Mengapa Penyakit Jantung Menjadi Ancaman Besar dalam Beban Berat JKN?

Ilustrasi Dokter Penyakit Jantung (Foto: Kaboompics.com)

PARBOABOA, Jakarta - Penyakit katastropik menjadi tantangan serius bagi Jaminan Kesehatan Nasional dengan membebani anggaran BPJS Kesehatan dan menuntut solusi yang tepat.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencatat bahwa penyakit katastropik menjadi beban terbesar dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Pada tahun 2022, BPJS Kesehatan mengeluarkan dana sebesar Rp. 24,06 triliun untuk menangani 23,27 juta kasus penyakit katastropik.

Penyakit-penyakit ini, seperti jantung, kanker, dan stroke, tidak hanya menguras anggaran, tetapi juga memerlukan perawatan yang intensif dan jangka panjang.

Di antara penyakit-penyakit tersebut, penyakit jantung menduduki posisi teratas. Biaya klaim untuk pengobatan jantung mencapai Rp. 12,14 triliun, dengan penanganan terhadap 15,5 juta kasus sepanjang tahun lalu.

Penyakit jantung menjadi yang paling mahal karena perawatannya sangat kompleks dan sering kali memerlukan pengobatan yang berkelanjutan.

Pasien dengan penyakit ini biasanya harus mengonsumsi obat-obatan tertentu secara rutin, yang tentunya membuat biaya pengobatan semakin meningkat.

Setelah penyakit jantung, kanker menempati posisi kedua dalam hal biaya. Total klaim untuk pengobatan kanker mencapai Rp. 4,5 triliun dengan 3,15 juta kasus yang ditangani.

Penanganan kanker melibatkan berbagai terapi berbiaya tinggi, seperti kemoterapi dan radioterapi, serta terkadang memerlukan operasi besar.

Menurut data dari Lifepal, biaya untuk satu sesi kemoterapi di Indonesia bisa mencapai puluhan juta rupiah, tergantung pada jenis obat yang digunakan dan kondisi kesehatan pasien.

Selain itu, keterjangkauan teknologi medis yang diperlukan juga berperan dalam meningkatkan biaya perawatan kanker.

Selanjutnya, stroke berada di urutan ketiga dengan biaya klaim sebesar Rp. 3,24 triliun untuk 2,54 juta kasus. Perawatan stroke seringkali memerlukan rehabilitasi yang panjang dan intensif, termasuk fisioterapi dan terapi wicara.

Pasien stroke perlu mendapatkan perawatan yang terus-menerus untuk mengurangi resiko serangan ulang, sehingga biaya pengobatannya cukup tinggi.

Kebutuhan akan pengawasan medis yang ketat menambah beban biaya bagi BPJS Kesehatan.

Selain ketiga penyakit tersebut, gagal ginjal juga menjadi sorotan. Penyakit ini memerlukan perawatan rutin berupa dialisis yang cukup mahal. Biaya untuk satu sesi dialisis di Indonesia berkisar antara Rp. 800 ribu hingga Rp1 juta.

Dengan total klaim sebesar Rp. 2,16 triliun untuk 1,32 juta kasus, gagal ginjal disini menjadi salah satu penyakit yang memberatkan anggaran BPJS.

Di samping biaya dialisis, pasien juga membutuhkan obat-obatan untuk menjaga kesehatan organ tubuh lainnya.

Hemofilia, yang merupakan kelainan yang mempengaruhi pembekuan darah, juga menambah beban biaya kesehatan.

Menurut data BPJS Kesehatan, biaya untuk menangani hemofilia mencapai Rp. 640 miliar untuk 116.767 kasus.

Pasien hemofilia harus menjalani terapi penggantian faktor pembekuan darah secara berkala sepanjang hidup mereka, demi mencegah pendarahan yang tidak terkendali.

Sementara itu, thalasemia menghabiskan biaya Rp. 615 miliar untuk menangani 305.269 kasus. Sama seperti hemofilia, thalasemia juga memerlukan perawatan jangka panjang, termasuk transfusi darah rutin.

Leukemia, yang sering kali memerlukan perawatan intensif seperti kemoterapi, menyerap biaya sebesar Rp. 429 miliar untuk 146.162 kasus.

Pengobatan leukemia bisa berlangsung lama dan tergantung pada stadium serta jenisnya. Biaya yang dikeluarkan pun tidak sedikit, karena sering kali pasien juga perlu menjalani transplantasi sumsum tulang yang biayanya bisa mencapai ratusan juta rupiah.

Begitu pula sirosis hati, yang memerlukan klaim sebesar Rp. 330 miliar untuk 193.989 kasus pada tahun yang sama. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh konsumsi alkohol berlebihan atau infeksi hepatitis kronis, dan dalam kasus yang parah, transplantasi hati mungkin juga diperlukan.

Penyakit jantung menjadi penyebab utama tingginya biaya klaim karena beberapa faktor. Salah satunya adalah perawatan intensif yang diperlukan, penggunaan obat-obatan mahal, dan prosedur medis yang kompleks.

BPJS Kesehatan melaporkan bahwa pasien jantung biasanya harus mengonsumsi obat-obatan seperti Uperio, Coralan, dan Atorvastatin secara rutin.

Obat-obatan ini memiliki harga yang cukup tinggi di pasaran, dan dalam satu resep, seorang pasien bisa mendapatkan beberapa jenis obat sekaligus.

Biaya operasi jantung juga tidak kalah mahal. Menurut laporan dari Databooks, operasi bypass jantung di rumah sakit Indonesia dapat menghabiskan biaya antara Rp. 63 juta hingga Rp150 juta, tergantung pada fasilitas dan rumah sakit.

Operasi ini dilakukan untuk mengatasi penyumbatan pada pembuluh darah yang berisiko menyebabkan serangan jantung.

Prosedur lain seperti pemasangan ring jantung (angioplasti koroner) juga memerlukan biaya yang tidak sedikit, berkisar antara Rp32 juta hingga Rp66 juta.

Selain biaya operasi, pemeriksaan penunjang seperti ekokardiografi dan rontgen toraks juga menambah beban biaya.

Menurut data Lifepal, biaya ekokardiografi di Indonesia berkisar antara Rp400 ribu hingga Rp1,2 juta, sedangkan biaya rontgen toraks bervariasi antara Rp80 ribu hingga Rp300 ribu.

Pemeriksaan ini sangat penting untuk memantau kondisi jantung pasien dan memastikan diagnosis yang akurat.

Laboratorium pun juga berperan penting dalam perawatan pasien jantung. Tes darah rutin untuk memantau kadar glukosa, kolesterol, dan trigliserida seringkali diperlukan, terutama bagi pasien dengan risiko tinggi.

Dalam kasus angina pectoris, misalnya, pasien mungkin perlu menjalani tes darah secara berkala dan mengonsumsi obat-obatan yang berharga hingga Rp1 juta hingga Rp2 juta per bulan.

Dengan berbagai faktor yang ada, tidak mengherankan jika BPJS Kesehatan mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk penanganan penyakit jantung.

Kompleksitas perawatan, tingginya harga obat, dan frekuensi pemeriksaan rutin menjadikan penyakit ini sebagai beban terbesar dalam anggaran JKN.

Oleh karena itu, menjaga kesehatan jantung melalui pola hidup sehat dan pemeriksaan dini sangatlah penting.

Dengan cara ini, kita dapat mengurangi risiko komplikasi serius yang memerlukan penanganan medis yang mahal.

Editor: Luna
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS