PARBOABOA, Pematangsiantar - Sejak 22 Juli kemarin, Parboaboa telah menerbitkan tiga laporan khusus tentang bahaya tersembunyi limbah pakaian terhadap lingkungan.
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa banyak pakaian bekas berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) dan sulit terurai karena terbuat dari bahan sintetis.
Tanpa disadari, Industri tekstil yang sedang berkembang pesat, memang telah mendorong trend fast fashion yang menyebabkan surplus pakaian dan pencemaran lingkungan. Akibatnya banyaknya limbah yang dibuang.
Situasi ini menjadi tantangan besar bagi Indonesia dalam mengelola limbah tekstil, terutama karena kurangnya fasilitas daur ulang yang memadai.
Untuk mengatasi masalah tersebut dan mengurangi dampak kerusakan lingkungan, diperlukan solusi jangka Panjang, salah satunya dengan menerapkan ekonomi sirkular.
Pengamat Ekonomi, Darwin Damanik menerangkan, ekonomi sirkular merupakan pilihan yang tepat untuk persoalan limbah tekstil di Indonesia, termasuk di Pematangsiantar.
"Konsep ekonomi sirkular akan memaksimalkan nilai penggunaan suatu produk dan komponennya secara berulang sehingga tidak ada sumber daya yang terbuang," kata Darwin kepada Parboaboa, Rabu (31/7/2024).
Ia mengatakan, di kota Pematangsiantar sebenarnya sudah ada beberapa komunitas yang aktif mendaur ulang barang bekas dan sampah.
Hal ini, tegasnya, menunjukkan bahwa penerapan ekonomi sirkular untuk limbah tekstil di kota terbesar kedua di Sumut itu sangat mungkin dilakukan.
Jika diupayakan secara serius akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat setempat. Lantas ia menyarankan agar Pemko segera membuat Rencana Tindak Lanjut (RTL) dengan melibatkan komponen dan stakeholder pendukung.
"Dari perusahaan, masyarakat, universitas dan pemangku kepentingan lainnya yang berkaitan dengan rantai nilai industri tekstil di kota Pematangsiantar," jelasnya.
Terpisah, Kabid Aset Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Pematangsiantar, Alwi Adrian Lumbangaol mengatakan Pemko berencana menambahkan TPA untuk mencegah kerusakan lingkungan akibat limbah sampah.
Rencana tersebut, kata dia, telah dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang saat ini sedang dalam proses penyelesaian.
"Selain untuk mencegah penumpukan sampah, sampah yang diolah di TPA juga akan dimanfaatkan," kata Alwi kepada Parboaboa pekan lalu.
Alwi berharap pengolahan sampah di Pematangsiantar yang dimulai tahun ini akan semakin produktif pada 2025 nanti.
Parboaboa telah meminta keterangan Kabid Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup Pematangsiantar, Manotar Ambarita terkait masalah limbah pakaian dan upaya pemerintah kota mengatasinya, namun hingga tulisan ini dipublish Manotar belum merespons.
Contoh baik sebenarnya telah dilakukan oleh Desainer terkenal dan brand lokal seperti Rupahaus, Osem, dan Haku. Mereka mengadopsi praktik sustainable fashion dan daur ulang untuk membantu mengurangi pencemaran lingkungan.
Daur ulang ini tidak hanya menjaga lingkungan tetap bersih tetapi juga membuka peluang kerjasama baru. Barang-barang lama diolah kembali menjadi produk baru sehingga mendorong terciptanya karya seni yang lebih kreatif dan inovatif.
Dalam jurnal Produk Fashion dari Limbah untuk Mendukung Kegiatan Sustainable Fashion yang ditulis Viky Kimbarlina dan Enrico, praktik sustainable fashion dan daur ulang ini terbukti mengurangi limbah fashion, dengan tingkat pengurangan mencapai 85 persen.