PARBOABOA, Jakarta - Amerika Serikat dan Iran kembali membahas program nuklir Teheran dalam sebuah pertemuan penting yang berlangsung pada Sabtu (19/04/2024) waktu setempat.
Putaran kedua ini berlangsung di Roma, Italia, tepat satu minggu setelah diskusi awal yang oleh kedua belah pihak disebut sebagai "konstruktif".
Menurut laporan televisi pemerintah Iran yang dikutip oleh AFP pada hari yang sama, pertemuan tersebut dimulai sekitar pukul 09.30 GMT dan dimediasi oleh Oman.
Gambar yang ditayangkan media pemerintah Iran memperlihatkan kedatangan Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, di Roma pada Sabtu dini hari.
Dalam lawatannya kali ini, Araghchi dijadwalkan bertemu dengan sejumlah pejabat tinggi Amerika Serikat, termasuk Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff.
Pertemuan ini menyusul diskusi sebelumnya yang digelar di Muscat, Oman. Itu merupakan pertemuan tingkat tinggi pertama antara kedua negara sejak AS secara sepihak menarik diri dari perjanjian nuklir penting pada 2018 di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump.
Sementara itu, ketegangan antara kedua negara terus berlangsung. Negara-negara Barat, termasuk AS, telah lama menuduh Iran berupaya mengembangkan senjata nuklir.
Namun, tuduhan tersebut selalu dibantah oleh Teheran. Pemerintah Iran menegaskan bahwa program nuklir yang mereka jalankan sepenuhnya ditujukan untuk keperluan sipil dan damai.
Sejak Revolusi Islam Iran pada 1979, AS dan Iran tidak lagi menjalin hubungan diplomatik secara resmi.
Ketegangan kembali meningkat setelah Trump kembali menjabat pada Januari lalu dan kembali melancarkan kampanye "tekanan maksimum" melalui pemberlakuan sanksi terhadap Iran.
Pada bulan Maret, Trump juga dilaporkan mengirimkan surat kepada Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.
Dalam surat itu, Trump mendesak dimulainya perundingan baru terkait program nuklir Iran, sembari memperingatkan akan adanya kemungkinan tindakan militer jika jalur diplomatik tidak membuahkan hasil.
Isi Perundingan
Jurnalis senior Al Jazeera, James Bays, melaporkan bahwa dalam pertemuan terbaru antara Iran dan AS, Teheran berusaha mendorong terciptanya solusi yang konsisten dan berkelanjutan dalam proses perundingan.
Pokok bahasan utama yang menjadi sorotan adalah keberlanjutan program nuklir sipil milik Iran, yang selama ini menuai kontroversi di mata dunia internasional.
Menurut Bays, perdebatan inti berkisar pada pertanyaan mendasar tentang apakah Iran harus menghentikan seluruh kegiatan nuklirnya, ataukah masih ada ruang kompromi untuk mempertahankan program nuklir dengan tujuan damai.
Ia menambahkan bahwa diskusi yang dilakukan, baik di Oman pekan lalu maupun di Roma, masih bersifat awal dan merupakan penyusunan kerangka kerja menuju perundingan yang lebih substansial.
Meski belum menghasilkan kesepakatan konkret, pertemuan ini menjadi langkah awal penting untuk menjajaki titik temu di antara dua negara yang sejak lama terlibat ketegangan diplomatik.
Pembicaraan tersebut juga menunjukkan bahwa meski hubungan kedua negara membeku sejak Revolusi Islam Iran 1979, saluran komunikasi tidak sepenuhnya tertutup, terutama dalam isu-isu strategis seperti proliferasi nuklir.
Perlu diketahui bahwa Iran selama ini membantah tudingan bahwa program nuklirnya bertujuan untuk mengembangkan senjata.
Teheran menegaskan bahwa seluruh kegiatan nuklirnya ditujukan untuk keperluan sipil, termasuk kebutuhan energi dan riset medis.
Namun, negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat, masih menaruh curiga terhadap niat sebenarnya di balik program tersebut.