PARBOABOA, Jakarta - Virus mematikan COVID-19 kembali muncul dan meneror ketenangan hidup manusia.
Gelombang baru COVID-19 baru-baru ini menyerang Singapura. Pihak berwenang Singapura memperkirakan gelombang penyerangan tersebut akan memuncak pada akhir Juni 2024.
Menurut Ong Ye Kung, saat ini virus COVID-19 masih berada pada tahap awal. Gelombangnya akan terus meningkat.
Gelombang ini akan mencapai puncaknya dalam dua hingga empat minggu ke depan, "yang berarti antara pertengahan dan akhir Juni," katanya, dikutip dari Livermint, Selasa, (21/05/2024).
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Singapura juga menjelaskan, rata-rata rawat inap harian akibat COVID meningkat menjadi sekitar 250 dari 181 orang pada pertengahan Mei 2024.
Meskipun terdapat peningkatan kasus COVID, jumlah pasien yang memerlukan perawatan medis di rumah sakit tetap rendah, hanya tiga kasus per hari.
Ong mengakui bahwa negaranya masih dapat menangani perawatan pasien COVID-19 jika kasus penularannya meningkat dua kali lipat.
Namun, sambungnya, jika laju penularan lebih tinggi, ia khawatir beban rumah sakit bertambah.
Jika jumlah kasus COVID-19 meningkat dua kali lipat, kata Ong, dan 500 pasien di antaranya perlu dirawat, jumlah tersebut masih dapat ditangani oleh Singapura.
Tetapi jika jumlahnya mencapai 1.000 pasien, akan menjadi beban besar bagi sistem rumah sakit.
Dalam menghadapi lonjakan tersebut, Ong meminta semua sistem pelayanan kesehatan di Singapura mulai bersiap-siap.
Meski berpotensi memuncak hingga akhir Juni, sementara jelas Ong, tidak ada rencana melakukan peningkatan protokol kesehatan, karena COVID-19 secara global sudah menjadi endemi.
Menkes Singapura ini menjelaskan, kenyataannya COVID-19 sudah menjadi sesuatu yang harus dijalani. Bahkan setiap tahun, diperkirakan akan mengalami satu atau dua gelombang kasus ini.
Adapun varian COVID-19 yang saat ini melanda di sejumlah negara adalah menular di JN.1 dan sub-variannya, termasuk KP.1 dan KP.2.
Adapun saat ini, COVID-19 varian KP.1 dan KP.2 menjadi COVID yang mendominasi di Singapura.
Gejala Covid-19 Varian KP.1 dan KP.2
1. Demam dan Menggigil
Varian KP.1 dan KP.2 dari COVID-19 sering menyebabkan demam dan sensasi menggigil pada penderitanya, mirip dengan gejala varian sebelumnya.
Demam adalah respon alami tubuh terhadap infeksi, di mana tubuh meningkatkan suhu untuk melawan patogen. Sensasi menggigil juga terjadi sebagai respons terhadap perubahan suhu tubuh.
Namun, intensitas demam yang disebabkan oleh infeksi virus dapat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti usia dan kondisi kesehatan umum individu.
2. Gejala Pernapasan
Batuk, sakit tenggorokan, dan kesulitan bernapas adalah gejala umum pada varian FLiRT, mirip dengan varian sebelumnya seperti JN.1.
Batuk merupakan respons tubuh untuk membersihkan saluran pernapasan dari lendir, debu, atau benda asing lainnya.
Sakit tenggorokan dan kesulitan bernapas dapat terjadi akibat peradangan pada saluran pernapasan atas dan bawah.
Gejala pernapasan ini dapat bervariasi dalam tingkat keparahannya, mulai dari ringan hingga parah.
Dalam beberapa kasus, gejala pernapasan yang parah mungkin memerlukan perawatan medis intensif, terutama jika terjadi penurunan fungsi paru-paru yang signifikan.
Segera cari bantuan medis jika mengalami kesulitan bernapas atau gejala pernapasan lainnya.
3. Gangguan Pencernaan
Varian FLiRT juga bisa menyebabkan gejala pencernaan seperti sakit perut, diare ringan, dan muntah.
Walaupun gejala-gejala pencernaan ini mungkin kurang umum dibandingkan dengan gejala pernapasan, tetap harus diwaspadai karena dapat menjadi indikasi infeksi yang serius.
Infeksi virus dapat memicu peradangan pada saluran pencernaan, yang dapat menyebabkan gejala seperti nyeri perut, diare, dan muntah.
Meski biasanya gejala-gejala ini lebih ringan daripada gejala pernapasan, namun tetap bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan mempengaruhi kualitas hidup penderita.
4. Kehilangan Indra Penciuman dan Pengecapan
Kehilangan indra penciuman dan pengecapan adalah gejala khas yang sering muncul pada infeksi virus, termasuk COVID-19.
Meskipun alasan pastinya belum sepenuhnya dipahami, kondisi ini sering kali berkaitan dengan peradangan pada jaringan hidung dan tenggorokan.
5. Otak Kabut dan Kelelahan
Penderita varian FLiRT sering melaporkan gejala seperti otak kabut dan kelelahan yang berat. Otak kabut atau disorientasi adalah gangguan kognitif yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berpikir jernih dan mengingat informasi.
Gejala neurologis seperti otak kabut dapat muncul pada beberapa penderita COVID-19, terutama pada kasus yang lebih parah.
Kelelahan yang berat juga sering terjadi selama infeksi virus, karena tubuh berusaha melawan patogen dan memulihkan diri dari penyakit.
Editor: Norben Syukur