PARBOABOA, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto menandai langkah serius pemerintah dalam memberantas kejahatan finansial dengan menunjuk Yusril Ihza Mahendra sebagai Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU).
Mandat tersebut diberikan langsung melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 88 Tahun 2025 yang diteken pada 25 Agustus 2025 lalu, dan diumumkan secara resmi oleh Sekretariat Negara pada Kamis.
Penunjukan Yusril yang saat ini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) dinilai bukan tanpa alasan.
Dengan pengalaman panjang serta ruang lingkup kerja yang mencakup sektor hukum dan hak asasi manusia, Yusril dipandang mampu memperkuat koordinasi lintas lembaga dalam menghadapi tantangan pencucian uang yang semakin kompleks.
“Penempatan ini untuk memastikan penanganan kejahatan pencucian uang bisa dilakukan dengan koordinasi yang lebih terarah dan menyeluruh,” ujar seorang pejabat pemerintah.
Restrukturisasi Komite TPPU tidak berhenti pada posisi ketua. Dalam formasi baru, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto ditunjuk sebagai wakil ketua, sementara Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengemban peran sebagai sekretaris merangkap anggota.
Perubahan ini diyakini sebagai strategi memperkuat efektivitas pengawasan terhadap arus dana mencurigakan, terutama di era digital yang membuka celah lebih besar bagi praktik pencucian uang.
Pemerintah juga memperluas jumlah anggota komite dengan melibatkan 18 kementerian dan lembaga teknis.
Daftar institusi yang masuk cukup strategis, mulai dari Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Kejaksaan Agung, Polri, Badan Intelijen Negara, hingga Badan Narkotika Nasional.
Tidak ketinggalan, kementerian sektor vital seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN turut bergabung.
Kehadiran mereka diharapkan menutup celah koordinasi yang selama ini kerap menjadi kendala dalam upaya pencegahan pencucian uang.
Dalam Perpres terbaru itu, pasal 32A mengatur bahwa mekanisme kerja komite akan dituangkan lebih rinci dalam pedoman yang ditetapkan oleh Yusril selaku ketua.
Pedoman ini nantinya mencakup alur koordinasi antara komite, tim pelaksana, kelompok ahli, hingga kelompok kerja lintas lembaga.
Harapannya, sinergi yang terbentuk tidak berhenti di level administratif semata, melainkan benar-benar terimplementasi dalam langkah nyata di lapangan.
Langkah Presiden Prabowo ini menegaskan bahwa pemerintah memandang tindak pidana pencucian uang sebagai ancaman serius bagi integritas sistem keuangan nasional.
Kejahatan ini seringkali berkelindan dengan praktik korupsi, narkotika, hingga kejahatan transnasional.
“Koordinasi yang kuat adalah kunci menjaga stabilitas keuangan sekaligus mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan,” ungkap seorang pejabat tinggi PPATK, menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor.
Selain memperkuat perlawanan di dalam negeri, kebijakan ini juga diharapkan berdampak positif pada reputasi Indonesia di mata dunia.
Dengan koordinasi yang lebih solid, Indonesia ingin membuktikan kesungguhannya kepada komunitas internasional dalam memerangi kejahatan finansial.
Hal ini penting untuk meningkatkan kepercayaan global, terutama dalam menjalin kerja sama dengan lembaga keuangan internasional.
Penunjukan Yusril, yang dikenal sebagai sosok berpengalaman dan berpengaruh di bidang hukum, dipandang sebagai pesan politik yang kuat.
Meski tantangan di depan tidak ringan, keputusan Presiden Prabowo jelas menunjukkan bahwa Indonesia tidak main-main dalam perang melawan pencucian uang.
Kini, publik menantikan langkah konkret pertama dari Yusril bersama jajaran barunya untuk membuktikan efektivitas strategi besar ini.