PARBOABOA, Pematang Siantar - Olahraga tinju, yang pernah menyinari panggung olahraga nasional dengan sejumlah prestasi gemilang, kini tengah mengalami momen penuh tantangan.
Kondisi inilah yang membuat masing-masing pihak mengambil peran penting dan strategis dalam upaya membangkitkan kembali tinju di Indonesia.
Salah satu fokus utamanya, harus berorientasi pada pelatihan atlet-atlet baru di daerah dan adanya kepastian masa depan bagi atlet-atlet yang berprestasi.
Di Pematang Siantar, Sumatra Utara (Sumut), upaya ini sedang diwarnai saling klaim tanggung jawab antara pelatih dengan pemerintah yang diwakili oleh Komite Olahraga Nasional (KONI).
Padahal, atlet-atlet tinju dari daerah ini sangat berprestasi, tidak saja di tingkat lokal tetapi juga di panggung olahraga nasional maupun internasional.
Syarif Situmorang (31), seorang pelatih tinju di Kota Pematang Siantar, mengatakan bahwa tantangan besar yang dihadapi oleh para atlet adalah kurangnya dukungan dari pemerintah.
"Sudah sejak tahun 2019 saya bergabung di dunia pelatihan tinju di Pematang Siantar, namun hingga saat ini, belum ada perhatian serius dari pemerintah, terutama KONI dan Pertina," kata Syarif kepada PARBOABOA, Rabu 929/11/2023).
Kondisi ini mendorong para pelatih untuk bekerja ekstra keras dalam mengembangkan bakat tinju anak-anak Pematang Siantar. Mereka terpaksa melatih rutin dan membuka pendaftaran dengan biaya operasional sendiri.
"Ini adalah upaya kami untuk memberikan pembinaan yang terfokus dan sesuai dengan kondisi fisik mereka," katanya.
Mereka juga mengandalkan kebaikan orang-orang yang peduli terhadap kemajuan olahraga tinju untuk mendapatkan fasilitas yang dibutuhkan.
Dengan upaya gigih ini, Syarif menyebutkan bahwa timnya berhasil melibatkan 52 murid yang sedang berjuang mengejar impian menjadi petinju profesional.
Kekhawatiran atas minimnya perhatian pemerintah terhadap tinju di Pematang Siantar juga disampaikan oleh mantan atlet tinju, Herman Tanjung (36).
Meskipun berhasil menjuarai pra PON 2005, Herman merasa kecewa karena tidak dapat mewakili Pematang Siantar, melainkan Tapanuli Selatan.
Ia menyampaikan keprihatinan atas kurangnya pemahaman teknis dan strategis dalam pengelolaan tinju lokal di Pematang Siantar.
Menurutnya, diperlukan manajemen yang memahami aspek-aspek teknis dan kebutuhan atlet untuk menciptakan petinju yang lebih hebat dan bersaing di tingkat nasional.
"Saya sangat kecewa melihat bagaimana dunia tinju di Pematangsiantar dikelola. Beberapa orang yang terlibat sepertinya tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang tinju sebagai olahraga dan juga sebagai sarana pengembangan karakter,” kata Herman kepada PARBOABOA.
"Ini mempengaruhi perkembangan atlet dan prestasi kita di kancah nasional," tambahnya.
KONI Soroti Mekanisme Pelaporan Atlet Berprestasi
Di tempat terpisah, Wakil Ketua KONI Pematang Siantar, Gempar Purba, menyebut bahwa kekhawatiran ini terjadi lantaran beberapa klub tinju di Pematang Siantar belum memahami mekanisme yang berlalu.
Ia menegaskan, KONI selalu menghargai prestasi dengan memberikan dukungan penuh kepada atlet-atlet tinju. Namun, keterlibatan langsung dalam sasana latihan menjadi tanggung jawab klub atau sasana tersebut.
Oleh karena itu, Gempar menyarankan agar klub tinju di Pematang Siantar menghubungi pengurus cabang (Pengcab) Persatuan Tinju Amatir (Pertina).
"KONI gak bisa langsung ke sasana. Maka KONI berhubungan dengan induk organisasinya yaitu Pencabnya, Pertinanya. Jadi Pertina-lah yang menunjukkan atau melaporkan ke KONI agar timnya yang akan kita apresiasi selalu," katanya kepada PARBOABOA.
Kurangnya koordinasi dengan KONI juga telah membuat beberapa klub tinju menyelenggarakan turnamen tanpa perencanaan yang matang. Contohnya penyelenggaraan kejuaraan daerah (Kejurda) baru baru ini.
"Buktinya mereka kemarin membuat turnamen Kejurda. Namun komentar dari kami, Kejurda di Siantar itu mau ngapain? Atlet tinju Siantar itu gak ada yang masuk PON," pungkasnya.
