Dubes Palestina Menangis Ceritakan Genosida Anak-Anak Gaza di Sidang PBB

Ribuan anak di jalur Gaza mengalami genosida dari tentara Israel (Foto: Unsplash/Linephoto)

PARBOABOA, Jakarta - Tangis pecah di ruang Dewan Keamanan PBB saat Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, menyuarakan jeritan hati bangsanya. 

Dalam pidato yang penuh emosi, ia menggambarkan penderitaan mendalam anak-anak Palestina yang menjadi korban kebrutalan militer Israel sejak pelanggaran gencatan senjata pada Maret 2025.

Lebih dari sekadar laporan diplomatik, Mansour mengungkapkan luka kemanusiaan yang terus menganga. 

Ia menyebutkan bahwa sejak pelanggaran gencatan senjata tersebut, lebih dari 1.300 anak di Gaza telah meregang nyawa akibat serangan Israel. Ribuan lainnya terluka. 

Angka itu belum mencakup mereka yang menjadi korban kelaparan dan anak-anak yang terbunuh dalam serangan-serangan besar sebelumnya, baik di Gaza maupun di Tepi Barat.

"Sejak (Zionis) Israel melanggar gencatan senjata pada Maret, lebih dari 1.300 anak terbunuh dan sekitar empat ribu terluka. Mereka adalah anak-anak. Ini adalah pembantaian barbar. Anak-anak!" seru Mansour dikutip dari X @Palestina_UN, Jumat (30/5/2025).

Ia juga menggambarkan betapa parahnya kondisi kemanusiaan yang diderita anak-anak Palestina akibat blokade. 

Ribuan dari mereka mengalami kelaparan akut. Di tengah kepedihan, Mansour mengangkat realitas memilukan yang banyak beredar dalam bentuk gambar dan rekaman. 

Ia menyebut banyak peristiwa di mana para ibu yang mendekap jasad anak-anak mereka, membelai rambut mereka, berbicara pada mereka, dan meminta maaf, meski nyawa anak-anak itu telah pergi.

"Gambar para ibu mendekap jasad anaknya yang tidak bergerak, mengelus rambut anak-anaknya, bicara pada mereka, meminta maaf pada mereka. Ini tidak tertahankan, siapa yang tahan?" ucapnya dengan air mata yang tak bisa dibendung.

Pidato emosional tersebut disampaikan menyusul insiden tragis terbaru di Gaza. Ratusan warga Palestina yang tengah mengantre bantuan makanan justru disambut tembakan dan penangkapan oleh pasukan Israel. 

Sedikitnya empat orang kehilangan nyawa dalam antrean yang semestinya menjadi titik harapan hidup mereka.

Dalam suasana diplomasi yang kerap dingin dan formal, suara Riyad Mansour hadir sebagai pengingat bahwa angka-angka korban bukan sekadar statistik. 

Mereka adalah anak-anak yang direnggut nyawanya, keluarga yang hancur, dan masa depan yang dibunuh secara sistematis.

Upaya Diplomatik

Kelompok Hamas, sebelumnya menyatakan bahwa komunikasi dengan para mediator internasional mengenai gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tawanan dengan Israel terus berlangsung tanpa henti. 

Dalam pernyataan terbaru, juru bicara Hamas, Abdul Latif al-Qanoua, mengungkapkan terdapat sejumlah usulan yang tengah dibahas, termasuk yang diajukan utusan Presiden Amerika Serikat, Steve Witkoff.

Pada 13 Maret lalu, media Israel melaporkan Witkoff mengajukan sebuah proposal yang mencakup beberapa poin penting. 

Poin-poin itu, antara lain pembebasan lima warga Israel yang ditahan di Gaza, pemberlakuan gencatan senjata selama 50 hari, pembebasan sejumlah tahanan Palestina dari penjara Israel, pemberian akses bantuan kemanusiaan, serta pembukaan jalan bagi negosiasi tahap kedua.

Menanggapi proposal tersebut, Hamas menyatakan kesediaannya untuk menerima poin-poin yang diajukan, termasuk pembebasan seorang tentara Israel-Amerika dan pengembalian empat jenazah sandera berkewarganegaraan ganda. 

Namun, al-Qanoua menegaskan bahwa hambatan utama dalam mencapai kesepakatan adalah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. 

Menurutnya, Netanyahu lebih mementingkan kelangsungan kekuasaannya daripada keselamatan warganya sendiri yang menjadi sandera di Gaza. "Kelanjutan kesepakatan sangat tergantung pada sikap Netanyahu," ujarnya.

Lebih jauh, al-Qanoua menyatakan kesiapan Hamas untuk terlibat dalam setiap bentuk pengaturan pemerintahan Gaza, selama dilakukan berdasarkan konsensus nasional. 

Ia menegaskan bahwa Hamas tidak memiliki ambisi untuk memonopoli kekuasaan administratif di wilayah tersebut. 

Di sisi lain, ia juga mengecam keras dimulainya kembali operasi militer Israel yang memicu gelombang kekerasan baru. Al-Qanoua menyebutnya sebagai “perang genosida” yang dijalankan dengan dukungan langsung Amerika Serikat. 

Ia menyerukan agar AS menekan Israel untuk menghentikan serangan dan kembali ke jalur gencatan senjata, serta tidak menjadi bagian dari konflik yang menghancurkan kehidupan sipil.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS