan agar tidak ada lagi celah yang dapat dimanfaatkan platform untuk mengabaikan tanggung jawab mereka.
Mulai Februari 2025, Komdigi memperkenalkan Sistem Kepatuhan Moderasi Konten (SAMAN). Aplikasi ini berfungsi mengawasi serta memastikan kepatuhan Penyelenggara Sistem Elektronik berbasis konten pengguna (PSE UGC).
SAMAN dirancang untuk menjaga ruang digital tetap aman, sehat, dan ramah bagi anak dengan memberikan mekanisme pengawasan yang lebih tegas. PSE yang tidak memenuhi kewajiban melalui SAMAN dapat dikenai peringatan, denda, hingga pemutusan akses.
