PARBOABOA, Jakarta – Tekanan publik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus meningkat seiring mencuatnya dugaan keterlibatan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, dalam kasus korupsi proyek pembangunan jalan.
Desakan itu salah satunya datang dari Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya, sebuah organisasi masyarakat yang berkomitmen mengawal isu pemberantasan korupsi di tanah air.
Kepala Bidang Media DPP GRIB Jaya, Marcel Gual, menegaskan pihaknya akan menggelar aksi demonstrasi di depan gedung KPK dalam waktu dekat.
Tujuan aksi tersebut adalah mendesak lembaga antirasuah agar tidak hanya berhenti pada pemeriksaan pejabat teknis, tetapi juga menelusuri kemungkinan keterlibatan kepala daerah.
“Kami akan mendatangi KPK dan meminta agar kasus proyek jalan di Sumatera Utara benar-benar diusut sampai tuntas,” ujar Marcel kepada Parboaboa, Rabu (20/8/2025).
Menurutnya, persiapan aksi sedang difinalisasi dan akan segera digelar setelah materi lengkap.
Orang Dekat Bobby
Benang merah keterlibatan Bobby dalam kasus ini muncul setelah KPK menetapkan Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting, sebagai tersangka. Topan dikenal sebagai orang kepercayaan Bobby sejak ia masih menjabat Wali Kota Medan.
Kedekatan personal itu membuat publik mencurigai adanya keterhubungan antara Bobby dan kasus korupsi pembangunan jalan. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, peran Bobby dalam meninjau proyek justru menimbulkan dugaan kuat bahwa ia mengetahui skema yang dimainkan bawahannya.
“Dengan Bobby ikut meninjau langsung, patut diduga ia mengetahui proyek yang dikerjakan dan potensi persekongkolan yang dilakukan oleh Kepala Dinas PUPR,” kata Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Wana Alamsyah, Kamis (3/7/2025) lalu.
Sikap KPK dan Respons Bobby
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menegaskan pihaknya tidak menutup kemungkinan memanggil Bobby apabila ada bukti kuat yang mengarah padanya. Namun, ia menekankan saat ini penyidikan masih berfokus pada tersangka yang sudah ditetapkan.
“Kalau memang ada indikasi dari keterangan saksi dan tersangka, tentu tidak menutup kemungkinan Bobby akan dipanggil,” ujar Setyo usai rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Senayan, Juli lalu.
Bobby sendiri menegaskan kesiapannya untuk kooperatif apabila dipanggil KPK. Ia membantah keras menerima aliran dana korupsi dan menyebut kunjungannya ke lokasi proyek bersama Topan hanya untuk memastikan kondisi jalan yang membutuhkan anggaran besar.
“Saya cek langsung agar tidak hanya mengandalkan laporan foto. Karena anggarannya besar, wajar saya turun ke lapangan,” kata Bobby, Senin (30/6/2025).
Ia menambahkan bahwa pembuktian sepenuhnya merupakan kewenangan KPK. “Dilihat saja nanti di KPK,” tegasnya.
Bayang-bayang Politik Dinasti
Kasus ini makin menyedot perhatian publik karena dikaitkan dengan praktik politik dinasti keluarga mantan Presiden Joko Widodo.
Lima tahun lalu, Tempo menyoroti bagaimana Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution mendapat jalan mulus dalam kontestasi Pilkada Solo dan Medan.
Kritik yang muncul kala itu menilai politik dinasti merusak sistem demokrasi karena menutup ruang kompetisi yang adil.
Kini, dengan ditetapkannya Topan Ginting—orang dekat Bobby—sebagai tersangka, kekhawatiran tersebut seolah terbukti.
Posisi Topan di lingkaran dekat Bobby diduga digunakan untuk mengatur proyek infrastruktur strategis di Sumut.
Kasus ini tidak hanya soal penyelewengan anggaran pembangunan jalan, tetapi juga menjadi ujian besar bagi integritas pemerintahan daerah di bawah Bobby Nasution.
Publik menunggu apakah KPK berani menelusuri dugaan keterlibatan hingga ke lingkaran kekuasaan terdekat.
Tudingan Dendam Politik
Di tengah sorotan kasus ini, hubungan GRIB Jaya dengan Bobby Nasution kian memanas.
Organisasi yang dipimpin Hercules itu menuding Bobby menyimpan dendam politik setelah pemerintah daerah membongkar sekretariat DPD GRIB Jaya Sumatera Utara di Jalan Sei Petani, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang.
Sekretaris Jenderal GRIB Jaya, Zulfikar, menilai pembongkaran itu bukan sekadar tindakan administratif, melainkan sarat muatan emosional.
“Itu tindakan emosional, seperti balas dendam,” kata Zulfikar kepada media, Minggu, (17/8/2025).
Menurutnya, konflik bermula dari sikap politik GRIB Jaya yang pada Pilkada Sumut lalu memilih mendukung Edy Rahmayadi, bukan pasangan Bobby-Surya.
“Karena kami mendukung Edy, maka pembongkaran markas kami jelas bermuatan politik,” ucapnya.
Lebih jauh, Zulfikar menuding langkah tersebut juga merupakan upaya pengalihan isu dari kasus dugaan korupsi yang membelit pemerintah daerah.
“Ini mainan politik. Ada pihak-pihak yang ingin mengalihkan isu korupsi dengan menyerang GRIB Jaya,” ujarnya.
Ia menambahkan, manuver itu berpotensi melumpuhkan kekuatan organisasi mereka di Sumatera Utara.