PARBOABOA, Jakarta - Sudah hampir enam tahun Taufik Hidayatullah (42) menekuni profesi sebagai pengemudi ambulans jenazah, di Badan Pemulasaran Jenazah (Barzah) Yayasan Dompet Dhuafa.
Pria asal Indramayu ini merupakan pengemudi di Palang Merah Indonesia (PMI), sebelum ia menjadi pengemudi mobil jenazah. Saat itu, Taufik terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari PMI dan harus rela menganggur selama tiga bulan.
"Sebelum di Dompet Dhuafa, saya juga pernah di PMI. Sejak kena PHK saya nganggur selama tiga bulan," kata Taufik kepada Parboaboa saat ditemui di Jakarta Barat, Senin (26/6/2023).
Perkerjaannya sebagai pengemudi mobil jenazah di Dompet Dhuafa ia dapat secara tidak sengaja di 2018. Taufik melihat lowongan pengemudi tersebut di Masjid Jami Al-Huda, Batu Ceper, Tangerang. Tanpa pikir panjang, Taufik akhirnya memilih mencoba melamar posisi itu dengan modal pengalamannya bekerja di PMI.
"Akhirnya saya diterima bekerja di sana dan menempatkan mobil ambulans jenazah di posko Masjid Jami Al-Huda, tepatnya di Jalan Daan Mogot kilometer 21, Batu Ceper agar mobil bisa standbye selama 24 jam," jelasnya.
Taufik menjelaskan, tugas utamanya harus melayani penjemputan dan pengantaran jenazah selama 24 jam.
"Sesuai SOP (standar operasional prosedur), kita melayani selama 24 jam untuk penjemputan dari rumah sakit untuk dibawa ke rumah duka. Kemudian, dari rumah duka ke pemakaman umum," jelas Taufik.
Selain itu, Taufik juga ditugaskan untuk melakukan sosialisasi terlebih soal layanan mobil ambulans jenazah gratis dari Yayasan Dompet Dhuafa bagi masyarakat dhuafa, masjid di wilayah Jabodetabek.
Saat ini, hampir enam tahun Taufik telah menjalani tugasnya, yaitu mengantarkan jenazah di posko Masjid Al Huda, Batu Ceper hingga ke Kota Palembang dan Bengkulu.
Taufik juga mengaku, selama menjalani tugasnya kerapkali ia dihadapkan dengan berbagai pengalaman atau kondisi yang tak mengenakan. Bahkan tak jarang ia kerap mengalami pengalaman mistis terlebih saat ia terpaksa harus melewati jalanan sunyi di tengah hutan, saat menjalankan tugasnya.
"Memang benar, sopir ambulans jenazah ini identik dengan hal-hal mistis, karena 24 jam kami melayani pengantaran jenazah," ucap Taufik.
Tak jarang, kata Taufik, sebelum subuh ia harus segera bergegas menjemput atau mengantarkan jenazah menuju rumah duka.
"Atau bahkan, jam dua atau jam tiga pagi kita masih dalam perjalanan dengan kondisi di tengah hutan. Dan pengalaman mistis itu memang suka ada, kita hanya bisa ikhlas saja," ucap Taufik.
Menurut Taufik, dirinya hanya bisa ikhlas apabila mengalami kejadian atau pengalaman mistis tanpa menyangkutpautkan dengan jenazah yang tengah diantarnya.
"Jadi balik lagi, kita lebih kepada profesionalisme aja bahwa tugas kita adalah untuk mengantar jenazah sampai ke tempat tujuan," ujar Taufik.
Suka Duka Jadi Pengemudi Mobil Jenazah
Selama menjalani pekerjaan, Taufik pun tak luput dari kesan yang kurang mengenakan terutama saat dalam perjalanan menuju rumah duka.
Waktu itu, Taufik tengah mengantar jenazah dari RSCM, Jakarta Pusat ke Lampung Selatan. Ia diburu-buru saat mengantar jenazah. Namun setelah sampai di rumah, ia dicuekin oleh keluarga jenazah. Di sana, Taufik berdiam diri di rumah duka selama beberapa jam tanpa mendapat sambutan dari pihak keluarga.
Selain itu, Taufik biasa membawa mobil dengan kecepatan maksimal 60 sampai 120 kilometer per jam selama perjalanan menuju rumah duka atau tempat pemakaman umum.
"Kecepatan tertinggi membawa mobil ambulans jenazah ini, kalau di tol 120 km per jam, dan kalau di jalan raya kecepatan yang diperbolehkan 60 sampai 80 km per jam," ujarnya.
Hal tersebut, lanjut Taufik, karena pihaknya lebih mengutamakan keselamatan keluarga duka dan pengendara lain ketika dalam perjalanan.
"Untuk asuransi, dari pihak Dompet Dhuafa mengasuransikan keselamatan semua, baik untuk mobil hingga kami pengemudi," jelas Taufik.
Kesulitan lain saat menjalani tugasnya terutama di jalan ialah ketika dihadapkan dengan pengemudi, terlebih kurangnya pengetahuan tentang suara serene dari ambulans.
Hal tersebut, kata Taufik, salah satu hal kecil yang membuat sebagiam orang tak peduli dan tak mau memberi akses jalan untuk ambulans.
"Dalam perjalanan banyak sih orang yang belum mengerti, dalam arti mobil ambulans mau lewat jadi terkadang ada yang tidak langsung minggir gitu," tuturnya.
Selain itu, Taufik juga menjelaskan apabila masyarakat membutuhkan layanan mobil ambulans jenazah ini, bisa langsung menghubungi call center dan website Barzah Dompet Dhuafa. Setelah menghubungi call center masyarakat akan diarahkan langsung kepada pengemudi sesuai dengan lokasi atau keberadaan masyarakat yang membutuhkan.
"Jadi nanti akan disesuaikan antara lokasi masyarakat yang membutuhkan layanan, dengan pengemudi ambulans jenazah yang bersangkutan," tegasnya.
Hingga kini, Taufik hanya berharap agar lembaganya lebih memperhatikan terutama soal kesejahteraan pengemudi ambulans jenazah, termasuk tunjangannya.
"Cukup enggak cukup, tetap kita syukuri karena profesi ini sifatnya bekerja sembari beramal. Jadi harus ikhlas. Saya juga berharap masyarakat bisa lebih mengetahui soal kehadiran layanan mobil ambulans jenazah gratis dari Dompet Dhuafa," imbuh dia.
Cerita Pengemudi Ambulans Jenazah Lain, Hedi Kusmanto
Pengemudi ambulans jenazah dari Dompet Dhuafa, Hedi Kusmanto (42) juga menceritakan pengalaman mistisnya sebagai pengantar jenazah. Ia mengaku kerap mengalami pengalaman mistis terutama setelah selesai menjalankan tugasnya mengantar jenazah ke rumah duka.
"Pengalaman mistis sering, entah mungkin kondisi lelah jadinya ada halusinasi. Selain itu, sering juga saya mimpi buruk," kata Manto.
Selama tiga tahun bekerja, Manto sudah mengantarkan jemput jenazah sebanyak ratusan hingga ke Madura dan Lampung, sebelum akhirnya menjadi pengemudi mobil ambulans jenazah di posko Masjid Al Mubarokah, Tambora, Jakarta Barat. Manto bahkan pernah menjalani berbagai profesi termasuk menjadi TKI ke luar negeri.
"Saya bertugas di Masjid Al Mubarokah yang termasuk wilayah yang strategis, jadi bisa menolong banyak orang yang butuh dan mudah menjangkau kaum dhuafa," katanya.
Selain hal mistis, pengalaman lain yang pernah dialami Manto adalah tersesat dalam perjalanan.
"Pernah saya sampai ketinggalan karena nyasar tengah malam ke gunung, kita yang bawa jenazah belum sampai sedangkan keluarga sudah sampai. Saya yang membawa jenazah malam belum nyampe, kita ketinggalan karena nyasar ke gunung pas jumat kliwon," katanya.
Selama menjalani profesinya, Manto mengaku belum pernah mengalami kesulitan. Akan tetapi, ia selalu menganggap bahwa kesulitan sebagai tantangan.
"Karena bagi saya setiap tangangan pasti ada jalan keluarnya, sebab dalam mengurus jenazah kita enggak sendirian. Kita biasanya bagi tugas," ucapnya.
Ia juga menceritakan pengalamannya saaat pandemi COVID-19 yang menjadi momen menguras tenaga, waktu dan pikiran.
"Selama COVID-19, itu memang menguras tenaga, waktu, dan pikiran. Bener-benar fokus untuk menolong masyarakat yang terkena COVID-19," ungkapnya.
Ayah dari empat orang anak ini mengaku, saat Pandemi COVID-19 dalam sehari ia pernah mengantarkan jenazah hingga sembilan orang.
Terkait biaya, Manto menyebut lembaganya tidak mematok biaya terutama bagi kaum dhuafa. Hanya saja, apabila masyarakat hendak berinfak pihaknya mempersilahkan.
"Jika masyarakat ingin infaak dipersilahkan. Semampunya dan sewajarnya, langsung ke rekening yayasan," terang Manto.
Ia juga mengaku bahagia menjalani profesinya sebagai pengemudi mobil ambulans jenazah saat ini, terlebih dari sisi kebahagian hati.
"Rasanya bahagia terutama hati bahagia. Kalau dari sisi ekonomi untuk menjadi kaya, enggak. Tapi untuk bertahan hidup, bisa," imbuh Manto.
Kini, Manto berharap agar senantiasa diberi kesehatan, karena dengan sehat ia bisa menghidupi diri dan keluarganya.
"Harapan saya sehat. Saya ingin sehat, kalau sehat otomatis bisa bekerja, bisa menolong orang," pungkasnya.