PARBOABOA, Jakarta - Konflik antara Armenia dan Azerbaijan kini masih terus berlanjut. Militer Azerbaijan kembali melancarkan serangan kilat untuk mengembalikan wilayah Nagorno-Karabakh pada Selasa (19/9/2023).
Nagorno-Karabakh merupakan sebuah wilayah yang terletak di bagian selatan Kaukasus, tepatnya 270 km sebelah barat Baku, ibu kota Azerbaijan. Wilayah ini diketahui dihuni oleh mayoritas etnik Armenia, dan dikuasai oleh militer Azerbaijan.
Mengutip Reuters, Senin (2/10/2023), lebih dari 100 ribu pengungsi melakukan eksodus menuju Armenia akibat serangan tersebut. Sementara, pengungsi lainnya masih tertunda setelah mengalami kemacetan di perbatasan.
Kepala agensi PBB urusan pengungsian, UNHCR, Filippo Grandi mengatakan, banyak dari para pengungsi yang mengalami kelaparan dan membutuhkan bantuan internasional secepatnya.
Armenia juga telah meminta Uni Eropa menyediakan tempat penampungan sementara dan pasokan medis untuk membantu mereka menangani para pengungsi.
PBB juga diminta untuk turun tangan mengatasi konflik Nagorno-Karabakh yang disebut telah melanggar hak asasi manusia (HAM) etnis Armenia di wilayah Nagorno-Karabakh.
Jejak Konflik Armenia dan Azerbaijan
Konflik kedua wilayah telah berlangsung selama beberapa dekade, yang dipicu oleh sejumlah faktor historis, etnis, dan politik yang rumit.
Mengutip Council on Foreign Relations, pada awal abad ke-20, wilayah yang sekarang menjadi Armenia dan Azerbaijan merupakan bagian dari Kekaisaran Rusia.
Kedua wilayah menyatakan kemerdekaan setelah runtuhnya Kekaisaran Rusia selama Revolusi Rusia.
Konflik Armenia dan Azerbaijan terjadi wilayah Nagorno-Karabakh, yang mayoritas penduduknya adalah etnis Armenia tetapi secara administratif merupakan bagian dari Azerbaijan.
Konflik berlanjut selama Perang Armenia-Azerbaijan pada 1918-1920, di mana wilayah-wilayah berpindah tangan beberapa kali.
Pada 1923, Sovyet Rusia (kemudian Uni Soviet) mencaplok Armenia dan Azerbaijan, dan wilayah Nagorno-Karabakh diintegrasikan ke dalam Azerbaijan sebagai wilayah otonom.
Konflik Nagorno-Karabakh meletus kembali ketika Parlemen Nagorno-Karabakh meminta penyatuan dengan Armenia pada 1988, yang kemudian memicu protes dan konflik kedua wilayah.
Ketika Uni Soviet runtuh pada 1991, Armenia dan Azerbaijan merdeka. Perang kedua wilayah pada 1992-1994 dimulai, yang melibatkan pertempuran berdarah di Nagorno-Karabakh dan sekitarnya.
Perang berakhir dengan Gencatan Senjata Bishkek pada 1994, dengan kontrol Nagorno-Karabakh dan wilayah-wilayah sekitarnya tetap di tangan Armenia.
Sejak gencatan senjata pada 1994-2020, sejumlah peristiwa kecil bentrokan bersenjata dan ketegangan masih terus berlanjut.
Pada September 2020, konflik meletus kembali dengan serangan Azerbaijan terhadap Nagorno-Karabakh.
Pertempuran berlangsung selama beberapa bulan dan berakhir dengan gencatan senjata yang dimediasi oleh Rusia pada November 2020.
Gencatan senjata menguntungkan Azerbaijan, yang mendapatkan beberapa wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh Armenia.
Pasca-konflik, kedua belah pihak tetap berada dalam ketegangan, dan masalah status Nagorno-Karabakh tetap menjadi sumber konflik.
John Jaworsky dalam 'A Conflict Analysis of the Armenian-Azerbaijani Dispute' menulis, konflik kedua wilayah dipengaruhi oleh beberapa faktor internasional.
Misalnya, Azerbaijan mungkin merasa didukung oleh Turki, yang telah menjadi sekutu kuat Azerbaijan dalam konflik ini.
Selain itu, ada ketidaksetujuan antara kekuatan besar seperti Rusia, Amerika Serikat, dan Eropa mengenai penyelesaian konflik ini, yang mungkin menciptakan celah bagi Azerbaijan untuk melancarkan serangan.
Di sisi lain, kata Jaworsky, adanya ambisi territorial, juga menjadi motivasi utama bagi Azerbaijan untuk merebut kembali wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh Armenia, terutama di sekitar Nagorno-Karabakh.
Azerbaijan ingin mengembalikan kendali atas wilayah yang dianggapnya sebagai bagian integral dari negaranya.
Jaworsky juga mencatat, konflik kedua wilayah tidak terlepas dari adanya tekanan politik dan domestik di Azerbaijan untuk mengambil tindakan tegas terhadap Armenia dan mengklaim kembali Nagorno-Karabakh.
Dalam laporan World Health Organization (WHO) Konflik Armenia-Azerbaijan telah menyebabkan ribuan kematian, pengusiran etnis, dan sejumlah kerusakan besar.
Isu-isu seperti status Nagorno-Karabakh dan hak-hak etnis Armenia di Azerbaijan tetap menjadi sumber ketegangan di wilayah tersebut.
Upaya diplomasi terus berlanjut, tetapi konflik ini tetap menjadi isu yang sangat kompleks dan sulit untuk dipecahkan sepenuhnya.