PARBOABOA, Aceh - Pengoperasian Bus Trans Koetaradja di Provinsi Aceh yang hingga kini masih belum berbayar alias gratis mendapat tanggapan dari Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno.
Meski merupakan komitmen Pemprov Aceh yang peduli dengan angkutan umum sebagai layanan dasar kebutuhan masyarakat namun Djoko menilai ada sejumlah tantangan pengoperasian bus Trans Koetaradja.
Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata ini mengatakan, tantangannya seperti ketepatan waktu, koneksi antarkoridor yang membutuhkan halte interchange, penyiapan jalur khusus dan mendorong masyarakat untuk beralih ke angkutan umum dari kendaraan pribadi.
“Penerapan tarif pelayanan, peningkatan layanan dari UPTD ke BLUD, pelayanan yang dapat menjangkau seluruh area perkotaan dengan dukungan mikrotrans, pelayanan yang mudah, cepat dan tepat melalui layanan modern berbasis digital dan penggunaan emisi gas rumah kaca dengan beralih ke bus listrik,” jelas Djoko.
Ia melanjutkan, penambahan jumlah armada di setiap koridor juga perlu dilakukan untuk memperpendek headway di halte, sehingga penumpang tidak perlu lama menunggu.
Menurut Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat itu, perlu diberlakukan sistem pembayaran non-tunai dan pembaharuan sistem halte ke arah yang lebih canggih.
“Andai sudah berbayar, sistem pembayaran sebaiknya non-tunai. Kemudian sejumlah halte dapat dilengkapi informasi jadwal kedatangan bus atau Public Transportation Information System,” imbuh Djoko Setijowarno.
Bus Trans Koetaradja melayani dua wilayah administrasi, yakni Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar.
Kepala Balai Pengelola Transportasi Darat Aceh, Mulyahadi menjelaskan anggaran operasional untuk menunjang layanan transportasi di provinsi itu Aceh meningkat setiap tahunnya. Termasuk jumlah penumpangnya.
Jika dirinci, dari sisi subsidi operasional sebesar Rp1,7 miliar di 2016, Rp5,4 miliar di 2017, Rp7,6 miliar di 2018, Rp11,4 miliar di 2019, Rp13,2 miliar di 2020, Rp12,9 miliar di 2021, Rp15,1 miliar di 2022 dan Rp9,5 miliar di 2023.
Mulyahadi juga mengakui adanya peningkatan jumlah penumpang sejak 2016 hingga 2023.
“Produktivitas penumpang tertinggi terjadi pada tahun 2019 yang mencapai hingga 5.695.526 penumpang,” jelasnya.
Peluncuran operasional perdana Bus Trans Koetaradja dilakukan pada 2 Mei 2016. Mulanya ada 25 bus besar bantuan dari Kementerian Perhubungan. Kemudian di 2017 mendapat tambahan 5 bus medium dan 10 bus medium lagi di 2018. Adapun total armada bus mencapai 40 armada.
“Hingga saat ini tercatat sebanyak 52 armada bus Trans Koetaradja yang beroperasi. Untuk 2023 sudah dianggarkan sebesar Rp9 miliar untuk penambahan armada,” tambah Mulyahadi. Editor: Kurnia