PARBOABOA, Pematangsiantar - Indonesia menjadi salah satu dari 58 negara yang abstain dalam voting di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk menangguhkan Rusia dari Dewan Hak Asasi Manusia (HAM).
Resolusi tersebut diloloskan setelah menerima suara dukungan dari 93 negara. Dalam voting yang digelar di Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara pada Kamis (7/4) waktu setempat tersebut, 24 negara menentang dan 58 negara memilih abstain.
Dikutip dari situs resmi PBB, Jumat (8/4/2022), Rusia, China, Kuba, Korea Utara, Iran, Suriah, dan Vietnam, termasuk di antara negara-negara yang memberikan suara menentang.
Negara-negara yang memilih abstain antara lain Indonesia, India, Brasil, Afrika Selatan, Meksiko, Mesir, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Yordania, Qatar, Kuwait, Irak, Pakistan, Singapura, Thailand, Malaysia, dan Kamboja.
Voting tersebut menandai dimulainya kembali sesi darurat khusus PBB terkait perang di Ukraina, dan digelar menyusul laporan pelanggaran yang dilakukan oleh pasukan Rusia.
Akhir pekan lalu, foto-foto mengerikan muncul dari kota Bucha, pinggiran Kiev, ibu kota Ukraina, di mana ratusan mayat sipil ditemukan di jalan-jalan dan di kuburan massal setelah penarikan mundur pasukan Rusia dari daerah tersebut.
Sebelum voting, Duta Besar Ukraina Sergiy Kyslytsya mendesak negara-negara untuk mendukung resolusi tersebut.
"Bucha dan lusinan kota dan desa Ukraina lainnya, di mana ribuan penduduk yang damai telah dibunuh, disiksa, diperkosa, diculik, dan dirampok oleh tentara Rusia, menjadi contoh seberapa jauh Federasi Rusia telah melangkah dari deklarasi awalnya di domain hak asasi manusia. Itulah sebabnya kasus ini unik dan tanggapan hari ini jelas dan tegas, "katanya.
Deputi Duta Besar Rusia Gennady Kuzmin dalam komentarnya sebelum voting mengimbau banyak negara "memilih guna melawan usaha negara-negara Barat dan sekutunya untuk menghancurkan tatanan hak asasi manusia yang telah ada".
Ini bukan pertama kalinya sebuah negara anggota ditangguhkan keanggotaannya di Dewan Hak Asasi Manusia.
Libya telah kehilangan keanggotaannya pada 2011, menyusul penindasan para demonstran oleh penguasa Muammar Gaddafi, yang kemudian digulingkan.