PARBOABOA, Jakarta - Partai Buruh dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) mengklaim akan menggelar aksi besar-besaran pada 6 Februari di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang melibatkan ribuan massa dari Jabodetabek.
FSPMI mengklaim, selain aksi di Jakarta, pihaknya juga akan melakukan aksi yang sama di sejumlah kota industri, seperti Serang, Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar, Banjarmasin, Banda Aceh, Medan, Bengkulu, Batam, Pekanbaru, Ternate, Ambon, Kupang, dan beberapa kota industri lainnya.
Adapun aksi unjuk rasa ini dilandasi terkait penolakan Perppu Cipta Kerja serta RUU Kesehatan yang tengah bergulir di parlemen.
“Dalam aksinya, Partai Buruh akan menyuarakan penolakan terhadap isi Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja,” ujar Presiden Partai Buruh Said Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Kamis (02/02/2023).
“Setidaknya ada 9 poin yang dipermasalahkan dalam omnibus law Cipta Kerja, meliputi upah minimum, outsourcing, pesangon, karyawan kontrak, PHK, pengaturan cuti, jam kerja, tenaga kerja asing, dan sanksi pidana,” lanjutnya.
Dalam RUU Kesehatan itu, Partai Buruh menyoroti revisi beberapa pasal di UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Salah satunya adalah berkurangnya perwakilan buruh menjadi satu di Dewan Pengawas.
“Yang membayar BPJS itu buruh. Kok wakil kami dikurangi," ujar Said Iqbal.
Selain itu, Partai Buruh juga menyoroti kewenangan BPJS yang semula di bawah presiden menjadi di bawah menteri kesehatan (Menkes). Hal ini menjadi sebuah tanda tanya besar sebab menurutnya pengelola jaminan sosial di seluruh dunia mayoritas di bawah presiden, bukan kementerian.
"Badan penyelenggara jaminan sosial adalah lembaga yang mengumpulkan uang dari rakyat dengan jumlah yang terus membesar, sehingga harus di bawah presiden," jelasnya.
Di samping itu, Partai Buruh juga mendesak agar RUU PPRT untuk segera disahkan.
“Secara bersamaan dengan penolakan terhadap RUU Kesehatan, Partai Buruh mendesak RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera disahkan. Hal ini sebagaimana yang diminta presiden,” tuturnya.
Said Iqbal menambahkan, RUU yang terkait dengan kepentingan bisnis terkesan cepat sekali disahkan. Tetapi, RUU PPRT yang bersifat perlindungan tak kunjung disahkan.