PARBOABOA - Tim peneliti di China berhasil mengembangkan robot untuk kloning babi. Inovasi ini bertujuan mengurangi ketergantungan China untuk impor babi, sebagai negara konsumen daging babi terbesar di dunia.
Dikutip dari South China Morning Post, Selasa (17/1/2023), induk babi di China berhasil melahirkan tujuh anak hasil kloning di College of Artificial Intelligence, Universitas Nankai, Tianjin, China.
"Seluruh tahap kloning dilakukan otomatis tanpa melibatkan campur tangan manusia”, kata Liu Yaowei, anggota tim yang mengembangkan teknologi tersebut.
Sebelumnya, universitas telah berhasil menghasilkan anak babi yang dikloning menggunakan robot, tetapi banyak bagian dari proses yang masih melibatkan manusia, dan terkait dengan margin kesalahan yang lebih tinggi.
Namun, sejak itu tim peneliti berhasil meningkatkan algoritmenya untuk memungkinkan proses yang sepenuhnya dikelola dan dijalankan oleh robot.
"Sistem bertenaga AI kami dapat menghitung ketegangan di dalam sel dan mengarahkan robot untuk menggunakan kekuatan minimal untuk menyelesaikan proses kloning, yang mengurangi kerusakan sel yang disebabkan oleh tangan manusia," ujar Liu.
Perkembangan baru ini, bisa memungkinkan China menawarkan metode yang sangat disambut baik untuk pengadaan daging babi mereka.
Teknik paling umum untuk mengkloning embrio yang layak di laboratorium disebut transfer inti sel somatik. Proses ini melelahkan dan memakan waktu dan perlu dilakukan di bawah mikroskop.
Dibutuhkan sel telur (oosit) dan sel tubuh (sel somatik) yang terakhir diambil dari hewan untuk dikloning. Peneliti kemudian mengeluarkan inti dari sel telur, yang bisa berasal dari hewan lain, dan menggantinya dengan inti dari sel tubuh.
Pada tahun 2017, tim dari Universitas Nankai menghasilkan anak babi pertama di dunia yang dikloning menggunakan robot. Namun pada percobaan pertama ini, beberapa bagian dari proses kloning, termasuk penghapusan inti sel telur, masih harus dilakukan oleh manusia.
Sejak itu, tim peneliti meningkatkan algoritma kontrol mereka dan sekarang dapat melakukan kloning sepenuhnya secara otomatis.
"Makalah peer-review akan segera muncul di jurnal Engineering untuk melaporkan detail teknis," kata Liu.
Dalam lima tahun terakhir, tim juga telah mampu meningkatkan tingkat keberhasilan pengembangan embrio kloning dari 21% menjadi 27,5%, dibandingkan dengan tingkat keberhasilan 10% untuk operasi manual.
Liu berharap kemajuan ini dapat membuat stok babi berkualitas tinggi lebih banyak tersedia di China, dan bahkan dapat membantu negara itu mandiri di tengah kekhawatiran akan rentannya pembatasan impor dari AS dan negara-negara Barat lainnya.
Pan mengatakan teknik kloning menggunakan robot, serta ilmu yang lebih luas dari mikro-manipulasi sel, dapat diterapkan di berbagai aplikasi dalam peternakan, termasuk reproduksi dan pembiakan selektif.
"Kami menantikan komersialisasi kloning robot yang tidak diragukan lagi akan memiliki pengaruh besar dan mendalam pada industri dan kehidupan masyarakat umum," tutupnya.
Sebelum ini, Pan telah bekerja untuk membuat lebih dari 1.000 klon setiap hari, yang menyebabkan dia menderita sakit punggung akibat sulitnya proses tradisional.
Namun, karena proses baru menggunakan robot, tingkat keberhasilan proses kloning lebih tinggi karena tingkat sel yang rusak lebih rendah.