Target 3 Juta Rumah Kementerian PKP: Realistis atau Ilusi?

Menteri PKP Maruarar Sirait bersama jajaran melakukan pertemuan bersama Komisi V DPR RI guna membahas keberlanjutan dan perkambangan program 3 juta rumah (Foto: IG/@maruararsirait)

PARBOABOA, Jakarta - Komisi V DPR RI menggelar Rapat Kerja bersama Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, untuk membahas realisasi program pembangunan 3 juta rumah per tahun. 

Dalam rapat ini, terungkap sejumlah tantangan, seperti keterbatasan anggaran, efektivitas program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS), hingga problematika lahan dan kebijakan terpadu lintas sektor.

Anggota Komisi V DPR RI, Yanuar Arif Wibowo, melontarkan kritik tajam terhadap penjelasan menteri PKP yang terkesan seperti "omon-omon" atau omong kosong belaka.

"Ini menarik sekali, dari yang disebutkan tadi—upaya, rencana, dan proses—saya melihat Menteri Maruarar mengambil bahasa Presiden. Rencana 3 juta kok jadi omon-omon gitu," ujar Yanuar dikutip dari youtube TVRI Parlemen.

Menurutnya, pemaparan Menteri Maruarar atau Ara, dianggap tidak menyeluruh. Ia menilai penjelasan soal program 3 juta rumah belum menunjukkan kejelasan waktu penyelesaian maupun rincian anggaran yang dibutuhkan.

"Ini angka (yang dipaparkan) cuma capaian, KPI-nya enggak ada, berapa anggaran? Ketika disebut yang sedang diupayakan (pembangunan rumah subsidi) sebanyak 2.447.088 ini, belum ada anggarannya, belum ada pelaksanaannya, padahal ini sudah masuk Mei," singgung Yanuar. 

Ia juga menyentil progres pembangunan 2,4 juta rumah yang disebut tidak begitu jelas keberadaannya. Hal ini dikarenakan Menteri Ara sendiri tidak menjelaskan kapan tenggat waktu penyelesaiannya.

Yanuar juga mempertanyakan rencana pemerintah untuk merenovasi sekitar 123 ribu rumah di pedesaan. Ia mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam penggunaan dana desa, mengingat sistem keuangan desa memiliki mekanismenya sendiri yang harus dijaga.

"Saya ingin memastikan ini karena keuangan desa itu ada sistemnya sendiri, mereka itu rapuh, tidak boleh semena-mena," tegasnya.

Yanuar pun menyimpulkan bahwa program 3 juta rumah belum menunjukkan tanda-tanda pengorganisasian yang jelas, terutama dari sisi anggaran dan pelaksanaan.

Menanggapi kritik tersebut, Ara mengakui adanya sejumlah kendala serius dalam pelaksanaan program 3 juta rumah yang menjadi inisiatif Presiden RI, Prabowo Subianto. 

Persoalan tersebut mencakup dugaan tindak pidana korupsi hingga kondisi fisik rumah yang rusak sebelum digunakan.

“Saya harus sampaikan, kami menemukan dugaan korupsi yang luar biasa di Sumenep sejumlah sekitar Rp108 miliar,” ungkap Ara. 

Menindaklanjuti temuan tersebut, Kementerian PKP telah memanggil Bupati Sumenep untuk menggali lebih lanjut sejumlah indikasi yang mengarah pada dugaan korupsi. Namun, Ara belum bersedia menjelaskan detail temuan itu kepada publik.

“Saya mau buka-bukaan dan saya mau semua masyarakat Indonesia tahu bahwa ada uang yang sangat dibutuhkan rakyat tetapi ada dugaan dikorupsi. Saya anak buah Prabowo dan Prabowo sudah perintahkan, hadapi korupsi apa pun risikonya,” tegasnya.

Selain dugaan penyimpangan anggaran, Ara juga membeberkan adanya kerusakan fisik pada 2.100 unit rumah untuk eks pejuang Timor Timur di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). 

“Saya sampaikan ada 2.100 rumah buat eks pejuang Timor Timur di Kupang yang dibangun tiga BUMN yang belum dapat digunakan karena kondisinya rusak dan sangat memprihatinkan. Saya sudah panggil BUMN dan Wamen perihal ini, dan mereka mengakui itu terjadi,” ujarnya.

Ara menambahkan bahwa berbagai persoalan tersebut telah disampaikan langsung kepada Presiden Prabowo.