Padahal, dana yang digelontorkan untuk Kejurda itu datang langsung dari pemerintah bukan dari KONI. Ia berharap, ke depannya, koordinasi antara klub tinju dengan KONI harus rutin sehingga tidak menimbulkan kesalahpamahan pengelolaan dan pembinaan atlet tinju.
"Termasuk untuk pembentukan pencab, harusnya didata dulu klub-klubnya. Terus pencab itu melaporkan ke KONI," bebernya.
Sementara terkait dengan atlet yang lebih memilih bergabung dengan wilayah lain, seperti Herman Tanjung, Purba mengatakan bahwa fenomena ini bukan hanya terjadi dalam dunia tinju.
"Banyak atlet dari Siantar yang mengikuti Prapon, tapi sayangnya tidak membawa nama kota kita. Ini bukan hanya terjadi di tinju, tetapi juga di sepak bola. Contohnya, Riko Simanjuntak dari Persatuan Sepak Bola Siantar (Presesi), juga tidak membela Siantar," ungkapnya.
Namun demikian, Gempar Purba mengaku tetap optimis, dukungan dari pemerintah dan masyarakat sangat penting dalam mengembangkan prestasi tinju anak-anak Siantar.
Dengan adanya perhatian dan dukungan yang memadai, anak-anak Siantar bisa terus meraih prestasi dan menjadi atlet tinju yang lebih baik di masa depan.
Prestasi Tinju Anak Muda Siantar
Meskipun dihadapkan pada keterbatasan, para atlet tinju Pematang Siantar mampu meraih prestasi yang membanggakan, termasuk atlet asuhan pelatih Syarif Situmorang.
Boy Pasaribu adalah salah satu contoh nyata keberhasilan atlet tinju lokal dari Pemtang Siantar. Karena prestasinya, ia ditarik mewakili Jakarta di kelas PON DKI bantam.
Boy kini bekerja sebagai tenaga honorer di Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Apa yang dicapai Boy, rupanya menginspirasi atlet-atlet muda di Pematang Siantar.
Keinginan mereka juga simpel, yakni usai jadi atlet pemerintah harus memperhatikan nasib mereka.
Salah satu harapan yang muncul adalah, adanya peluang untuk diberdayakan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), yang dianggap sebagai jalur yang memberikan kepastian dan kejelasan bagi masa depan mereka.
"Memang, kami tekankan untuk menjadi ASN nantinya, karena tidak ada yang bertanggung jawab meski mereka berprestasi. Yang paling menjanjikan, ya ASN," kata pelatih Syarif Situmorang.
Selain Boy Pasaribu, atlet berprestasi lain yang menjadi inspirasi atlet-atlet muda Pematang Siantar adalah Herman Tanjung.
Herman yang pernah bersinar di masanya mencapai karir tertinggi dengan menjuarai pra PON tahun 2005 tingkat provinsi Sumatra Utara dan tiga kali mengikuti kejuaraan nasional (kejurnas).
Namun, di balik keberhasilannya, Herman mengaku sedih karena tidak dapat membawa nama kota Pematangsiantar dalam setiap pertandingan.
"Saya bangga dapat mencapai tingkat Prapon ini, tapi rasanya ada kekosongan karena tidak mendapatkan dukungan penuh dari KONI dan pemerintah. Setiap kali bertanding, saya ingin membawa nama kota ini tinggi, tapi tanpa dukungan, rasanya seperti ada sesuatu yang kurang," ujarnya.
Herman berharap agar prestasinya dapat menjadi pemantik perhatian pemerintah setempat untuk memberikan dukungan lebih besar kepada atlet-atlet lokal.
Ia menyoroti pentingnya peran pemerintah dan KONI dalam membina bakat-bakat potensial di daerah, serta memberikan fasilitas dan dukungan yang cukup untuk mengangkat nama daerah mereka di kancah olahraga nasional.
Herman mengaku, meski ia sebagai atlet tinju berprestasi, saat ini dirinya kesulitan untuk menemukan peluang kerja yang setara dengan dedikasi mereka di dunia olahraga.
Dalam mengatasi tantangan ini, Herman dan rekan-rekannya berharap adanya perhatian lebih dari pihak pemerintah, lembaga olahraga, dan pihak swasta untuk memberikan peluang kerja atau pelatihan yang dapat memanfaatkan keterampilan yang mereka kembangkan selama bertahun-tahun.
"Kami memiliki keterampilan dan ketekunan yang dapat diaplikasikan di banyak bidang. Kami berharap agar pemerintah dan pihak terkait dapat membantu kami menemukan peluang baru setelah perjuangan kami di dunia olahraga," tutupnya.
Editor: Rian