PARBOABOA, Pematang Siantar - Petani karet di Provinsi Sumatra Utara pasang badan dengan penurunan harga karet dunia. Jika nilainya anjlok, siap-siap untuk hemat biaya operasional yang harus dikeluarkan.
Salah satu petani karet di Dolok Masihol, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatra Utara, R. Gurning mengatakan, saat harga turun, dia biasanya akan memperkecil biaya operasional, mulai dari perawatan, pemberian pupuk hingga upah pekerja.
“Kalau sampai harga karet turun, pasti akan berdampak ke perawatan, pemupukan dan hasil panen tidak akan maksimal,” kata Gurning, lewat telepon, (07/10).
Gurning menjelaskan, saat harga karet turun, biasanya hanya 40 persen lahan yang diberi pupuk, yakni dari total luasan perkebunan yang dimilikinya sekitar 10 hektare, maka empat hektare saja yang diberi pupuk. Disamping itu, katanya kembali, jumlah pekerja yang mengurus lahannya akan dikurangi termasuk upah yang diberikan. Bahkan terkadang dikerjakannya sendiri.
“Untuk keadaan normal upah penderes lateks dengan basis 30 liter/hari yaitu Rp86 ribu dan upah pengumpulan getah karet (lum) dengan basis 20 kg/mangkuk yaitu Rp82 ribu," ucapnya.
“Terpaksa kami harus mengurangi pekerja, jika tidak mampu lagi mau tidak mau ya kami harus mengerjakannya sendiri tanpa bantuan pekerja,” kata Gurning kembali.
Ia menjelaskan saat ini harga karet lateks dan getah karet lum masih normal. Jika terjadi penurunan sistem operasional akan dirubahnya sesuai kondisi. Disebutkan Gurning, saat ini harga lateks Rp6105/liter dan getah karet lum di Rp7.300/kg. Untuk per hektare lahan karet bisa mencapai 100-110 pohon.
“Perpohonnya bisa diberikan 350 gram pupuk urea, 260 gr SP-36, 300 gr KCL dan 75 gr Kieserit dengan tujuan agar karet terhindar dari hama dan penyakit,” ucap Gurning.
Ekspor Menurun
Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut menyebut, realisasi ekspor karet dari provinsi ini untuk pengapalan September 2022 menurun tipis 0,1 persen menjadi 28.978 ton dibandingkan bulan sebelumnya.
Sekretaris Gapkindo Sumut, Edy Irwansyah mengatakan, realisasi ini masih jauh dari rata-rata ekspor bulanan sebelum masa pandemi Covid-19, yakni sekitar 38 ribu ton. Edy menyebut, dilihat secara total, volume Januari-September 2022 sebanyak 278.885 ton, naik tipis sebesar 1,94 persen dibandingkan periode yang sama di 2021.
"Penurunan ini lebih dipengaruhi karena permintaan masih sepi dari buyer utama yakni pabrik ban dunia. Disamping itu, juga sedikit dipengaruhi adanya penundaan pengiriman (delay shipment)," jelasnya.
Edy menjelaskan, secara global, menurut the Association Natural Rubber Producing Countries (ANRPC) pada Agustus-September 2022, ada peningkatan pasokan sebesar 85 ribun ton. Peningkatan pasokan global ini berimbas kepada sepinya permintaan, khususnya ke Indonesia. Tercatat, negara tujuan ekspor September sebanyak 30 negara, dengan peringkag pergama Jepang (32,5 persen), disusul Brazil (13,5 persen), USA (13,9 persen), Turki (6,1 persen) dan China (5,1 persen).
"Posisi Brazil pada tahun ini sejak bulan Juli menempati posisi ke-2 negara tujuan ekspor karet Sumatera Utara," jelasnya.
Pada Oktober ini, Edy memprediksi pengapalan ekspor mulai membaik seiring degan mulai membaiknya harga dibandingkan dengan posisi saat September. Tercatat harga rata-rata karet jenis TSR20 di bursa berjangka Singapura (SGX) sebesar 133,12 sen AS per kg. Rata-rata tertinggi pada Februari sebesar 179,57 sen.
"Pergerakan harga pada hari ini 137,6-13-138,0. Diperkirakan terus membaik, setidaknya hingga akhir bulan," ucap Edy.