Soesilo Toer: Jejak Sang Penulis Gigih di Usia Senja

Soesilo Toer, sastrawan Indonesia peraih penghargaan Tokoh Sastra dan Penulis Aktif Hingga Lansia. (Foto: Instagram/@soesilo_toer)

PARBOABOA - Saat rambut memutih dan tubuh mulai menua, kebanyakan orang mungkin memilih untuk beristirahat, mengurangi aktivitas, dan menikmati masa tua dengan tenang. Namun, hal ini tak berlaku bagi Soesilo Toer.

Baginya, usia hanyalah angka. Sosok pria tua dengan rambut putih dan janggut panjang ini tetap gigih berkarya, terus menulis dengan semangat yang tak pernah padam.

Bagi Soesilo, menulis adalah bagian dari hidup, sesuatu yang tak pernah terbatasi oleh usia.

Pada tahun 2023, Soesilo Toer mendapatkan penghargaan sebagai Tokoh Sastra dan Penulis Aktif Hingga Lansia dari Jawa Pos Radar Kudus.

Pengakuan ini menjadi bukti nyata dedikasinya dalam dunia sastra, di mana ia tak henti-hentinya menulis meski usianya sudah lanjut.

Siapa Soesilo Toer?

Sebagai adik dari Pramoedya Ananta Toer, sastrawan besar Indonesia, Soesilo sudah terbiasa dengan dunia literasi sejak kecil.

Dari lingkungan keluarganya yang kuat akan tradisi intelektual, Soesilo tumbuh dengan kecintaan terhadap dunia tulis-menulis.

Karyanya pun sangat beragam, mencakup cerita anak-anak, cerita legenda, cerpen, puisi, novel, biografi, memoar, hingga esai.

Meskipun namanya tidak setenar Pramoedya, Soesilo memiliki tempat tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia.

Produktivitas dan konsistensinya menjadikannya sosok yang dihormati, meski ia lebih memilih hidup sederhana di kampung halamannya di Blora.

Soesilo Toer bukan hanya seorang penulis, tetapi juga seorang intelektual. Ia berhasil meraih gelar Doktor di Uni Soviet.

Di masa mudanya, Soesilo dikenal sangat giat belajar hingga meraih nilai tinggi di sekolah, yang membawanya diterima di Universitas Indonesia tanpa tes. Di sana, ia sempat menempuh pendidikan ekonomi, sebelum akhirnya pindah ke Akademi Keuangan di Bogor.

Namun, perjalanan pendidikan Soesilo tidak selalu mulus. Keterbatasan ekonomi membuatnya harus mencari cara untuk membiayai kuliahnya.

Salah satu caranya adalah dengan memutar uang keluarga dengan meminjamkan kepada orang lain dan mengambil bunga. Hal ini dilakukan agar ia bisa tetap melanjutkan kuliah sambil memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Siapa sangka, di usia tuanya, selain menulis, Soesilo juga memilih jalan hidup yang unik. Ia menjadi pemulung dan peternak di kampungnya.

Pilihan ini mengundang tanya banyak orang. Bagaimana mungkin seorang doktor lulusan luar negeri, dengan pendidikan tinggi, memilih hidup sebagai pemulung?

Namun, bagi Soesilo, ini adalah pilihan sadar, bukan karena keterpaksaan. Ia menikmati kesederhanaan hidupnya, jauh dari hingar-bingar dunia, tetapi tetap produktif dalam menghasilkan karya-karya sastra.

Karya dan Pandangan Hidup

Soesilo Toer menulis banyak buku, banyak di antaranya berkaitan dengan kehidupan keluarganya, khususnya tentang kakaknya, Pramoedya Ananta Toer. Salah satu karya terkenalnya adalah Pram dalam Bubu, sebuah buku yang mengungkap sisi lain dari Pramoedya yang mungkin belum banyak diketahui oleh masyarakat.

Lewat buku ini, Soesilo menghadirkan cerita-cerita pribadi dan intim tentang hubungan mereka sebagai kakak beradik, mulai dari cinta, kekaguman, hingga percekcokan karena perbedaan pendapat.

Meskipun mereka kerap berbeda pandangan, Soesilo tetap memiliki rasa hormat dan kekaguman mendalam terhadap kakaknya. Baginya, Pramoedya adalah sosok yang tak hanya sebagai kakak, tetapi juga inspirasi utama dalam perjalanan sastranya.

Di dalam karya-karyanya, Soesilo sering menyampaikan kritik sosial secara halus namun cerdas. Ia kerap menyinggung kesederhanaan hidup, pentingnya menjaga integritas pribadi, dan betapa sulitnya perjuangan di tengah godaan duniawi. Gaya tulisannya yang reflektif dan mendalam membuat karyanya layak diapresiasi.

Beberapa karya Soesilo antara lain: Pram dari dalam (2013), Komponis Kecil (2015), Pram dalam Bubu (2015), Pram dalam Belenggu (2016), Dunia Samin (2017), Anak Bungsu (2017), Indra Tualang si Doktor Kopi (2017), Nasib Seorang Penebang Kayu dan Kisah Lainnya (2019), Dari Blora ke Rusia (2019), Dari Blora ke Siberia (2020), Perjuangan Sebuah Lembaga Pendidikan (2022)

Hingga saat ini, di usia senjanya, Soesilo Toer tetap menulis dan berkarya, seolah tak pernah lelah.

Lewat tulisannya, ia terus berusaha menginspirasi, memberi pandangan hidup yang mendalam, dan menyuarakan gagasan-gagasannya tentang kehidupan.

Karya-karyanya adalah cerminan semangat seorang sastrawan yang gigih, yang tak pernah berhenti berkarya meski usia sudah lanjut.

Penulis: Kristina Tia

Editor: Wanovy
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS