PARBOABOA, Jakarta - Ketua Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI), Zudan Arif Fakrulloh, mengajukan permintaan kepada Presiden Prabowo Subianto agar batas usia pensiun aparatur sipil negara (ASN) ditingkatkan.
Permintaan tersebut tertuang dalam surat resmi KORPRI bernomor B-122/KU/V/2025 tertanggal 15 Mei 2025.
Dalam usulan itu, KORPRI menyarankan agar batas usia pensiun ASN dibedakan berdasarkan jenis jabatan. Untuk Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Utama, usia pensiun dinaikkan dari 60 menjadi 65 tahun.
Sementara itu, JPT Madya atau Eselon I diusulkan pensiun di usia 63 tahun, JPT Pratama (Eselon II) menjadi 62 tahun, dan pejabat Eselon III dan IV dari 58 ke 60 tahun.
Jabatan non-manajerial seperti pejabat pelaksana diusulkan pensiun pada usia 59 tahun, naik satu tahun dari sebelumnya.
Pejabat fungsional juga tak luput dari usulan, dengan rincian ahli utama pensiun di usia 70 tahun, ahli madya 65 tahun, ahli muda 62 tahun, dan ahli pertama 60 tahun.
“Kami dari seluruh ASN sangat berharap Bapak Presiden berkenan memasukkan usulan kami ini dalam pembahasan RUU ASN yang kini sedang disiapkan sebagai inisiatif DPR,” ujar Zudan dalam pernyataan tertulis, Jumat (23/5/2025).
Menurut Zudan, meningkatnya angka harapan hidup di Indonesia menjadi salah satu dasar usulan tersebut.
Kepala BKN itu juga menyarankan agar ASN diberikan jabatan fungsional sejak pertama kali dilantik, dengan dukungan pelatihan dan uji kompetensi agar seluruh ASN bisa bertransformasi secara profesional.
"Dengan pengangkatan dalam jabatan fungsional sejak awal, para ASN akan lebih tenang dan fokus bekerja sehingga diharapkan produktivitas kerja akan semakin meningkat," pungkas Zudan.
Menanggapi usulan tersebut, Kepala Kantor Komunikasi Presiden, Hasan Nasbi, menyatakan bahwa surat dari KORPRI telah diterima oleh Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi. Ia menilai aspirasi tersebut sah secara hukum.
"Usulan-usulan yang baik tentu kita tampung saja," kata Hasan dalam konferensi pers, Senin (26/5/2025).
Hasan menyarankan agar KORPRI segera berdiskusi dengan Kementerian PAN-RB dan Kemendagri, selaku dewan penasihat KORPRI. Ia mengingatkan pentingnya menjaga sistem merit dalam ASN untuk memastikan adanya regenerasi berkualitas.
"Ke depan, sudah seharusnya pemerintah menyiapkan generasi baru ASN yang benar-benar kompeten untuk memimpin dan mengelola negara ini," kata Hasani.
Sementara itu, Menteri PAN-RB, Rini Widyantini, menyatakan bahwa hingga kini belum ada koordinasi antara KORPRI dan pihaknya terkait usulan perpanjangan batas usia pensiun. Menurut Rini, usulan itu murni berasal dari internal KORPRI.
"Kami menilai bahwa usulan perpanjangan BUP (Batas Usia Pensiun) masih perlu dikaji secara mendalam agar tidak mengganggu sistem karier yang sudah berjalan dan tidak berpotensi menimbulkan tekanan pada ketersediaan anggaran negara dan regenerasi ASN," tegas Rini dalam keterangan, Senin (26/5/2025).
Ia menekankan sejumlah faktor yang harus menjadi pertimbangan dalam menentukan batas usia pensiun, seperti tingkat produktivitas, pembinaan karier, pengembangan kompetensi, serta elemen lain dalam pengelolaan ASN.
Catatan Kritis
Meski mendapat dukungan dari sejumlah pihak, usulan KORPRI untuk menaikkan batas usia pensiun juga tak lepas dari kritik, utamanya dari anggota DPR dan akademisi.
Ahmad Irawan dari Fraksi Golkar mempertanyakan logika batas usia pensiun hingga 70 tahun, mengingat harapan hidup masyarakat Indonesia rata-rata hanya mencapai 72 tahun menurut data BPS.
"Kalau pensiunnya 70 tahun, kapan mereka sama anak dan cucunya, dan kapan mereka menikmati hari tuanya?" kata Irawan, Senin (26/5/2025).
Ia menilai manajemen ASN masih belum tertata baik, mulai dari data kepegawaian hingga jenjang karier dan kompetensi.
"Data kepegawaian, manajemen ASN, usia rekrutmen, jenjang karier dan kepangkatan, peningkatan kompetensinya belum rapi dibandingkan dengan TNI dan Polri," ujar Irawan.
Daripada berfokus pada wacana batas usia pensiun, Irawan menyarankan agar KORPRI menyusun kajian yang lebih menyeluruh mengenai skema pensiun bagi ASN.
Ia menyebut bahwa rancangan pensiun saat ini belum mampu memberikan perlindungan yang memadai bagi para ASN di masa purna tugas.
Akibatnya, manfaat pensiun yang diterima cenderung jauh lebih kecil dibandingkan penghasilan yang mereka peroleh saat masih aktif bekerja.
Sementara itu, akademisi dari Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Yanuar Nugroho, mengingatkan bahwa usulan ini berpotensi menabrak arah reformasi birokrasi.
"ASN mestinya diremajakan, bukan diperpanjang masa pensiunnya," tegas Yanuar dalam pernyataan yang diterima PARBOABOA, Selasa (27/5/2025).
Ia menilai jika usulan ini dikabulkan, maka akan membalikkan langkah-langkah reformasi yang telah dimulai sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Makanya mesti reformasi birokrasi, sejak Presiden SBY periode kedua sampai sekarang sudah lumayan, arahnya benar cuma kurang progresif, kalau permintaan KORPRI ini dipenuhi, kita balik kanan," ujar Yanuar.
Di tengah harapan ASN yang ingin mengabdi lebih lama, pemerintah dan DPR dituntut mempertimbangkan keseimbangan antara keberlanjutan fiskal, regenerasi birokrasi, dan kualitas pelayanan publik.