PARBOABOA, Pematangsiantar – Iring Sitinjak (47) bersama rekan-rekan komunitas Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Pematangsiantar pesimis.
Pasalnya, selama dua tahun terakhir, rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang disabilitas yang diajukan pihaknya belum menemui titik terang.
Sementara draft Ranperda tersebut telah diserahkan kepada kepala Dinas Sosial (Dinsos), Pariaman Silaen, sejak Sabtu (10/12/2022) lalu, bertepatan dengan peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI).
Sebagai informasi, Ranperda yang diajukan Iring bersama PPDI merupakan aturan turunan dari ketentuan hukum dalam UU No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.
Dalam kerangka hukum di Indonesia, penerapan UU tersebut dikembalikan ke pemerintah setempat untuk disesuaikan dengan konteks sosial politik wilayah tersebut.
Pengajuan draft Raperda, dengan demikian, menjadi salah satu bentuk kepedulian PPDI agar pemerintah mampu mengakomodasi kebutuhan hidup kaum disabilitas.
“Kami ingin menyerahkannya ke Walikota sewaktu berlangsungnya HDI dua tahun yang lalu, tapi yang diwakilkan adalah Dinsos,” ungkapnya melalui sambungan telepon kepada PARBOABOA, Selasa (16/04/2024).
Perda yang diajukan pihak PPDI Pematangsiantar, demikian ungkap Iring, akan menjadi payung hukum yang berguna untuk melindungi hak-hak kaum disabilitas.
Mereka mengharapkan pengakuan dari pemerintah terhadap eksistensi dan survivalitas kaum disabilitas.
Dalam draft Ranperda tersebut, Iring bersama rekan-rekan PPDI hendak menuntut kesamaan hak bagi para kaum penyandang dalam memperoleh akses fasilitas dan pelayanan publik yang juga diperuntukkan bagi kaum penyandang disabilitas.
Di pihak lain, mereka juga menginginkan pemenuhan hak atas pendidikan, kesehatan, serta mendapatkan kesempatan lowongan kerja yang sama.
Harapan itu rupanya menuai jalan buntu di tangan pemerintah Pematangsiantar. Ranperda yang semula menjadi harapan bagi penyandang disabilitas tidak menemukan titik terang.
Pemerintah, demikian ungkap Iring, tampak bersikap pasif dalam menindaklanjuti aspirasi mereka. Ia tak tahu nasib Ranperda itu sudah sampai pada titik mana.
“Setelah itu kami susul lagi, namun mereka (pemerintah) tidak tahu dimana keberadaan Ranperda itu,” imbuhnya.
Ia menyebut, pihaknya merasa tertipu setelah menyadari bahwa penyerahan draft Ranperda tidak diikutsertakan dengan tanda serah terima berkas.
“Hanya foto saja,” ungkapnya.
Hal ini membuat mereka pesimis mengenai apakah pemerintah menerima aspirasi tersebut. Beberapa fakta yang disampaikan rupanya memperkuat dugaan mereka bahwa pemerintah bekerja setengah hati dalam mengayomi hak-hak kaum disabilitas.
Namun, ia bersama PPDI berjanji untuk mengajukan kembali Ranperda kepada pemerintah. Sehingga niat baik mereka dapat didengarkan dan Ranperda tersebut bisa diterima untuk kemudian disetujui.
“Istilahnya, tidak ada guna jika undang-undang mengakui hak-hak kaum disabilitas, tetapi tidak diikuti dengan Perda,” paparnya.
PARBOABOA telah menghubungi Kepala Bidang (Kabid) Rehabilitasi Sosial Dinsos P3A, Supratman Malau untuk mengkonfirmasi persoalan tersebut.
Namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada jawaban dari yang bersangkutan.
Sekilas tentang PPDI
Komunitas PPDI Pematangsiantar adalah salah satu lembaga non partisan yang terbuka bagi seluruh organisasi sosial penyandang disabilitas.
Komunitas ini diketuai oleh Sahrul Dalimunthe dan beranggotakan 78 orang penyandang disabilitas.
Di Indonesia sendiri, PPDI telah hadir sejak tahun 1987. Tujuannya adalah menjadi wadah perjuangan, konsultasi, koordinasi, advokasi dan sosialisasi disabilitas di tingkat nasional dan internasional.
Melansir dari laman resmi Dewan Pengurus Pusat (DPP) PPDI, pendirian komunitas ini mengusung visi untuk mewujudkan partisipasi penuh dan kesamaan kesempatan penyandang disabilitas dalam segala aspek Kehidupan dan Penghidupan.
Sedangkan misi PPDI adalah melakukan koordinasi dan konsultasi, advokasi terhadap perjuangan hak dan peningkatan kesejahteraan, menyeimbangkan kewajiban dan hak, mengupayakan keterpaduan langkah, memberdayakan penyandang disabilitas, dan melakukan kampanye kepedulian dan kesadaran publik tentang penyandang disabilitas.
PPDI didirikan dengan dasar hukum UU No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas yang merujuk pada Pasal 28H ayat (2) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 yang mengatur hak asasi penyandang disabilitas.
Editor: Defri Ngo