PARBOABOA, Jakarta - Selasa 20 Mei 2025, jalanan ibu kota dan sejumlah kota besar di Indonesia diprediksi akan padat dan lumpuh.
Sekitar setengah juta pengemudi ojek online (ojol) siap melakukan unjuk rasa dan aksi offbid besar-besaran dalam Aksi 205, menuntut keadilan tarif dan regulasi yang dianggap tak berpihak pada driver.
Aksi ini diprediksi akan berdampak besar terhadap layanan transportasi daring.
Menurut Garda Indonesia, asosiasi pengemudi ojol, sekitar 500 ribu pengemudi akan ambil bagian dalam aksi ini dengan cara mematikan aplikasi (offbid) secara serentak.
Demo besar-besaran ini disebut sebagai bentuk perlawanan terhadap potongan aplikasi yang dinilai memberatkan para driver.
Meski pusat aksi berada di Jakarta, peserta demo berasal dari berbagai penjuru Indonesia. Mulai dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Cirebon, Palembang, hingga Lampung dan Banten akan mengirimkan perwakilannya.
Tak hanya di ibu kota, Aksi 205 akan bergema serempak di kota-kota besar seperti Medan, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Balikpapan, Makassar, Manado, hingga Ambon.
Jumlah peserta demo diprediksi mencapai ratusan ribu, baik pengemudi roda dua maupun roda empat.
Adapun aksi akan dimulai pukul 13.00 WIB hingga selesai, dengan titik konsentrasi massa di Istana Merdeka, Kementerian Perhubungan, dan Gedung DPR RI.
Ketua Umum Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat atas terganggunya aktivitas harian, seraya mengimbau pengguna jalan untuk menghindari lokasi demo.
Bukan hanya turun ke jalan, para pengemudi ojol juga akan melakukan offbid total selama 24 jam penuh di wilayah Jabodetabek.
Artinya, mulai pukul 00.00 hingga 23.59 WIB pada 20 Mei 2025, aplikasi ojek online dipastikan tidak akan aktif di kawasan ini.
Beberapa aliansi yang ikut serta dalam aksi antara lain APOB, GOGRABBER, TEKAB, SAKOI, dan GEPPAK.
Mereka menyatakan bahwa langkah ini sebagai bentuk keprihatinan terhadap kondisi ekosistem transportasi daring yang dirasa semakin menyulitkan pengemudi.
Tuntutan Ojol
Para pengemudi menuntut penegakan regulasi sesuai Kepmenhub KP No. 1001 Tahun 2022, yang mengatur batas potongan aplikasi maksimal 20%.Namun, kenyataannya, banyak aplikator diduga mengambil potongan hingga 50%.
Tak hanya itu, para driver juga meminta:
- Payung hukum tetap bagi pengemudi ojol.
- Penurunan potongan biaya aplikasi menjadi maksimal 10%.
- Revisi sistem tarif, termasuk penghapusan fitur seperti “aceng”, slot, double order, dan hemat.
Igun menegaskan bahwa ini bukan lagi aksi damai biasa. “Kami sudah sabar sejak 2022, tapi tidak didengar. Maka kami akan ambil sikap lebih tegas,” ujarnya.
Sementara menjelang aksi, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menggelar pertemuan darurat pada Senin, 19 Mei 2025 dengan para pelaku usaha transportasi digital, termasuk Grab, Gojek, Maxim, dan inDrive.
Pertemuan tersebut diharapkan dapat menjadi ruang dialog terbuka antara pemerintah dan aplikator dalam mencari solusi.
Menhub menekankan pentingnya pendekatan kolaboratif dalam menyelesaikan persoalan yang selama ini membelit dunia transportasi online.
Menhub juga menyatakan bahwa persoalan transportasi daring tidak bisa diselesaikan secara sepihak.
Ia berharap semua pihak, termasuk kementerian lain di pemerintahan, bisa duduk bersama membahas masalah ini secara objektif dan jernih.
Hingga pukul 13.42 WIB, pertemuan antara Menhub dan perusahaan aplikator masih berlangsung.
Pemerintah berharap ada solusi konkret yang lahir dari dialog ini, agar konflik berkepanjangan bisa dihindari.