PARBOABOA, Jakarta - Militer Korea Selatan (Korsel) tertekan untuk menopang pertahanan udaranya setelah gagal mencegat lima drone Korea Utara (Korut) yang terbang berjam-jam di wilayah udara Seoul. Korsel dilaporkan sedang mempertimbangkan pembelian sistem Israel yang mampu mendeteksi kendaran udara tak berawak (UAV).
“Kementerian Pertahanan (Kemhan) Korea Selatan dapat membeli sistem ‘mata listrik’, juga dikenal sebagai Sky Spotter, secara dipercepat,” ungkap laporan Yonhap News pada Senin (09/01/2023), ujar seorang pejabat militer yang tidak disebutkan namanya.
Sky Spotter dibangun kontraktor pertahanan Israel Rafael Advanded Defense Systems dan dirancang untuk memberikan deteksi dini drone, dan balon, objek terbang lainnya.
“Keputusan apakah Korsel akan secara resmi meminta persetujuan untuk akuisisi akan dibuat dalam beberapa pekan mendatang, menyusul studi tentang seberapa efektif sistem itu dalam melawan ancaman pesawat tak berawak Korea Utara,” terangnya dalam laporan Yonhap.
Analis pertahanan Korsel sedang mencoba menentukan cara terbaik menutup celah apa pun pada baterai radar dan perangkat observasi termal saat ini.
Peninjauan itu setelah insiden 26 Desember di mana lima drone Korut terbang di atas berbagai kota di Korsel selama hampir lima jam. Salah satu UAV bahkan terbang di zona larangan terbang di dekat kantor dan kediaman Presiden Korsel Yoon Suk-yeol di pusat kota Seoul.
Militer Korsel mengatakan pelanggaran tersebut pada Kamis, setelah sebelumnya menyangkal UAV telah memasuki zona larangan terbang. Pasukan Seoul mencoba menjatuhkan drone, pada satu titik menembakkan 100 peluru senapan mesin dari helikopter.
Korsel juga mengerahkan jet setelah UAV terlambat terdeteksi. Salah satu pesawat, pesawat serang ringan KA-1, jatuh saat lepas landas di provinsi Gangwon. Semua drone dilaporkan berhasil kembali ke Korsel tanpa kerusakan. Yoon “memarahi” Menteri Pertahanan Lee Jong-sup atas insiden itu, menurut laporan media.
Dia berjanji memperkuat kemampuan pengawasan dan pengintaian Seoul dengan menghabiskan USD441 Juta untuk pertahanan udara selama lima tahun ke depan.
“Presiden akan memutuskan apakah akan menghukum militernya karena gagal menjatuhkan UAV setelah kementerian pertahanan menyelesaikan peninjauan operasi yang gagal,” ujar juru bicara Yoon kepada wartawan, Jumat.