“Ini (rumah) belum dipakai, tetapi sudah rusak, jumlahnya 2.100 rumah. Saya sudah sampaikan langsung kepada Presiden Prabowo hal-hal yang saya sampaikan tadi,” tutur Ara.

Sebelumnya, pada Maret 2025, Ara menyatakan bahwa pemerintah sedang mempersiapkan realisasi program 3 juta rumah, yang dijadwalkan mulai dibangun setelah Lebaran 2025.

Program ini ditujukan untuk kelompok masyarakat strategis, seperti tenaga kesehatan, guru, dan nelayan. 

Dalam pelaksanaannya, program ini juga mendapat dukungan dari Presiden Prabowo dan Bank Indonesia (BI) melalui relaksasi kebijakan dalam bentuk Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Apa itu Program 3 Juta Rumah?

Program pembangunan tiga juta rumah per tahun merupakan salah satu janji utama Prabowo Subianto saat mencalonkan diri dalam Pilpres 2024. 

Dalam komitmennya, Prabowo menargetkan pembangunan dua juta unit rumah di wilayah pedesaan dan satu juta unit di kawasan perkotaan.

Ketua Satgas Perumahan, Hashim Djojohadikusumo, bahkan sempat menyatakan optimisme bahwa dalam satu periode pemerintahan, target 15 juta unit rumah dapat diwujudkan.

Untuk mendukung program ambisius ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp40,27 triliun melalui APBN 2025 guna memenuhi kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Dari total anggaran tersebut, Rp5,27 triliun dialokasikan khusus untuk Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). 

Sementara itu, sekitar Rp35 triliun disiapkan sebagai pembiayaan sektor perumahan, yang mencakup beberapa skema bantuan:

  • Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP): Rp28,2 triliun untuk 220.000 unit rumah
  • Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM): Rp0,98 triliun untuk 240.000 unit rumah
  • Subsidi Selisih Bunga (SSB): Rp4,52 triliun untuk 743.940 unit rumah
  • Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera): Rp1,8 triliun untuk 14.200 unit rumah

Untuk mempercepat realisasi program ini, pemerintah juga merencanakan kebijakan penghapusan beberapa biaya tambahan, seperti BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), biaya bentuk bangunan gedung (BBG), serta pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) selama enam bulan bagi rumah dengan harga di bawah Rp2 miliar.

Pemerintah tidak bekerja sendiri. Sejumlah perusahaan besar turut dilibatkan dalam proyek ini. Salah satunya adalah Agung Sedayu Group, perusahaan properti yang dikenal luas di wilayah Pantai Indah Kapuk, Jakarta.

Pada November 2024, pemerintah bersama pendiri Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan, melakukan peletakan batu pertama pembangunan rumah susun gratis untuk MBR di Desa Sukawali, Pakuhaji, Tangerang, Banten.

Lahan yang digunakan dalam proyek merupakan hibah pribadi dari Menteri PKP, Maruarar Sirait. Sementara pembangunan fisik dilaksanakan oleh Agung Sedayu melalui PIK2 Development. 

Selain Aguan, tercatat nama-nama besar seperti Prajogo Pangestu (Barito Group), Garibaldi Thohir (Adaro), Franky Widjaja (Sinar Mas), dan PT Harum Energy ikut dilibatkan dalam agenda pembangunan hunian bagi masyarakat.

Meski begitu, program ini tak luput dari kritik. Pakar properti Anton Sitorus dalam sebuah pernyataan pada Januari 2025 lalu menilai komunikasi publik terkait program ini masih belum konsisten. 

Salah satu yang disoroti adalah pernyataan awal bahwa rumah akan digratiskan, namun belakangan muncul ketentuan baru mengenai batas penghasilan maksimal penerima rumah subsidi, yakni Rp14 juta untuk keluarga dan Rp12 juta untuk individu lajang.

"Ini sebenarnya programnya yang seperti mengada-ada kalau menurut saya," tegas Anton.

Anton menilai bahwa pemerintah sebaiknya bersikap realistis dalam menetapkan target pembangunan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah. 

Menurutnya, sebelum masa pemerintahan Prabowo, janji serupa juga pernah dilontarkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo, namun hasilnya belum sepenuhnya terealisasi.

"Daripada pemerintah capek-capek ngomong tiga juta, tiga juta itu jadi kayak slogan-slogan yang nantinya mungkin jadi slogan kosong. Ya sudah, enggak usah muluk-muluk," pungkas Anton.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS