Dijanjikan Jadi Operator Komputer, 9 WNI Disiksa dan Dipaksa Jadi Scammer di Kamboja

Ilustari WNI yang jadi korban TPPO di Kamboja (Foto: Unsplash)

PARBOABOA, Jakarta - Polri mengungkap praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menjerat sembilan warga negara Indonesia (WNI) di Kamboja dengan modus penawaran pekerjaan sebagai operator komputer. 

Tawaran tersebut menjadi pintu masuk eksploitasi yang berujung pada kerja paksa sebagai penipu daring dan admin judi online, disertai kekerasan fisik dan psikis.

Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pol Moh Irhamni menjelaskan, para korban direkrut oleh koordinator yang aktif mencari calon pekerja di sejumlah daerah di Indonesia, seperti Jawa Barat, Riau, dan Sulawesi Utara. 

Para perekrut menjanjikan pekerjaan legal dengan fasilitas lengkap, termasuk pembiayaan paspor, visa, dan tiket keberangkatan.

“Mereka ini para koordinatornya mencari ke wilayah-wilayah Indonesia, (seperti) Jawa Barat, Riau, Sulut (Sulawesi Utara). Dia mencari orang-orang yang mau bekerja ke luar negeri khususnya Kamboja. Dia dibiayai berangkat ke sana, paspor tiket ditanggung oleh pencari (calon kerja),” kata Brigjen Irhamni dalam keterangan, Jumat (26/12/2025) malam.

Setibanya di Bandara Phnom Penh, para korban langsung dijemput dan diarahkan ke lokasi kerja. Namun, janji sebagai operator komputer ternyata tidak pernah dijelaskan secara rinci sejak awal.

“Setelah (para korban) sampai di lokasi, di Bandara Phnom Penh dijemput langsung, diberikan pekerjaan yang mana mereka janjikan tadi, sebagai operator komputer,” ujarnya.

Ketidakjelasan tersebut baru disadari setelah para korban benar-benar mulai bekerja. Mereka ternyata dipaksa menjalankan aktivitas online scam dan judi online. Brigjen Irhamni menegaskan, mayoritas korban tidak mengetahui bentuk pekerjaan yang akan dijalani.

“Sedangkan mereka sendiri tidak tahu ‘saya mau bekerja apa’, hanya dijawab operator komputer tadi, tidak tahu seperti apa yang harus ia kerjakan di sana,” katanya.

Dari hasil pendalaman, sekitar 90 persen korban dipekerjakan dalam praktik penipuan daring. Target kerja yang ketat disertai ancaman dan hukuman menjadi keseharian mereka. Kekerasan fisik dan psikis dilakukan jika target tidak tercapai.

“Penyiksaan yang dilakukan mereka terima karena ternyata mereka bekerja di online scam ataupun judol. Tapi rata-rata sebagian besar 90 persen ini yang bermasalah di online scam,” ucap Irhamni.

Ia merinci bentuk hukuman yang diberikan para atasan di lokasi kerja.

“Makanya dia diberikan sanksi, mulai dari teringan push up, kemudian sit up, kemudian lari di lapangan selama 300 kali di lapangan futsal,” ungkapnya.

Salah satu korban bahkan mengungkapkan, dirinya bersama sang suami tergiur tawaran gaji Rp9 juta per bulan dari seseorang yang mengaku sebagai operator perusahaan di Kamboja.

“Korban bersama suaminya diiming-imingi oleh seseorang yang mengaku sebagai operator di sana untuk bekerja di perusahaan dengan dijanjikan gaji Rp9 juta per bulan,” kata Irhamni.

Namun, setelah tiba di Kamboja, paspor para korban justru diambil oleh sponsor. Mereka kemudian dibawa menempuh perjalanan darat selama berjam-jam ke lokasi kerja yang tidak mereka ketahui.

“Setelah tiba di Bandara Phnom Penh, Kamboja, korban dijemput dengan taksi kemudian diajak selama perjalanan 4 jam. Kebetulan mereka baru pertama kali ke Kamboja, mereka tidak paham lokasi itu ada di mana, sehingga mereka terima-terima saja. Ternyata dia dipekerjakan sebagai scammer,” tuturnya.

Kesempatan melarikan diri muncul ketika para korban diajak makan bersama di luar lokasi kerja. Dalam situasi lengah, mereka memutuskan kabur dan mencari perlindungan.

“Pada saat lengah bosnya ataupun pengamanannya itu, dia melarikan diri ke KBRI,” ujarnya.

Irhamni juga mengungkapkan bahwa atasan langsung para korban merupakan warga negara asing asal China.

Bermula dari Laporan

Proses pemulangan sembilan WNI ini bermula dari laporan pengaduan masyarakat yang diterima Desk Ketenagakerjaan Polri pada 8 Desember 2025, termasuk laporan dari orang tua korban serta informasi yang beredar di media sosial. 

Kasus ini semakin mendapat perhatian publik setelah para korban mengunggah video permohonan bantuan yang viral.

Tim penyelidik kemudian berangkat ke Kamboja dan berkoordinasi dengan KBRI Phnom Penh serta otoritas Imigrasi Kamboja. Dari hasil penelusuran, ditemukan sembilan korban yang telah berhasil menyelamatkan diri dari lokasi kerja mereka.

“(Sembilan korban) di antaranya tiga orang perempuan dan enam orang laki-laki yang berasal dari wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, Sumatera Utara, dan Sulawesi Utara,” kata Irhamni.

“Pada saat kami temukan, kesembilan orang tersebut telah berhasil lari dan menyelamatkan diri dari lokasi-lokasi mereka bekerja,” tambahnya.

Setelah proses administrasi dan perizinan rampung, kesembilan korban akhirnya dipulangkan ke Indonesia dengan selamat pada Jumat (26/12/2025).

Sementara itu, Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol Syahardiantono menegaskan bahwa pemulangan ini merupakan hasil kerja sama lintas lembaga, mulai dari Polri, Kementerian Luar Negeri, KBRI Phnom Penh, hingga BP2MI.

“Langkah ini merupakan implementasi langsung dari arahan Presiden Prabowo Subianto yang tertuang dalam Astacita poin ke-7. Dalam hal ini, Polri hadir untuk memastikan supremasi hukum dan bersama stakeholder lainnya melakukan perlindungan maksimal bagi warga negara dari segala bentuk eksploitasi dan kejahatan tindak pidana perdagangan orang,” katanya.

Ke depan, Desk Ketenagakerjaan Polri akan mendalami keterangan para korban dan saksi untuk menerbitkan laporan polisi serta memburu seluruh pihak yang terlibat, mulai dari perekrut, koordinator lapangan, hingga atasan di luar negeri.

“Desk berkomitmen untuk melakukan penegakan hukum secara proporsional dan berkeadilan untuk mengejar dan menangkap seluruh pihak yang terlibat,” tegas Irhamni.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS