Ada Dugaan Ketimpangan di Penyaluran Bantuan Stunting di Kota Pematang Siantar, Tenaga Gizi: Harusnya Lebih Sering Tak Hanya Sebulan Sekali

Wali Kota Pematang Siantar, Susanti Dewayani saat menghadiri kegiatan penanganan stunting di Kelurahan Gurilla, Kecamatan Siantar Sitalasari, Sabtu (25/03/2023). (Foto: Diskominfo Pematang Siantar)

PARBOABOA, Pematang Siantar - Penyaluran pemberian bantuan gizi bagi masyarakat kurang mampu untuk penanganan stunting atau tingkat kekerdilan pada balita di setiap puskesmas di kelurahan di Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara diduga ada ketimpangan.  

Hal itu terlihat dari pemberian bantuan gizi untuk penanganan stunting dari Dinas Kesehatan Kota Pematang Siantar dan Dinas Kesehatan Pemprov Sumut yang hanya satu bulan sekali. Harusnya bantuan diberikan lebih dari satu kali sebulan, termasuk tambahan bantuan lainnya untuk keluarga yang tidak mampu.

Menurut salah seorang tenaga gizi di Puskesmas Kelurahan Martimbang, Kecamatan Siantar Selatan, L Sinaga, kendala utamanya yaitu anggaran.

"Kendalanya dana. Kalau yang kami lakukan selama ini untuk penanganan stunting mendapatkan bantuan dari Dinkes baik dari Pemko Pematang Siantar dan Pemprov Sumut serta camat dan secara teratur hanya datang setiap sebulan sekali," ujarnya kepada PARBOABOA, Rabu (19/7/2023).

Diketahui, Pemerintah Kota Pematang Siantar di 2023 harus menurunkan prevalensi stunting sebesar 3,22 persen untuk mencapai target di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sebesar 11,08 persen di 2023.

Sinaga mengungkapkan, puskesmasnya juga menerima bantuan dari donatur, masyarakat maupun koleganya sebagai tenaga kesehatan untuk membantu memenuhi asupan gizi anak-anak dan penanganan stunting.

"Dari provinsi hanya sekotak biskuit PMT (pemberian makanan tambahan) dan sekotak susu sebesar 400 gram per orang dari camat, tergantung laporan kita (nakes). Jumlah orang yang menerima, dikoordinasikan dari Pak Camat untuk memberikan dan memerlukannya. Selain itu juga ada dari donatur dan kantong-kantong kawan-kawan nakes, seperti memberikan telur," katanya.

Saat ini Puskesmas Martimbang tengah menangani 4 kasus stunting. Dari jumlah itu, 3 anak menunjukkan kondisi baik dan 1 anak terlahir dengan kondisi prematur.

"Saat ini ada 4 kasus, juga kebetulan ada satu anak yang kondisinya BBLR (bayi berat badan lahir rendah). Masih turun naik berat badannya, tiga lainnya menunjukkan kondisi yang baik selama penanganan dan kami monitoring saat pembagian bantuan tersebut," jelas Sinaga.

Ia mengungkapkan, bantuan-bantuan yang ada masih belum cukup memenuhi asupan gizi untuk anak-anak yang mengalami stunting, terutama yang berasal dari keluarga kurang mampu di sekitar puskesmasnya.

"Bantuannya kan ditujukan kepada masyarakat yang kurang mampu. Keluarga yang tidak mampu membeli susu dan asupan gizi untuk anak-anaknya agar memperbaiki kondisi yang mengalami stunting harusnya diberikan secara rutin, bukan hanya sebulan sekali, sebab itu belum cukup," imbuh Sinaga.

Sementara itu, tenaga gizi di Puskesmas Parsoburan, Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Siantar Marihat, Manurung menyebut ada 2 kasus anak yang mengalami stunting.

"Kasusnya ada 2 anak, karena tinggi badannya, tapi kita lihat secara sekilas lincah, ketika diukur tingginya, termasuk stunting. Pantauannya sebulan mau dua tiga kali, per 10 hari," ujarnya.

Manurung menjelaskan kasus stunting di lingkungannya karena perekonomian orang tua si anak yang masuk kategori kurang mampu.

"Faktornya karena ekonomi, kurang mencukupi asupan gizi selama hamil, sebab orang tuanya bekerja serabutan, ketika kami monitoring anaknya terkena stunting," ucapnya.

Namun Manurung mengaku sejauh ini tidak mengalami kendala terkait penanganan dan pemberian bantuan dalam menurunkan prevalensi stunting di Kelurahan Sukamaju.

"Kita tidak menemukan kendala, sebab sudah disalurkan pemberian biskuit PMT untuk bumil (ibu hamil) yang memiliki riwayat kurang energi kronik (KEK), biskuit PMT balita stunting dan vitamin ekstrak protein," kata dia.

Stunting Ganggu Pertumbuhan Anak

Dosen Ahli Gizi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Sumatra Utara (USU), Prof. Evawany Yunita Aritonang, mengungkapkan, faktor yang menyebabkan terjadinya stunting karena kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.

"Ada istilahnya itu pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Sejak kehamilan, hingga usia 2 tahun. Seribu hari pertama kehidupan penting, karena saat itu 85 persen otak itu terbentuk. Maka pada saat-saat ini bila tidak diberi gizi yang baik, seperti ASI eksklusif pada 6 bulan kelahiran anak, sebagai makanan yang terbaik maka otak itu tidak terbentuk dengan bagus. Hal ini yang harusnya ditekankan pada penurunan persentase penderita stunting," tegasnya melalui sambungan telepon kepada PARBOABOA. Rabu (19/7/2023).

Evawany juga mengingatkan agar penyaluran bantuan pemerintah harusnya tepat sasaran, sebab sangat membantu masyarakat memperbaiki kondisi dan asupan gizi di masyarakat, terutama bagi anak dari keluarga yang tidak mampu.

"Secara bantuan tersebut hanya sebatas tambahan dan tetap harus diawasi bagaimana penyalurannya tepat sasaran apa tidak? Walaupun dari bantuan tersebut pencegahannya tidak bisa 100 persen optimal. Yang perlu diperbaiki kesejahteraan masyarakat, untuk memenuhi kebutuhannya atas asupan gizi," jelasnya.

Ia membenarkan masyarakat sangat terbantu dalam pemberian bantuan pemerintah, tetapi hal yang perlu diperhatikan adalah perbaikan kesejahteraan dan menurunkan tingkat kemiskinan.

"Dalam penanganan stunting ini, bantuan dari pemerintah tersebut sangat terbatas namun sangat dibutuhkan. Yang perlu diperhatikan adalah kesadaran dan pemahaman memenuhi asupan gizi. Tidak harus mahal, selain untuk transisi di sisi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat, tidak bisa satu lini, semua pihak harus terlibat dalam penurunan angka stunting," pungkas Evawany.

Sementara dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Masyarakat di Dinkes Kota Pematang Siantar, Fitri Saragih mengatakan, anak yang mengalami stunting sebanyak 274 individu, di periode Januari-Maret 2023.

"Hingga saat ini (hingga Juni 2023) ada 266 orang. Menurun dari data Maret yang terdapat 274 orang," katanya kepada PARBOABOA melalui aplikasi perpesanan, Rabu (19/7/2023).

Jumlah tersebut, kata Fitri, mengalami penurunan jika berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) di Kota Pematang Siantar 2022.

Ia juga enggan merinci anggaran yang didapat Pemko Pematang Siantar dalam penurunan stunting. Menurutnya, Pemko Pematang Siantar akan memberikan biskuit, susu dan vitamin ekstrak protein ikan.

"Dalam pemberian biskuit PMT, susu untuk 90 hari dan vitamin ekstrak protein ikan gabus sudah didistribusikan melalui puskesmas. Sesuai juknis (petunjuk teknis) Kemenkes (Kementerian Kesehatan) tahun 2019, untuk laporan tersebut akan kami monitoring lebih lanjut," pungkasnya.

Editor: Kurnia
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS