PARBOABOA, Jakarta - Pemerintah menetapkan sekitar 44 persen dari total anggaran pendidikan tahun 2026 akan dialokasikan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Presiden Prabowo Subianto dalam pidato penyampaian RAPBN 2026 menyebutkan bahwa dana yang digelontorkan untuk program tersebut mencapai Rp335 triliun.
"Alokasi anggaran untuk MBG pada 2026 kita alokasikan sebesar Rp335 triliun," kata Prabowo dalam pidato RAPBN 2026 dan Nota Keuangan, mengutip siaran TVR Parlemen, Jumat (15/8/2025).
Melengkapi pernyataan tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, total anggaran pendidikan pada 2026 mencapai Rp757,8 triliun.
Dari jumlah itu, porsi terbesar sebesar Rp491,5 triliun akan langsung dirasakan oleh siswa dan mahasiswa.
Bentuknya meliputi berbagai program, seperti beasiswa Bidikmisi, beasiswa LPDP, kartu Program Indonesia Pintar (PIP), serta MBG.
Anggaran khusus MBG naik signifikan dibanding tahun 2025 yang sebelumnya hanya Rp71 triliun. Tambahan dana ini ditujukan agar 82,9 juta penerima dapat menikmati program dengan dukungan sekitar 30 ribu satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG).
Selain MBG, anggaran pendidikan juga disalurkan untuk beasiswa Bidikmisi senilai Rp17,2 triliun, beasiswa LPDP Rp25 triliun, PIP Rp15,6 triliun, tunjangan guru dan dosen Rp178,7 triliun, serta dukungan langsung bagi sekolah dan kampus sebesar Rp150,1 triliun
Tuai Kritik
Kebijakan pemerintah ini menuai kritik luas. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai alokasi 44 persen anggaran pendidikan untuk MBG tidak sejalan dengan amanat konstitusi.
Koordinator nasional JPPI, Ubaid Matraji, menegaskan bahwa pasal 31 UUD 1945 mewajibkan negara menyediakan pendidikan dasar gratis, bukan menyediakan makan gratis.
Menurutnya, kenaikan drastis anggaran MBG justru membuat prioritas utama pendidikan dasar terabaikan.
JPPI juga menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXII/2024 dan 111/PUU-XXIII/2025 pada 15 Agustus 2025 yang menegaskan kewajiban negara untuk menjamin pendidikan dasar tanpa pungutan.
Selain itu, mereka mengkritik praktik pemerintah yang memasukkan pendidikan kedinasan ke dalam pos anggaran pendidikan, padahal seharusnya ditanggung instansi masing-masing.
Hal ini, kata JPPI, bertentangan dengan Pasal 49 UU Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan fokus anggaran pendidikan pada jenjang dasar hingga menengah.
Atas dasar itu, JPPI mendesak pemerintah mengkaji ulang rancangan anggaran pendidikan 2026. Mereka meminta agar dana pendidikan diprioritaskan pada layanan pendidikan dasar yang gratis dan berkualitas, baik untuk sekolah negeri maupun swasta.
Menurut Ubaid, pemerintah perlu membedakan dengan jelas antara kewajiban konstitusional yang harus dipenuhi terlebih dahulu dan janji politik yang sebaiknya ditunaikan kemudian.