PARBOABOA, Jakarta - Dalam hitungan hari, ancaman bom kembali menghantui penerbangan Saudia Airlines. Sebuah pesawat yang membawa jemaah haji kloter 33 Debarkasi Surabaya terpaksa mendarat darurat di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, setelah mendapat peringatan serius dari otoritas pengatur lalu lintas udara.
Dengan total 387 penumpang di dalamnya, insiden ini membuka kembali diskusi soal keamanan penerbangan di tengah musim haji yang padat dan penuh tantangan.
Pesawat Saudia Airlines dengan nomor penerbangan SVA5688 yang tengah menempuh rute Muscat-Surabaya pada Sabtu (21/6/2025), menerima ancaman bom saat berada di udara.
Dalam situasi darurat tersebut, pilot memutuskan untuk melakukan pendaratan mendadak di Bandara Internasional Kualanamu, Deli Serdang, Sumatera Utara.
Situasi ini langsung memicu penanganan cepat dari petugas SAR dan aparat keamanan. “Sekarang sedang dalam penanganan. Jumlah penumpang 387 orang dalam kondisi selamat,” ungkap Hery Marantika, Kepala Kantor SAR Medan, kepada awak media.
Namun, hingga saat ini, belum diketahui secara pasti dari mana ancaman itu berasal—apakah muncul dari dalam kabin pesawat atau dari sumber eksternal.
“Nanti akan disampaikan oleh tim. Sekarang kami sedang fokus penanganan manusianya,” tambah Hery.
Respons terhadap ancaman ini langsung dikoordinasikan dengan satuan gabungan yang terdiri dari Tim Gegana, Basarnas, Kopasgat, personel pengamanan bandara (PK Bandara), Polda Sumut, serta Komandan Lanud. Mereka bergerak cepat menyisir pesawat demi memastikan tidak ada bahan berbahaya tertinggal.
Ancaman bom pertama kali diterima oleh petugas Air Traffic Control (ATC) di Jakarta Area Control Center (ACC), setelah pihak Kuala Lumpur ACC mengirimkan peringatan.
Menindaklanjuti informasi tersebut, pesawat mendarat pada pukul 09.27 WIB dan segera menjalani emergency treatment.
“Setelah pesawat mendarat, dilakukan pemeriksaan terhadap seluruh penumpang dan kru, kemudian pemeriksaan dilanjutkan ke dalam kabin dan kompartemen bagasi,” jelas Asri Santosa, Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah II-Medan.
Meski tengah dalam kondisi darurat, operasional Bandara Kualanamu tetap berlangsung normal. Proses pemeriksaan dilakukan di zona isolasi yang memang telah disiapkan untuk situasi seperti ini agar tidak mengganggu penerbangan lainnya.
Koordinasi Ketat Dilakukan
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara memastikan seluruh prosedur darurat telah dijalankan sesuai protokol keamanan yang berlaku.
“Kami memastikan semua prosedur penanganan ancaman keamanan penerbangan telah dijalankan sesuai regulasi, baik Peraturan Menteri Perhubungan PM 140 Tahun 2015 maupun Keputusan Dirjen Hubud PR 22 Tahun 2024,” kata Lukman F. Laisa, Dirjen Perhubungan Udara.
Koordinasi intens terus dilakukan bersama maskapai, pengelola bandara, aparat keamanan, dan pemerintah daerah guna menjamin keamanan penerbangan di tengah tingginya intensitas pergerakan penumpang, khususnya selama musim haji.
Sebelumnya, pada 17 Juni 2025, pesawat Saudia SV-5726 dengan rute Jeddah-Jakarta juga mendarat darurat di Bandara Kualanamu karena ancaman serupa.
Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri, AKBP Mayndra Eka Wardhana, mengonfirmasi bahwa informasi ancaman yang diterima kali ini juga berasal dari AirNav Indonesia.
Informasi itu diteruskan ke ATC Kuala Lumpur, lalu disampaikan ke pilot untuk segera melakukan pendaratan darurat.
“Informasi ancaman didapatkan dari AirNav Jakarta ke ATC Kuala Lumpur kemudian ATC Kuala Lumpur menyampaikan kepada pilot, lalu pilot meminta landing di Kualanamu untuk screening terhadap pesawat,” ujar Mayndra saat dikonfirmasi.
Meski begitu, pihaknya belum memberikan detail mengenai jenis ancaman atau apakah ada unsur terorisme di dalamnya. “Kejadian tersebut, saat ini masih dalam pendalaman oleh Tim Densus 88,” pungkasnya.
Adapun pesawat SVA5688 yang mengangkut jemaah haji dari Kloter 33 Debarkasi Surabaya rencananya akan diberangkatkan kembali ke tujuan akhir, Surabaya, menggunakan pesawat yang sama pada Minggu dini hari, 22 Juni 2025 pukul 03.30 WIB.
Kementerian Perhubungan menegaskan bahwa peningkatan kewaspadaan dan koordinasi lintas sektor akan terus dilakukan, terutama di tengah periode padat seperti musim haji yang sangat krusial bagi banyak jemaah.
Insiden ini menjadi pengingat keras bahwa sektor penerbangan sipil, khususnya penerbangan haji, harus terus waspada terhadap potensi gangguan keamanan.
Mengingat ini merupakan ancaman kedua dalam sepekan terhadap maskapai dan bandara yang sama, evaluasi menyeluruh dan penguatan sistem deteksi dini menjadi kebutuhan yang mendesak.