PARBOABOA, Medan - Partai Buruh mengaku kecewa terhadap pemerintah melalui Menteri Koordinator bidang Perekonomian dan 11 menteri di Kabinet Kerja Joko Widodo (Jokowi) serta anggota DPR yang tidak hadir saat sidang Judicial Review Undang-Undang Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketidakhadiran tersebut, kata Presiden Partai Buruh, Said Iqbal sebagai sikap pengecut dari Menko Perekonomian, 11 menteri lain dan anggota DPR. Padahal mereka adalah dalang dari pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja.
"Kami ingin mengatakan Menko Perekonomian dan 11 menteri lainnya pengecut, munafik. Anggota DPR pengecut dan munafik. Beraninya sidang di hotel hotel mewah, beraninya sidang hanya di tempat-tempat mewah, ada uang saku mereka terima, tapi dalam sidang rakyat di MK, mereka pengecut dan munafik tidak ada satupun yang hadir," kesalnya saat aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumatra Utara, Kamis (22/6/2023).
Dalam aksinya, Partai Buruh juga menyerukan agar masyarakat tidak memilih partai politik yang sepakat dengan Undang-Undang Cipta Kerja.
"Jangan memilih 9 partai politik yang ada di parlemen sana, termasuk dua partai politik yang menyatakan menolak kemarin tidak hadir," tegas Said Iqbal.
Ia juga meminta pemerintah segera mencabut UU Cipta Kerja.
"Kami meminta Mahkamah Konstitusi memastikan uji formil yang dilakukan Partai Buruh terhadap UU Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," tegasnya.
Apalagi UU Cipta Kerja berisi kepentingan pengusaha bukan kepentingan pekerja dan telah mendapatkan kecaman dan penolakan dari berbagai pihak, imbuh Iqbal.
Selain UU Cipta Kerja, Partai Buruh juga meminta Pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang mangkrak selama 17 tahun, termasuk menolak Omnibus Law RUU Kesehatan dan aturan ambang batas pencalonan DPR dan Presiden.
"Kami berharap Gubernur dan DPRD Sumut maupun Pemerintah Pusat serta DPR mendengar suara rakyat dan mementingkan kepentingan rakyat. Kalau ini tidak dihentikan kami memastikan mogok nasional. Lima juta buruh akan keluar dari pabrik dan setop produksi di seratus ribu pabrik yang ada di perusahaan Indonesia," pungkas Said Iqbal.
Aksi di Medan, Sumatra Utara merupakan gelombang ke-9 penolakan buruh terhadap Undang-Undang Cipta Kerja. Sebelumnya, aksi diadakan di berbagai kota seperti DKI Jakarta, Tangerang di Banten, Bandung di Jawa Barat, Semarang di Jawa Tengah, Surabaya di Jawa Timur dan Batam di Kepulauan Riau.
Sebelumnya, Partai Buruh menyampaikan lima alasan yang menjadi dalil pertimbangan Mahkamah Konstitusi membatalkan UU Cipta Kerja.
Pertama, saat berstatus Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dinilai telah mengangkangi Putusan MK Nomor 91/PPU-XVIII/2020 yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional. Kedua, aturan tentang cipta kerja yang termuat di Perpu tidak memenuhi berbagai kondisi serta unsur kegentingan memaksa yang ditetapkan standarnya oleh MK.
Kemudian ketiga, pembentukan Perpu Cipta Kerja dan UU Cipta Kerja dinilai tidak memenuhi syarat partisipasi masyarakat secara bermakna.
Keempat, UU Cipta Kerja ditetapkan di luar jadwal konstitusional atau ditetapkan melampaui batas waktu dan kelima, tidak terpenuhinya syarat pembentukan Perpu menggunakan metode omnibus law, dimana Pasal 42A UU PPP mengatur metode omnibus law terbatas hanya bisa digunakan untuk peraturan perundang-undangan yang disusun dalam keadaan normal.