PARBOABOA, Jakarta – Beberapa waktu lalu Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melakukan penarikan terhadap buku cetak Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn) SMP kelas 7 untuk direvisi lantaran ada kesalahan materi.
Terkait hal tersebut, Komisi X DPR mengingatkan Kemendikbudristek untuk cermat dan berhati-hati dalam menyusun materi buku-buku pelajaran sekolah.
Adapun kesalahan materi dalam buku PPKn SMP kelas 7 itu terkait dengan konsep Ketuhanan dan Trinitas dalam agama Kristen. Masalah ini pun mendapat sorotan dari banyak warganet sehingga membuat sejumlah pihak protes.
“DPR menyayangkan sekaligus mengingatkan Kemendikbudristek untuk selektif dalam menentukan penulis buku, apapun jenis bukunya, terutama yang akan menjadi pegangan wajib bagi siswa,” terang anggota Komisi X DPR RI, Andreas Hugo Pareira.
Penyusunan Buku Pelajaran Sekolah
Komisi X meminta Kemendikbudristek agar melibatkan pakar dari berbagai latar belakang untuk penyusunan setiap materi pembelajaran. Hal tersebut, kata Andreas, dilakukan demi menghindari terjadinya kekeliruan materi di buku pelajaran sekolah.
“Khusus menyangkut agama, sebaiknya melibatkan penulis yang benar-benar mempunyai keahlian dalam agama dan sebaiknya dari agama yang sama dengan bidang keagamaan yang ditulis,” terangnya.
“Ini untuk menghindari ketidakpahaman yang memicu kecurigaan antar-pemeluk agama,” imbuh Andreas.
Legislator dari Dapil NTT I itu juga mengingatkan, sebelum diedarkan, penyusunan buku pelajaran harus melewati proses verifikasi secara resmi. Menurutnya, buku pelajaran tidak boleh asal dibuat lantaran bisa berdampak fatal.
“Menulis tentang agama sebaiknya juga tidak menyangkut dogma dalam agama tetapi lebih menyangkut pemahaman informasi umum tentang agama tertentu,” tegasnya.
Sekalipun dalam proses revisi buku PPKn kelas 7 Kemendikbud melibatkan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Andreas masih khawatir muatan materi sebelumnya telah diterima siswa sehingga memungkinkan terjadinya informasi sesat.
“Seharusnya Kemendikbud melibatkan pakar atau ahli yang memang kompeten di bidangnya sejak awal penyusunan buku materi pelajaran,” ungkap Andreas.
Penyusunan Buku Pelajaran Perlu Diperiksa Ulang
Selain terkait permasalahan ini, Andreas juga mengatakan, persoalan serupa juga sudah pernah terjadi sebelumnya meski dalam konteks materi yang berbeda.
“Kekeliruan dalam buku PPKn merupakan fenomena gunung es dari buruknya proses penyusunan buku materi pelajaran yang dilakukan Kemendikbud,” pungkasnya.
“Penyusunan materi pelajaran seharusnya dikerjakan secara ilmiah dan bertanggung jawab. Tidak boleh hanya sekadar proyekan yang menguntungkan sekelompok orang secara materi,” sambung Andreas.
Dengan ini, DPR RI meminta semua buku materi pelajaran yang sudah dicetak Kemendikbud agar dikaji ulang dan diteliti secara seksama. Andreas menyebut, bukan tidak mungkin terdapat kekeliruan lainnya di buku pelajaran.
“Kalau Pemerintah Pusat saja sudah menyampaikan ilmu pengetahuan yang tidak tepat, bukan tak mungkin generasi muda masa depan bangsa Indonesia bakal memiliki pemahaman sesat dalam memahami agama-agama yang ada di Indonesia,” urainya.
Andreas mengatakan, sikap toleran serta saling menghormati antar-pemeluk agama berbeda hanya bisa ditumbuhkan jika ada pemahaman yang tepat dari agama-agama yang ada di Indonesia.
“Sesat pikir akibat kekeliruan pelajaran dapat berakibat fatal bagi kebinekaan serta persatuan dan kesatuan Indonesia,” tutup Andreas.