PARBOABOA, Jakarta – Tim negosiasi tarif dagang Amerika Serikat (AS) telah tiba di Washington DC. Mereka bergerak cepat dengan mengadakan sejumlah pertemuan dengan pejabat terkait. Delegasi Indonesia yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto akan berada di negara Paman Sam hingga minggu depan.
“Kami telah bertemu dengan Secretary of Commerce Howard Lutnick dan US Trade Representative Ambassador Jamieson Greer. Akan ada rencana pertemuan dengan Secretary Treasury minggu depan. Dan kemarin, Menlu [Menteri Luar Negeri] Pak sugiono telah bertemu mitra secretary of state Marco Rubio,” kata Airlanga dalam konferensi pers yang digelar virtual Jumat (18/4/2025).
Menteri Airlangga yang saat memberi keterangan didampingi Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono dan Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari E. Pangestu menggambarkan pertemuan antara delegasi Indonesia dengan para pejabat AS tersebut berlangsung secara hangat, cair, dan konstruktif
Indonesia termasuk negara paling awal yang diterima AS disamping sejumlah negara lain seperti Vietnam, Jepang, dan Italia.
Keduanya bahkan telah bersepakat untuk menyelesaikan perundingan dalam 60 hari. Kerangka acuan telah disetujui kedua belah pihak tinggal ditindaklanjuti tim teknis kedua negara. Perundingan dapat berlangsung hingga tiga putaran.
“Dan kami berharap dalam 60 hari kerangka kerja sudah bisa ditindaklanjuti dalam bentuk format perjanjian yang akan disetujui antara Indonesia dan Amerika,” kata Airlangga.
Poin Penting
Indonesia menawarkan sejumlah opsi kepada pihak AS, antara lain meningkatkan pembelian LPG, crude oil, dan gasoline. Pemerintah juga menyatakan akan terus membeli produk agrikultur seperti gandum dan kedelai. Pembelian barang-barang modal juga akan dinaikkan.
Selain itu Indonesia juga mendorong penguatan kerjasama di sektor pengembangan SDM seperti pendidikan, science and technology, engeneering, mathemtics, ekonomi digital, dan financial services. Pemerintah juga telah mempersiapkan sejumlah insentif bagi perusahaan-perusahaan AS yang beroperasi di Indonesia.
Sedangkan di pihak Indonesia, pemerintah meminta AS mengenakan tarif bea masuk produk ekspor utama seperti garmen, alas kaki, tekstil, furnitur, dan udang, tidak lebih tinggi dari negara pesaing baik yang tergabung di ASEAN mapun negara Asia lainnya.
Sebagaimana diketahui, Amerika mengenakan tambahan tarif 10 % bagi produk-produk tersebut.
“Ekspor kita biayanya menjadi lebih tinggi, karena tambahan biaya tersebut diminta oleh para pembeli (di AS) agar di-sharing dengan eksportir Indonesia. Jadi bukan pembelinya saja yang membayar pajak tersebut,” jelas Airlangga.