Efektivitas Program Bantuan Sosial bagi Masyarakat Pinggiran

Sosialisasi dan Pembagian Dana PKH di Desa Compang Cibal, Flores, NTT. (Foto: Parboaboa/Norben Syukur)

PARBOABOA, Jakarta - Di balik gemerlap kota, ada cerita lain yang sering luput dari perhatian.

Di sudut-sudut kota, di balik bangunan-bangunan megah dan jalanan sibuk, termasuk di desa-desa pelosokan terdapat masyarakat yang hidup dalam kondisi serba kekurangan.

Mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan mengandalkan bantuan sosial dari pemerintah untuk bertahan hidup.

Pertanyaannya, apakah bantuan ini benar-benar efektif mencapai mereka yang membutuhkan dan memberikan dampak yang berarti?

Pemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai program bantuan sosial untuk membantu masyarakat miskin.

Mengutip dari laman resmi Indonesia Baik, pada Rabu (18/09/2024), bantuan sosial (bansos) merupakan program yang diinisiasi oleh pemerintah untuk membantu memenuhi kebutuhan masyarakat yang kurang mampu.

Dengan adanya program bansos ini, pemerintah berharap kesejahteraan masyarakat Indonesia dapat meningkat secara signifikan.

Beberapa program yang populer antara lain Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), dan Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Setiap program memiliki tujuan berbeda, mulai dari memberikan bantuan uang tunai hingga memastikan kebutuhan pangan terpenuhi.

Berdasarkan data Kementerian Sosial, sekitar 10 juta keluarga menerima manfaat dari PKH pada tahun 2023. Namun, pertanyaan mengenai efektivitas program-program ini tetap menjadi bahan perdebatan.

Kementerian Sosial menyebutkan bahwa penyaluran PKH mencapai 98% pada tahun 2023. Namun, angka ini tidak serta merta berarti bahwa bantuan tersebut efektif.

Efektivitas program bantuan sosial tidak hanya diukur dari seberapa tepat waktu bantuan tersebut disalurkan, tetapi juga dari dampak jangka panjangnya terhadap kesejahteraan penerima.

Apakah program-program ini benar-benar membantu masyarakat miskin untuk keluar dari kemiskinan, atau hanya memberikan bantuan sementara?

Ada kritik yang mengatakan bahwa program bantuan sosial justru menciptakan ketergantungan.

Banyak yang berpendapat bahwa bantuan yang terus-menerus diberikan tanpa adanya program pemberdayaan hanya akan membuat masyarakat bergantung dan malas bekerja.

Namun, penelitian dari Lembaga Demografi Universitas Indonesia pada tahun 2022 memberikan pandangan berbeda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerima PKH yang juga mendapatkan program pemberdayaan cenderung lebih aktif mencari pekerjaan dan mengalami peningkatan pendapatan rumah tangga sebesar 15% dibandingkan yang tidak.

Ini menunjukkan bahwa bantuan sosial yang diintegrasikan dengan program pemberdayaan ekonomi dapat memberikan dampak yang lebih signifikan.

Dasar hukum pelaksanaan program bantuan sosial di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.

Undang-undang ini mengatur bahwa bantuan sosial harus tepat sasaran, tepat jumlah, tepat waktu, tepat kualitas, dan tepat administrasi.

Namun, dalam praktiknya, tantangan masih banyak. Salah satu tantangan terbesar adalah memastikan bahwa bantuan benar-benar tepat sasaran, terutama di daerah pinggiran yang akses informasi dan administrasinya masih terbatas.

Data yang tidak akurat sering kali menjadi penghambat. Banyak kasus di mana penerima bantuan adalah mereka yang sebenarnya tidak berhak, sementara yang benar-benar membutuhkan justru tidak mendapatkannya.

Data Kementerian Sosial pada tahun 2022 mengungkapkan bahwa sekitar 7% penerima PKH tidak sesuai kriteria.

Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana mekanisme verifikasi dan validasi data penerima bantuan bisa diperbaiki.

Salah satu solusi yang diusulkan adalah memperkuat sistem verifikasi data penerima bantuan, misalnya melalui pemanfaatan teknologi digital dan basis data terpadu.

Di beberapa daerah, penggunaan teknologi digital untuk memantau penyaluran bantuan terbukti lebih efisien dan dapat mengurangi angka kesalahan penerima.

Integrasi program bantuan sosial dengan program pemberdayaan ekonomi juga menjadi kunci untuk meningkatkan efektivitas.

Contoh nyata bisa dilihat di beberapa daerah di Indonesia yang telah menerapkan pelatihan keterampilan kerja bagi penerima bantuan atau memberikan akses modal usaha.

Dengan cara ini, masyarakat tidak hanya menerima bantuan tetapi juga mendapatkan alat dan kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka secara mandiri.

Hasilnya cukup positif; banyak penerima bantuan yang berhasil meningkatkan penghasilan mereka dan mengurangi ketergantungan pada bantuan sosial.

Selain itu, peran pemerintah daerah sangat penting dalam keberhasilan program bantuan sosial. Pemerintah daerah, dengan pemahaman yang lebih baik tentang kebutuhan masyarakat setempat, dapat memastikan distribusi bantuan yang lebih tepat sasaran.

Beberapa kabupaten di Jawa Timur, misalnya, telah mengembangkan sistem digital untuk memantau penyaluran bantuan. Hasilnya, sistem ini terbukti lebih efisien dan mampu mengurangi kesalahan dalam penyaluran bantuan.

Selanjutnya, pemerintah diharapkan terus melakukan evaluasi dan penyesuaian kebijakan bantuan sosial.

Bantuan sosial seharusnya tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek, tetapi juga untuk membangun fondasi yang kuat bagi masyarakat miskin agar dapat bangkit dari kemiskinan.

Sinergi antara bantuan sosial dan program pemberdayaan ekonomi adalah langkah yang harus terus diperkuat.

Dengan pendekatan yang lebih holistik dan integrasi yang lebih baik antara bantuan sosial dan program pemberdayaan, harapannya adalah masyarakat pinggiran dapat lebih mandiri.

Pada akhirnya, efektivitas program bantuan sosial akan diukur bukan hanya dari seberapa cepat atau tepat bantuan disalurkan, tetapi dari seberapa besar dampaknya dalam mengubah kehidupan masyarakat miskin menjadi lebih baik.

Pemerintah perlu melihat lebih jauh dari angka-angka penyaluran dan mulai fokus pada dampak jangka panjang yang dapat membawa perubahan nyata.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS