PARBOABOA, Jakarta – Peningkatan sejumlah titik kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terjadi di wilayah Sumatra Utara.
Hal tersebut menyebabkan kualitas udara menjadi buruk, bahkan sempat berada di level beracun.
Urgensi kualitas udara pun menjadi perhatian dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
Dalam upaya agar anak-anak tetap bisa mendapatkan pendidikan di saat udara buruk, KemenPPPA kemudian melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak.
Pihak yang dimaksud adalah Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), serta Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Hasilnya, disarankan agar pemerintah daerah membuat kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) khusus di wilayah terdampak.
Kebijakan ini dibuat demi mencegah anak-anak terpapar risiko infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan penyakit lainnya yang dapat mengganggu produktivitas dalam belajar dan bermain.
Sementara itu, Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan KemenPPPA, Amurwani Dwi Lestariningsih, menilai jika kebijakan PJJ dapat menjadi opsi sementara yang relevan untuk melindungi anak-anak.
Dia menyebut, penerapan PJJ sementara juga dapat menekan peningkatan kasus ISPA di kalangan anak-anak. Seperti halnya yang sempat dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Depok ketika kualitas udara berada di kategori tidak sehat.
Amurwani menegaskan, hak untuk mendapatkan kesehatan bukan hanya untuk orang dewasa, tapi juga bagi anak-anak.
Karhutla di Sumatra Selatan
Sebelumnya, telah terjadi kebakaran hutan dan lahan di 6 lokasi yang berada di Sumatra Selatan.
Keenam lokasi karhutla itu masing-masing terletak di Kabupaten Ogan Komering, mencakup PT KS, PT BKI, PT SAM, dan PT RAJ.
Kemudian, di Kedaton Kayu Agung OKI, termasuk PT WAJ, dan satu lahan lagi yang kepemilikannya masih dalam penyelidikan.
Kini, keenam lokasi itu telah dipasangi garis Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) dan papan larangan berkegiatan untuk mencegah meluasnya dampak karhutla.
Hal tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Pasal 74 ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sampai saat ini, belum diketahui penyebab dari terjadinya karhutla di 6 lokasi itu. Namun, Direktur Jenderal GAKKUM LHK, Rasio Ridho Sani, memastikan bakal mengambil tindakan tegas apabila karhutla diakibatkan oleh ulah manusia.