Kementerian BUMN Bakal Berubah Jadi Badan Pengaturan, DPR dan Pemerintah Sepakati 11 Poin Revisi UU

Juru bicara Partai Gerindra yang juga Anggota Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade (Foto: Dok. Kompas)

PARBOABOA, Jakarta – Perubahan besar terhadap tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN) segera terwujud.

DPR RI bersama pemerintah resmi menyepakati revisi Undang-Undang (UU) BUMN, yang salah satu poin utamanya adalah menghapus nomenklatur Kementerian BUMN dan menggantinya dengan Badan Pengaturan BUMN atau disingkat BP BUMN.

Kesepakatan ini dibacakan langsung oleh Ketua Panitia Kerja (Panja) Revisi UU BUMN, Andre Rosiade, dalam rapat Komisi VI DPR RI bersama pemerintah yang digelar di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (26/9/2025).

Dalam paparannya, Andre menegaskan bahwa perubahan nomenklatur tersebut menjadi pintu masuk untuk merombak kewenangan dan peran lembaga yang mengurus BUMN di Indonesia.

Menurut Andre, keberadaan BP BUMN nantinya akan berfungsi sebagai badan pengatur yang memiliki tugas lebih jelas dan terstruktur dibandingkan model kementerian sebelumnya.

“Pengaturan terkait lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang BUMN dengan nomenklatur Badan Pengaturan BUMN, yang selanjutnya disebut BP BUMN,” kata Andre.

Selain soal nomenklatur, revisi UU ini juga mengatur mekanisme peralihan kewenangan dari Kementerian BUMN kepada BP BUMN, termasuk pemberian peran yang lebih luas agar lembaga ini mampu mengoptimalkan peran strategis BUMN di sektor ekonomi nasional.

Salah satu pengaturan penting adalah soal dividen seri A dwiwarna, yang nantinya akan dikelola langsung oleh BP BUMN dengan persetujuan Presiden.

Dari sisi kelembagaan, revisi juga menegaskan larangan rangkap jabatan menteri maupun wakil menteri di jajaran direksi, komisaris, maupun dewan pengawas BUMN.

Ketentuan ini menjadi tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 128/PUU-XXIII/2025.

DPR bahkan mengatur secara khusus jangka waktu penyelesaian rangkap jabatan tersebut setelah putusan MK diucapkan.

Tidak berhenti di situ, revisi UU BUMN juga menghapus aturan lama yang sebelumnya membolehkan anggota direksi atau komisaris berasal dari pihak yang bukan penyelenggara negara.

Sebagai bentuk pembaruan, DPR dan pemerintah sepakat mempertegas prinsip kesetaraan gender dalam tubuh BUMN.

Artinya, peluang menduduki posisi strategis di level direksi, komisaris, maupun manajerial kini lebih terbuka bagi perempuan.

Di bidang keuangan, revisi juga menyentuh perlakuan perpajakan atas transaksi yang melibatkan holding internasional, holding investasi, maupun pihak ketiga yang diatur dalam peraturan pemerintah.

Selain itu, ada pula aturan pengecualian bagi pengusahaan BUMN tertentu yang ditetapkan sebagai alat fiskal negara oleh BP BUMN.

Laporan keuangan BUMN nantinya tetap berada dalam kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), demi menjaga transparansi dan akuntabilitas.

Secara keseluruhan, revisi ini mencakup perubahan besar pada 84 pasal UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

Dari jumlah tersebut, DPR RI melalui Panja Revisi UU BUMN merumuskan 11 poin pokok perubahan yang telah disinkronisasi dengan masukan para pakar, akademisi, hingga tim perumusan.

Andre menyebut, proses pembahasan dilakukan maraton sejak 23 hingga 26 September 2025, termasuk rapat dengar pendapat umum dan perumusan daftar inventarisasi masalah (DIM).

“Jadi ada 84 pasal yang kita ubah dalam RUU ini, dengan 11 poin pokok utama perubahan yang sudah disepakati. Semua sudah disinkronkan dengan materi pengaturan lain yang relevan,” ujar Andre.

Perubahan mendasar ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan tata kelola BUMN di Indonesia.

Dari sebuah kementerian yang bersifat eksekutif, BUMN kini akan diatur oleh sebuah badan khusus yang bertugas sebagai pengendali dan regulator.

Harapannya, transformasi ini dapat meningkatkan efisiensi, transparansi, serta peran BUMN dalam menopang perekonomian nasional.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS