PARBOABOA - Asap mengepul pekat dari pembakaran kayu yang habis dilahap api. Baranya membumbung, menyebar rata ke seluruh wadah memasak berbahan metal yang disebut kancah.
Di dalam wadah, sudah ada beras yang dicampur dengan air, rempah-rempah, sayur mayur, daging sapi dan santan.
Waktu masih menunjukkan pukul 14.00 wib, petugas dapur di Masjid Raya Al Mashun Medan sudah sibuk menyiapkan makanan berbuka yang akan memasak bubur sup, makanan khas dari negeri Melayu Deli, menu sang Sultan.
Saya mencicipinya. Rasanya khas, bubur nasi yang bercampur dengan kuah dan sayur-sayuran.
Aroma rempah begitu terasa saat dihirup. Begitu dikunyah, dominan bumbu-bumbuan seperti bawang putih, buah pala, kayu manis dan lainnya begitu kaya memenuhi lidah.
Pengurus Masjid Raya Al Mashun Medan, Muhammad Hamdan menjelaskan, sudah menjadi tradisi saat bulan ramadan menghadirkan menu berbuka.
"Makanan ini akan menghangatkan tubuh dan membuat tubuh fit setelah seharian berpuasa," ucapnya.
Kata dia, tradisi menghadirkan menu bubur pedas, sudah berjalan sejak era Sultan ke 9 Al Rasyid Perkasa Alam yang ingin bersedekah ke para musafir.
Di masa kepemimpinannya, lanjutnya, bubur pedas yang menjadi menu utama. Seiring berjalannya waktu, dirubah dan diganti menjadi bubur sup.
"Karena banyaknya masyarakat yang antusias untuk mencicipi menu di masjid berusia 112 tahun di Kota Medan ini," terangnya.
Hamdan menerangkan, bubur sup tersedia di Masjid Raya Al Mashun mulai dari awal puasa hingga 27 ramadan.
Pengurus juga akan menyandingkan menu khas lainnya yang tidak kalah menarik dan enak, yaitu anyang, salad tradisional dari negeri melayu.
Untuk menjaga khasan rasa, panganan itu semua masih dimasak secara konvensional, menggunakan kayu bakar dan wadah berbahan tembaga.
Diakui Hamdan, dalam sehari pengurus masjid bisa memasak hingga 1.000 porsi bubur sup. Tersedia secara gratis dan tidak hanya bisa dinikmati di tempat, diperbolehkan dibawa pulang.
"Penyediaan menu berbuka itu sendiri, berasal dari sumbangan para donator, bukan kas pribadi sultan," sebutnya.
Hamdan menerangkan, proses memasak bubur sup sendiri memakan waktu sedikitnya tiga jam.
Lama nya proses memasak ini yang menjadikan alasan hanya bisa menggunakan wadah dari tembaga atau kancah.
"Tujuannya agar matang merata dan tidak membuat hangus pada permukaan dasar karena ketebalannya," katanya.
Hamdan menerangkan, Masjid Raya Al Mashun dibangun pada 1906 dan selesai pada 1909. Awal pendiriannya, masjid ini menyatu dengan kompleks Istana Maimun dan menjadi jejak kejayaan Deli.
Jika dilihat pada bagian kubahnya, bentuknya pipih dan berhiaskan bulan sabit, dengan khas gaya Moor.
Dilihat secara detil, ornamennya terdapat lukisan cat minyak berbentuk bunga-bunga dan tumbuhan yang berkelok-kelok di dinding, plafon dan tiang.
Menurut literatur yang dibaca, Masjid Raya Al Mashun dibangun oleh Sultan Al Rasyid Perkasa Alamsyah ke 9 dengan mendatangkan langsung arsitek dari Belanda. Lokasi masjid berdekatan dengan Istana Deli (Istana Maimun).
Masjid ini jika dilihat pada sisi kanan (utara-timur), terdapat miniaret dengan bentuk yang unik, serta denah bujur sangkar yang menyangga bagian atasnya berbentuk silindris.
Hiasan badan miniaret merupakan campuran model Mesir, Iran dan Arab. Mihrabnya cukup indah, terbuat dari marmer dan di atapi oleh kubah runcing.