PARBOABOA, Jakarta – Kota Larantuka di Flores Timur kembali menjadi magnet rohani bagi ribuan peziarah sejak Selasa, 15 April hingga Kamis, 17 April 2025.
Mereka datang bukan sekadar untuk merayakan Paskah, tetapi menjalani perjalanan rohani yang dalam melalui prosesi sakral Semana Santa.
Tradisi yang telah berlangsung berabad-abad ini bukan hanya soal seremoni, tetapi juga tentang iman, harapan, dan cinta kasih.
Di sepanjang prosesi, umat Katolik mencium patung Bunda Maria, menyanyikan lagu-lagu pujian, berdoa, serta menyalakan kemenyan dan lilin. Ritual ini menyatu dalam suasana haru dan penuh keikhlasan.
Semana Santa bukan semata seremoni keagamaan, tapi merupakan percampuran antara warisan budaya lokal dengan peninggalan Portugis dari abad ke-16.
Para peziarah membawa doa-doa khusus, termasuk permohonan kesembuhan bagi orang-orang terkasih.
"Saya percaya Tuhan tidak pilih kasih. Saya datang karena saya percaya dan ikhlas," tutur Stefan, peziarah dari Jawa Tengah.
Bagi Stefan, Semana Santa adalah ruang spiritual untuk mengungkapkan harapan dan memperdalam pengalaman iman yang tulus.
Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung, mengajak masyarakat luas untuk bahu-membahu menyukseskan Semana Santa 2025.
Dalam keterangannya pada Kamis, 17 April 2025, ia menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor demi kelancaran dan keamanan kegiatan. Hingga Rabu, 16 April, tercatat 1.112 peziarah telah tiba di Larantuka.
“Keamanan adalah prioritas utama,” ujarnya.
Dengan semangat toleransi dan gotong royong, Mgr. Fransiskus berharap tradisi tahunan ini bisa berjalan lancar dan membawa berkat bagi semua.
"Larantuka, Kota Reinha Rosari, Kota Toleransi. Mari sukseskan Semana Santa Tahun 2025," tegasnya.
Amankan Prosesi
Guna menjamin keamanan Semana Santa, Polres Flores Timur mengerahkan 386 personel gabungan sejak 16 hingga 19 April 2025.
Waka Polres Kompol Teosasar Ngulu menjelaskan, personel gabungan tersebut terdiri dari Brimob Polda NTT, Brimob Maumere, hingga Polairud yang akan menjaga prosesi laut pada Jumat, 18 April.
Sebanyak lima pos pengamanan didirikan, antara lain di bandara, pasar inpres, gereja katedral, dan pelabuhan.
"Kami pastikan seluruh rangkaian Semana Santa berjalan dengan aman dan damai," ujar Teosasar.
Akar Sejarahnya
Semana Santa, atau dalam bahasa lokal disebut Hari Bae, adalah pekan suci umat Katolik di Larantuka yang sarat makna pertobatan dan pembaruan rohani.
Tradisi ini dimulai sejak abad ke-16, saat bangsa Portugis tiba di Nusa Tenggara Timur. Menurut cerita warga, prosesi ini bermula dari penemuan patung Tuan Ma di Pantai Larantuka pada tahun 1510, yang kemudian diidentifikasi sebagai Bunda Maria oleh seorang misionaris.
Semana Santa menjadi tonggak spiritual masyarakat Flores Timur, dengan doa dan puasa selama 40 hari sejak Rabu Abu.
Kapela Tuan Ma menjadi pusat ibadah selama masa ini, mengikat umat dalam kebersamaan dan pengharapan.
Prosesi Semana Santa berlangsung sepekan, dimulai dari Minggu Palma hingga Minggu Paskah.
Salah satu momen paling sakral adalah prosesi laut Tuan Meninu, di mana patung Yesus diarak menggunakan perahu tradisional 'berok' dari pesisir Kota Rowido menuju Pantai Kuce.
Para pendayung perahu biasanya membawa ujud doa khusus yang disebut permesa. Ribuan umat berpakaian hitam, menandai suasana berkabung atas wafatnya Yesus.
Mereka menggenggam rosario, merapal doa, dan menyatukan hati dalam kesunyian Jumat Agung.
Hari Sakral Semana Santa
Dalam tradisi Semana Santa, masyarakat menjalani hari-hari sakral dengan penuh kekhusyukan dan makna spiritual yang mendalam.
Perayaan dimulai pada Minggu Palma, ketika umat berkumpul dan mengikuti prosesi mengelilingi katedral.
Suasana penuh haru mengenang kedatangan Yesus ke Yerusalem, di mana Ia disambut dengan daun palma sebagai lambang kemenangan dan harapan.
Memasuki Rabu Trewa, suasana menjadi semakin syahdu. Kapela Tuan Ma dan Tuan Ana dipadati umat yang datang untuk berdoa dan merenung.
Di sela-sela keheningan doa keluarga, terdengar suara-suara gaduh yang berasal dari seng bekas yang dibunyikan oleh anak-anak—sebuah tradisi simbolik yang menjadi bagian tak terpisahkan dari hari tersebut.
Pada Kamis Putih, peringatan Perjamuan Terakhir digelar dengan penuh penghormatan. Salah satu momen paling sakral terjadi saat patung Tuan Ma dimandikan oleh lima suku besar.
Upacara ini dilakukan secara tertutup, hanya dihadiri oleh mereka yang ditunjuk secara khusus, sebagai bentuk penghormatan terhadap peristiwa suci sebelum penyaliban Yesus.
Kemudian, Jumat Agung menjadi puncak kesedihan dalam rangkaian Semana Santa.
Dalam keheningan yang menyelimuti kota, umat mengikuti arak-arakan jenazah Yesus yang dimulai dari Kapela dan berakhir di Gereja Katedral.
Prosesi ini menjadi pengingat akan pengorbanan Yesus demi keselamatan umat manusia.
Akhirnya, seluruh rangkaian ditutup dengan sukacita pada Minggu Paskah. Hari ini dirayakan dengan Minggu Halleluya yang penuh kegembiraan dan pengharapan baru.
Di saat yang sama, dilakukan pula penyerahan tugas Mardomu dalam upacara Sera Punto Dama, menandai dimulainya babak baru dalam pelayanan dan pengabdian umat.
Semana Santa di Larantuka adalah lebih dari sekadar tradisi. Ini adalah perayaan iman yang memadukan warisan sejarah, spiritualitas, dan kebersamaan.
Di tengah gegap gempita zaman, Semana Santa tetap berdiri sebagai mercusuar harapan yang tak pernah padam di hati umat.