PARBOABOA, Jakarta - Maraknya travel haji ilegal menyita perhatian publik. Terlebih karena tindakan jasa travel nakal ini sangat merugikan calon jamaah haji. Baik dari aspek ekonomi maupun pelaksanaannya.
Melansir situs resmi Kemenag, Selasa (18/06/2024), Direktur Asosiasi Penyelenggaraan Haji Umrah dan In-Bound Indonesia (Asphurindo), Muhammad Iqbal Muhajir, merincikan beberapa tips kepada para calon jemaah memilih Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Adapun tujuannya, untuk menghindari calon jemaah dari janji-janji travel haji dan umrah ilegal.
Asphurindo merupakan salah satu konsorsium penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK) pada musim haji tahun 2024.
Iqbal mengaku sangat prihatin dengan maraknya warga negara Indonesia yang tertangkap petugas keamanan di Arab Saudi lantaran tanpa mengantongi visa haji saat berangkat ke Makkah.
Karena itu, jelasnya,, agar para jemaah bisa memilih travel haji yang benar bisa menggunakan aplikasi haji pintar.
Selain itu sambungnya, pastikan travel haji umrah tersebut memiliki izin dan punya Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
Dia menegaskan, jasa travel itu, resmi atau tidak resmi itu sangat tergantung pada BPIH.
BPIH awal, terangnya, berkisar pada angka USD 4.000 setara Rp 65.112.000 atau BPIH pelunasan.
Artinya, ketika mendaftar semua jemaah pastikan ada BPIH-nya. Jika tidak ada BPIH itu sudah menjadi tanda kalau travel tersebut tidak resmi.
Kalau tidak ada BPIH-nya, “itu sudah menjadi titik terang dan patut dipertanyakan," katanya.
Demikianpun dengan Mujamalah. Ia melanjutkan, calon jemaah harus memiliki user sendiri. Memastikan kuotanya ada.
Termasuk visa furodahnya tersedia lebih dahulu. Lalu BPIH-nya juga harus ada.
Semua jemaah haji resmi itu jelasnya, harus mendapatkan BPIH, porsi awal, nomor porsi.
Kalau tidak ada, itu artinya indikasi bagi haji ziarah. Jadi pertama-tama, “tentunya cari di haji pintar, ya..!" terangnya.
Pada aplikasi Kementerian Agama juga tambahnya, ada daftar nama PIHK yang resmi.
Setelah nama-nama PIHK resmi, sambungnya, cari nomor posisi sendiri atau BPH. Langkah itu terangnya, bisa menyortir mana saja yang resmi dan yang tidak resmi.
Terkait travel haji nakal, Iqbal juga mengapresiasi kerja aparat keamanan Arab Saudi yang melakukan sweeping jemaah non visa haji.
Ia menegaskan bahwa PIHK di seluruh Indonesia itu tidak ada satupun yang menjual visa non-haji.
Menurutnya yang menjual visa non-haji itu adalah travel-travel nakal, non-PIHK, rata-rata mereka itu adalah non-PIHK yang menjual visa non-haji.
Adapun PIHK resminya bernaung di bawah Kementerian Agama.
Lembaga ini yang resmi menjual haji khusus yang merupakan kuota dari Kementerian Agama termasuk Furoda Mujamalah.
Jadi, menurut dia, tidak ada PIHK-PIHK di Indonesia yang menjual visa non-haji.
Kalaupun ada, pihaknya bersama Kementerian Agama terus membina sebagaimana amanat Undang-Undang mengatakan mitra Kemenag adalah asosiasi.
Asosiasi, tambahnya, akan terus mengawasi dan memberikan pembinaan agar tidak ada PIHK yang menjual paket ibadah menggunakan visa non-haji resmi.
Namun, Alhamdulillah, sejauh ini semua berjalan lancar. Apalagi lanjutnya, dengan adanya tambahan kuota sebanyak 27 ribu.
Pihaknya berharap tidak ada lagi PHK yang menjual visa non-haji untuk tahun-tahun yang akan datang.
Para penjual paket ibadah tanpa visa haji resmi ini adalah agen travel yang tidak jujur. Mereka menggoda calon jemaah dengan menjual visa ziarah atau visa turis untuk tujuan berhaji.
Dia menambahkan, tahun ini, kami melihat keseriusan pemerintah Arab Saudi dalam menangani masalah ini.
Apartemen-apartemen diperiksa secara menyeluruh, ada checkpoint setiap hari, bahkan hingga 6-7 kali sehari.
Semua pihak dikerahkan, mulai dari polisi hingga tentara, untuk mencari jamaah yang menggunakan visa non-haji di Mekah dan Madinah.
Dengan upaya yang luar biasa ini,katanya, diharapkan tahun depan tidak ada lagi jemaah yang menggunakan visa ziarah untuk berhaji.
"Di daerah seperti Syisya, Aziziah, Rhaudah, Nujha, dan Khudai, tindakan pemerintah Arab Saudi sangat agresif dalam memberantas penggunaan visa ziarah untuk berhaji," pungkasnya.
Editor: Norben Syukur