PARBOABOA, Pematang Siantar - Gelombang unjuk rasa masyarakat penentang okupasi lahan PT Perkebunan Nusantara III (Persero) terus terjadi. Pada Senin, 28/11), demonstran mengepung gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pematang Siantar. Mereka menuntut agar penggusuran dihentikan karena dinilai cacat hukum.
Ketua Forum Tani Sejahtera Indonesia (Futasi), Tiomerlin Sitinjak mengatakan, selama dua bulan terakhir hidup masyarakat Kampung Baru tidak tenang karena menjaga tanah dari okupasi yang mereka tempati selama 18 tahun.
Tiomerlin menjelaskan, kronologis peristiwa okupasi lahan dimulai sejak tahun 2004, masyarakat telah menguasai lahan perkebunan ex hak guna usaha (HGU) PTPN III Kebun Bangun, seluas 124 hektare (Ha). Lahan tersebut telah ditelantarkan sejak masa tersebut sesuai dengan undang-undang pokok agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960 pasal 28.
“Bahwasanya hak atas HGU seharusnya dihapus karena telah ditelantarkan sejak 2006,” jelasnya saat berorasi.
Di sisi lain, sambung Tiomerlin, pihak PTPN III Kebun Bangun menyatakan telah memegang perpanjangan HGU lahan Gurilla seluas 126,59 Ha sejak Januari 2005.
“Namun itu diragukan dan cacat hukum,” katanya.
Argumen Tiomerlin jika PTPN III cacat hukum, karena sesuai dengan SK Walikota Pematang Siantar No: 050-098/wk-thn 2004 tanggal 23 Juli 2004 tentang Rencana Tata Ruang Kota Wilayah (RTRW) Kotamadya Pematang Siantar serta pengusulan pembatalan HGU PTPN III di wilayah kota Pematang Siantar.
Surat KOMNASHAM no 576 C/K/SIPOL/IX/05 – 23 September 2005 tentang tim pelepasan HGU PTPN III Kebun Bangun di wilayah kota Pematang Siantar. Di samping itum surat BPN RI No. 3000-310.2-D.II tanggal 19 September 2007 ditujukan kepada KPA yang berisikan bahwa HGU PTPN III Kebun Bangun tidak diperpanjang lagi.
Kemudian surat dari Pertanahan Kabupaten Simalungun No: 243/13-12.08/IV/2018 tanggal 23 April 2018 menyebut bahwa HGU yang masih sah di areal konflik adalah HGU No 2/Talun Kondot sedangkan HGU No. 3 wilayah Kelurahan Gurilla tidak diperpanjang lagi.
Tiomerlin melanjutkan, peta wilayah FUTASI yang diidentifikasi bernama Kampung Baru (Sensus Penduduk 2010) oleh Badan Pusat Statistik. PETA identifikasi (Sebaran PETA HGU 2012 Wilayah Sumatra Utara) yang menjelaskan bahwa wilayah yang di klaim FUTASI yang bernama Kampung Baru, tidak lagi berstatus HGU.
“DPRD, mohon tanggapi kami, selama dua bulan terakhir hidup kami tidak tenang,” ucapnya.
Wakil Ketua II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pematang Siantar, Ronald Darwin Tampubolon yang menerima para demonstran mengatakan, dia tidak berani mengambil keputusan karena Ketua DPRD sedang tidak berada di tempat.
“Berikan kami waktu agar bisa berdiskusi dengan Ketua yang sedang tidak berada disini saat ini,” ucap Ronald.
Ronald mengajak perwakilan masyarakat dan Futasi untuk berdiskusi di dalam kantor DPRD kota Pematang Siantar dan menampung aspirasi yang masyarakat sampaikan. Masyarakat yang turut masuk untuk menyampaikan aspirasinya yaitu Ketua Futasi Tiomerlin Sitinjak, Komter Sihaloho, dan Ferry Panjaitan dan beberapa orang dari Front Gerilyawan Siantar (FGS).
Ronald berjanji akan segera koordinasi untuk melakukan pertemuan dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) perihal tuntutan FUTASI dan FGS. Juga meninjau keberadaaan status lahan berkaitan dengan HGU yang diklaim oleh PTPN III.
Ronald akan membedah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No: 15 Tahun 1986 tentang perubahan batas wilayah Kotamadya DATI II Kota Pematang Siantar dan Kabupaten DATI II Simalungun. Juga surat Walikota No: 593/623/1-1 1988 tentang masalah areal tanah dengan HGU yang dulu miliki PTPN IV Gunung Pamela menjadi daerah perluasan kota Pematang Siantar.
Juga SK Walikota No: 090-989/wk-thn 2004 tentang pelepasan areal tanah PTPN III Kebun Bangun yang berada di wilayah kota Pematang Siantar. Kemudian melakukan tinjauan lapangan langsung. Menghentikan Tindakan yang merugikan masyarakat FUTASI.
“Akan diagendakan rapat dengar pendapat (RDP) antara FORKOPIMDA dengan FUTASI dan FGS dalam waktu sesegera mungkin,” katanya.