PARBOABOA, Jakarta - Pada hari Selasa, 17 Desember 2024, gempa bumi berkekuatan Magnitudo 7,5 mengguncang wilayah Kepulauan Vanuatu yang terletak di Pasifik Selatan.
Gempa ini terjadi sekitar pukul 08.57 WIB dan menyebabkan tsunami lokal dengan ketinggian mencapai 0,25 meter.
Badan Geologi AS (USGS) mencatat bahwa tsunami lokal ini terjadi di wilayah barat daya Kepulauan Vanuatu, tepatnya di laut pada kedalaman 50 kilometer dan berjarak sekitar 47 kilometer dari Port Vila, ibu kota Vanuatu.
BMKG menjelaskan bahwa gempa tersebut termasuk dalam kategori gempa dangkal yang dipicu oleh aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia yang menekan lempeng Pasifik.
Aktivitas geologi ini, yang berlangsung dengan kecepatan 92 mm per tahun, menyebabkan gempa dengan mekanisme pergerakan naik dan mendatar yang dikenal dengan istilah "oblique thrust fault", yang terjadi di Palung Vanuatu.
Seiring dengan gempa tersebut, gelombang tsunami lokal tercatat pada beberapa titik. Di Tide Gauge Port Vila, ketinggian gelombang tercatat 0,25 meter pada pukul 09.07 WIB, dan di titik lain seperti Tide Gauge Lennakel dan Luganville, dengan ketinggian tsunami tercatat masing-masing 0,19 meter dan 0,13 meter.
Meskipun ada peringatan tsunami sementara, BMKG memastikan bahwa tsunami ini tidak akan mencapai wilayah Indonesia, dan masyarakat di pesisir diminta untuk tetap waspada namun tidak panik.
Namun, dampak gempa yang begitu besar dirasakan di Vanuatu sendiri. Gempa berkekuatan Magnitudo 7,3 yang terjadi beberapa jam kemudian pada pukul 12.47 waktu setempat, menyebabkan kerusakan besar di ibu kota Port Vila.
Gedung-gedung bertingkat runtuh, termasuk bangunan yang menampung kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) dan kedutaan asing lainnya.
Korban jiwa dilaporkan berjatuhan, dengan sejumlah mayat ditemukan di jalan-jalan dan reruntuhan gedung-gedung.
Salah satu saksi mata, Michael Thompson, yang berbicara dengan AFP menggunakan telepon satelit, menggambarkan suasana mencekam pasca-gempa, di mana mayat-mayat tergeletak di berbagai sudut kota dan tanah longsor menimbun sebuah bus.
Berdasarkan pengamatan awal, ancaman tsunami sempat diumumkan untuk wilayah pesisir Vanuatu dan negara-negara tetangga di Pasifik.
Namun, peringatan tsunami segera dicabut setelah analisis lebih lanjut. Laporan awal dari Pusat Peringatan Tsunami Pasifik mengindikasikan bahwa gelombang setinggi satu meter bisa saja menghantam pesisir, namun ancaman ini tidak terbukti.
Dampak lebih lanjut dari gempa ini termasuk kerusakan pada infrastruktur utama. Beberapa jembatan di Vanuatu dilaporkan hancur, dan sebagian besar jaringan seluler terputus, menghalangi komunikasi darurat.
Sementara itu, pemerintah Vanuatu kesulitan memberikan informasi terkait situasi terkini karena situs web resmi dan saluran komunikasi publik mengalami gangguan.
Berita mengenai kerusakan gedung-gedung yang menampung kedutaan besar negara-negara seperti AS, Prancis, dan Inggris menyebar luas, dengan gambar dan video yang memperlihatkan kerusakan parah di Port Vila, termasuk gedung-gedung yang runtuh dan kendaraan yang tertimpa reruntuhan.
Di sisi lain, bantuan internasional mulai berdatangan. Palang Merah Australia menyatakan kesiapan untuk memberikan bantuan darurat, sementara tim penyelamat bekerja keras mencari korban yang terjebak di bawah reruntuhan.
Pusat triase dibangun di luar Rumah Sakit Pusat Vila, yang menjadi tempat perawatan bagi ribuan korban yang terluka.
Sejumlah korban dilaporkan tewas di rumah sakit, dan banyak lagi yang membutuhkan perawatan segera.
Gempa ini, meskipun tidak menyebabkan ancaman tsunami yang meluas, tetap menimbulkan kerusakan yang sangat besar di Vanuatu.
Laporan dari berbagai sumber, termasuk AFP dan Reuters, menunjukkan bahwa korban jiwa terus bertambah, dengan 73.000 orang dilaporkan terkena dampak langsung dari bencana ini.
Dari jumlah tersebut, sekitar 36.000 orang berada di Port Vila, ibu kota negara, yang menjadi wilayah terparah terdampak.
Peristiwa ini juga mengingatkan kita akan rentannya negara-negara kecil di kawasan Pasifik terhadap bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami.
Meskipun sistem peringatan dini dan kerja sama internasional dapat membantu mengurangi dampak bencana, tantangan besar tetap ada dalam hal pemulihan pascabencana.
Kini, perhatian dunia tertuju pada upaya penyelamatan dan pemulihan yang akan berlangsung dalam beberapa hari dan minggu mendatang.