PARBOABOA – Koin Rupiah 500 merupakan salah satu pecahan uang logam yang sering ditemukan dalam transaksi sehari-hari. Meskipun nilainya kecil, koin ini memiliki makna dan nilai historis yang tinggi, karena mencerminkan sosok penting.
Namun, tahukah Anda siapa tokoh yang di balik koin Rupiah 500? Dan apa perannya dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia?
Keberadaan koin Rupiah 500 sekaligus menjadi pembelajaran dan peringatan bagi masyarakat Indonesia tentang sejarah bangsanya. Berikut Parboaboa akan menjelaskan sosok yang ada di balik koin Rupiah 500.
Mengenal Tokoh di Balik Koin Rupiah
Siapa tokoh yang di balik koin Rupiah 500? Jawabannya adalah Letnan Jenderal TNI Tahi Bonar Simatupang. Beliau merupakan tokoh pahlawan asal Sumatra Utara (Sumut). Ia dikenal sebagai tokoh militer dan gereja di Indonesia.
Pada 1953 Presiden Soekarno mengangkat Letnan Jenderal TNI Tahi Bonar Simatupang sebagai Kepala Staf Angkatan Perang Republik Indonesia (KASAP). Hal tersebut dilakukan sebagai pengganti dari Jendral Soedirman yang telah wafat pada 1950.
Letnan Jenderal TNI Tahi Bonar Simatupang memegang tanggung jawab atas koordinasi dan kepemimpinan dalam seluruh angkatan militer Republik Indonesia, seperti Angkatan Udara, Angkatan Laut, dan Darat. Namun posisi jabatannya berada di bawah tanggung Menteri Pertahanan dan memiliki peran penting dalam mengawal pertahanan nasional.
Dengan memegang tanggung jawab tersebut, Letnan Jenderal TNI Tahi Bonar Simatupang menjadi sosok yang kritis dalam memimpin kekuatan militer. Apalagi dalam perjuangannya dalam perang kemerdekaan melawan pasukan Belanda yang mencoba merebut kembali wilayah bekas koloni mereka.
Perjuangan melawan Belanda berlangsung setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Tentara Keamanan Rakyat (TKR) kemudian berkembang menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dipimpin oleh para pemimpin perang, termasuk Tahi Bonar Simatupang.
Dengan kepemimpinan dan kontribusinya, Bonar, panggilan akrabnya menjadi salah satu tokoh yang krusial dalam mengkoordinasikan dan memimpin kekuatan militer RI untuk menjaga kedaulatan dan keamanan negara.
Karena jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan kontribusinya bagi bangsa dan negara, pada 8 November 2013 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan gelar pahlawan kepada Tahi Bonar Simatupang.
Siapa Tokoh yang di Balik Koin Rupiah 500? Ini Masa kecil T.B Simatupang
ketgamb T.B. Simatupang (Foot: Wikipedia) #end
T.B. Simatupang, atau lebih dikenal dengan nama kecilnya Bonar Tua Simatupang. Anak kedua dari delapan bersaudara ini lahir di Sidikalang, yang sekarang menjadi ibu kota Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatra Utara.
Ayahnya, Simon Simatupang gelar Sutan Mangaraja Soaduan, bekerja sebagai pegawai kantor pos dan telegraf (PTT: Post, Telefoon en Telegraaf), yang sering berpindah tempat tugas. Mereka pindah dari Sidikalang ke Siborongborong, dan kemudian ke Pematang Siantar.
Bonar menyelesaikan pendidikan di HIS (Hollandsch-Inlandsche School) di Siborongborong pada tahun 1934, Kemudian Bonar melanjutkan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Dr. Nomensen di Tarutung pada tahun 1937.
Lalu, melanjutkan ke AMS (Algemene Middelbare School) di Salemba, Batavia (sekarang Jakarta) dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1940. Saat bersekolah di Batavia, Bonar Tua Simatupang dikenal sebagai siswa yang pintar, termasuk fasih berbahasa Belanda.
Bonar Tua Simatupang pernah terlibat dalam sebuah perdebatan dengan gurunya di sekolah saat belajar sejarah.
Gurunya, Meneer Haantjes, berpendapat bahwa penduduk "Hindia Belanda" (istilah yang digunakan untuk menyebut wilayah Indonesia pada masa penjajahan Belanda) tidak mungkin bersatu mencapai kemerdekaan karena perbedaan suku-suku yang besar.
Selain itu, dia juga menyatakan bahwa penduduk "Hindia Belanda" tidak dapat membangun tentara yang modern untuk mengalahkan Belanda karena fisik mereka yang pendek tidak memungkinkan untuk memiliki tentara yang baik.
Perdebatan ini, sayangnya, berakhir dengan Bonar diusir dari kelas oleh gurunya.
Setelah Bonar mengkritik pandangan Meneer Haantjes tentang ketidakmungkinan persatuan dan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia, dia mendapatkan nasihat dari direktur sekolah, Meneer de Haan, yang seorang Calvinis yang taat.
Nasihat Meneer de Haan kepada Bonar untuk tidak menyakiti hati orang lain mungkin dimaksudkan agar Bonar dapat mengemukakan pendapatnya dengan bijaksana dan menghormati pandangan orang lain, meskipun berbeda.
Namun, Bonar awalnya merasa bahwa nasihat tersebut merupakan nasihat yang berasal dari orang yang berjiwa kolonial.
Namun di kemudian hari, Bonar merasa andaikan dia menerima nasihat direkturnya lebih sungguh, mungkin dia tidak akan mengalami kesulitan dalam kehidupannya selanjutnya.
Setelah menyelesaikan pendidikan di AMS, Bonar melanjutkan studinya di KMA (Koninklijke Militaire Academie) pada tahun 1942. Di KMA, Bonar menonjolkan diri dan meraih gelar Taruna Mahkota dengan mahkota perak karena berprestasi, terutama di bidang teori.
Rekan seangkatannya di KMA antara lain A.H. Nasution dan Lex Kawilarang. KMA pada masa itu adalah tempat di mana para perwira militer Indonesia dikembangkan, dan rekan-rekan sekelas seperti A.H. Nasution dan Lex Kawilarang juga menjadi tokoh penting dalam sejarah militer dan politik Indonesia.
Menurut A.H. Nasution, di masa itu, Bonar sudah mendalami buku "Tentang Perang" karya Carl von Clausewitz. Buku tersebut merupakan karya klasik tentang teori perang dan strategi militer yang sangat dihormati di kalangan militer pada waktu itu.
Selain itu, dalam pertemuan alumni, Bonar Tua Simatupang dikenal sebagai sosok yang paling banyak bicara dan memberikan analisis-analisis yang cermat.
Lex Kawilarang bahkan berpendapat bahwa seandainya Bonar orang Belanda, dia pasti akan mendapatkan mahkota emas.
Namun, keadaan politik dan militer berubah dengan cepat ketika Kekaisaran Jepang menginvasi Hindia Belanda (sekarang Indonesia) pada tahun 1942. Invasi tersebut menyebabkan kekalahan pasukan Belanda, dan akhirnya Hindia Belanda menyerah tanpa syarat pada 8 Maret 1942.
Setelah perjuangan dan peranannya dalam konteks militer dan perjuangan kemerdekaan, Bonar Tua Simatupang menikah dengan Sumarti Budiardjo. Sumarti adalah adik dari teman seperjuangannya, Ali Budiardjo.
Setelah menikah, mereka dikaruniai empat orang anak yakni Tigor, Toga, Siadji, dan Ida Apulia. Sayangnya, salah satu dari empat anak mereka meninggal dunia.
Bonar dan Sumarti Tua Simatupang juga memiliki empat cucu, yaitu: Satria Mula Habonaran, Larasati Dameria, Kezia Sekarsari, dan Hizkia Tuah Badia.
Melalui pertanyaan siapa tokoh yang di balik koin Rupiah 500 ini, kita diingatkan untuk dapat memupuk semangat kebangsaan dan menginspirasi generasi muda untuk terus menghargai dan menjaga perjuangan para pendahulu dalam menjaga keutuhan dan kemajuan Indonesia.
Sosok Tahi Bonar Simatupang meninggalkan warisan berharga dalam sejarah bangsa, baik dari segi perjuangan kemerdekaan maupun kontribusinya dalam mengembangkan dan memajukan TNI. Namanya tetap diingat dan dihormati sebagai sosok pemimpin militer yang berdedikasi dan berjuang untuk keutuhan Indonesia.