Mendikdasmen Abdul Mu’ti Tegaskan Pentingnya Bahasa Indonesia dalam Semangat Sumpah Pemuda ke-97

Ilustrasi: hari Sumpah Pemuda (Foto: Instagram/@pemudabangasa)

PARBOABOA, Jakarta - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menegaskan bahwa peringatan Sumpah Pemuda bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan momen reflektif bagi seluruh bangsa Indonesia untuk menumbuhkan kembali rasa bangga terhadap bahasa Indonesia serta memperkuat semangat persatuan di tengah keberagaman.

Dalam pernyataannya di Jakarta pada Senin malam (27/10), Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa Sumpah Pemuda merupakan tonggak penting sejarah bangsa yang harus terus dihidupkan semangatnya, terutama di kalangan generasi muda.

Menurutnya, bahasa Indonesia tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga simbol pemersatu bangsa yang lahir dari perjuangan panjang para pendiri negeri.

“Mari kita bersama-sama, khususnya generasi muda, meningkatkan dan memperkuat semangat keindonesiaan. Dengan semangat itu, kita bisa menjadi Indonesia sebagaimana dicita-citakan oleh para pendiri bangsa,” ujar Mu’ti.

Ia menegaskan, peringatan Sumpah Pemuda menjadi momentum untuk memperkuat rasa persatuan, terutama dalam menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang telah diwariskan oleh para pejuang terdahulu agar lebih dikenal dan dihormati dunia internasional.

Mu’ti juga menyinggung kebijakan kementeriannya yang berfokus pada penguatan bahasa Indonesia di tengah arus globalisasi.

Ia menekankan pentingnya filosofi “Bangga, Mahir, dan Maju dengan Bahasa Indonesia”, yang diharapkan menjadi panduan dalam upaya pelestarian dan pengembangan bahasa nasional.

Selain itu, ia menjelaskan konsep Trigatra Bahasa” — kebijakan yang mendorong masyarakat untuk mengutamakan bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah, serta menguasai bahasa asing.

Menurutnya, kebijakan ini sejalan dengan semangat Sumpah Pemuda yang menegaskan satu bahasa persatuan di tengah keanekaragaman budaya.

“Melalui Sumpah Pemuda, kita diingatkan untuk terus bangga menggunakan bahasa Indonesia, menjaga bahasa daerah sebagai akar identitas, dan mempelajari bahasa asing agar bangsa ini bisa maju tanpa kehilangan jati diri,” ungkap Mu’ti.

Api Persatuan dari Generasi 1928

Peringatan Hari Sumpah Pemuda yang jatuh setiap 28 Oktober memiliki sejarah panjang yang mencerminkan tekad para pemuda Indonesia dalam memperjuangkan persatuan bangsa di tengah penjajahan Belanda.

Sumpah Pemuda lahir dari Kongres Pemuda II yang diselenggarakan pada 27–28 Oktober 1928 di Batavia (kini Jakarta).

Kongres ini dihadiri oleh berbagai organisasi pemuda dari berbagai daerah, seperti Jong Java, Jong Sumatra, Jong Ambon, Jong Celebes, dan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI).

Dalam kongres yang berlangsung di rumah Sie Kong Liong, Jalan Kramat Raya No. 106, tercetus tiga ikrar monumental yang kini dikenal sebagai Sumpah Pemuda, yakni:

  1. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
  2. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
  3. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Ikrar tersebut menjadi simbol penyatuan berbagai elemen pemuda dari latar belakang berbeda dalam satu cita-cita besar: Indonesia merdeka dan berdaulat.

Di penghujung kongres, musisi W.R. Soepratman memperdengarkan lagu “Indonesia Raya” untuk pertama kalinya secara instrumental — sebuah momen yang menggetarkan jiwa peserta kongres dan menandai kelahiran semangat nasionalisme modern.

Kini, hampir seabad kemudian, pada tahun 2025, bangsa Indonesia kembali memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-97 dengan tema “Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu.”

Tema ini diangkat untuk menegaskan bahwa semangat solidaritas dan gotong royong yang dulu menyatukan pemuda 1928 masih relevan hingga hari ini.

Dalam konteks modern, Sumpah Pemuda menjadi panggilan bagi generasi muda untuk tidak hanya bersatu secara ideologis, tetapi juga bergerak aktif dalam inovasi, pendidikan, dan kemajuan teknologi demi masa depan Indonesia yang lebih baik.

Mu’ti menekankan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Sumpah Pemuda harus menjadi fondasi moral dan budaya bangsa dalam menghadapi tantangan global.

“Perubahan dan kemajuan bangsa selalu dimulai dari langkah nyata para pemuda. Sejarah telah membuktikan bahwa generasi muda adalah motor penggerak kebangkitan nasional,” tuturnya.

Tokoh-Tokoh di Balik Lahirnya Sumpah Pemuda

Sejarah Sumpah Pemuda tidak dapat dilepaskan dari peran sejumlah tokoh muda yang berani, cerdas, dan visioner.

Berikut adalah tokoh-tokoh penting di balik peristiwa bersejarah tersebut:

  1. Soegondo Djojopoespito — Ketua Kongres Pemuda II dari PPPI, sosok pemersatu yang mampu menjaga kongres berjalan tertib di tengah tekanan kolonial Belanda.
  2. R. M. Djoko Marsaid — Wakil Ketua Kongres dari Jong Java, dikenal sebagai aktivis gigih yang menanamkan semangat kebangsaan.
  3. Mohammad Yamin — Tokoh asal Sumatra Barat yang merumuskan naskah Sumpah Pemuda dan mengusulkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
  4. W.R. Soepratman — Musisi dan wartawan yang menciptakan lagu “Indonesia Raya,” simbol kebangkitan nasionalisme Indonesia.
  5. Amir Sjarifuddin Harahap — Bendahara kongres yang kelak menjadi tokoh politik penting pada masa kemerdekaan.
  6. Johan Mohammad Cai — Perwakilan pemuda Tionghoa yang mencerminkan semangat inklusivitas bangsa.
  7. Soenario Sastrowardoyo — Penasihat kongres, ahli hukum, dan pejuang kebangsaan.
  8. Johannes Leimena — Tokoh Jong Ambon yang kelak menjadi pejabat tinggi negara.
  9. Sarmidi Mangoensarkoro — Aktivis pendidikan yang memperjuangkan hak rakyat atas pendidikan.
  10. Adnan Kapau Gani (A.K. Gani) — Dokter, politisi, dan tokoh militer asal Palembang.
  11. Sie Kong Liong — Pemilik rumah tempat berlangsungnya Kongres Pemuda II, yang kini menjadi Museum Sumpah Pemuda.

Kini, sembilan puluh tujuh tahun setelah ikrar itu dikumandangkan, nilai-nilai Sumpah Pemuda tetap menjadi api yang menyalakan semangat generasi penerus.

Bahasa Indonesia, yang dahulu menjadi simbol perjuangan, kini menjadi perekat bangsa yang diakui dunia.

Pesan Abdul Mu’ti menjadi pengingat bahwa Sumpah Pemuda bukan sekadar kenangan, melainkan panggilan moral untuk terus menjaga persatuan dan mengembangkan bahasa Indonesia sebagai wujud cinta tanah air.

“Bahasa Indonesia adalah identitas kita. Mari rawat, majukan, dan jadikan kebanggaan nasional di kancah dunia,” pungkasnya.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS