PARBOABOA, Jakarta - Penataan tata niaga dan perizinan ekspor yang efektif di dalam negeri memiliki peran yang sangat penting dalam menggerakkan perekonomian suatu negara.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan, dalam paparannya pada diskusi sosialisasi kebijakan perdagangan luar negeri di bidang ekspor pada Kamis (31/8/2023), menyatakan bahwa eksportir memiliki potensi untuk memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan nasional, menciptakan lapangan kerja, dan membuka peluang bisnis yang lebih luas.
Selain itu, eksportir juga berperan dalam menjaga keseimbangan neraca perdagangan yang positif, di mana nilai ekspor negara melebihi nilai impornya. Hal ini berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Eksportir adalah tulang punggung pemerintah saat ini. Eksportir harus betul-betul kita perhatikan. Kalau kita ingin Indonesia menjadi negara maju tahun 2045, kuncinya harus kuasai pasar dunia,” kata Mendag Zulkifli Hasan, dikutip Jumat (1/9/2023).
Untuk itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah merevisi beberapa kebijakan peraturan di bidang ekspor guna mendukung para pelaku usaha dan eksportir untuk memanfaatkan fasilitas ekspor yang telah disiapkan oleh pemerintah.
“Kegiatan ekspor itu jangan sampai ada kesulitan. Justru kalau ada kesulitan pelaku usaha harus dibantu agar cepat terselesaikan," ungkap Mendag.
Seperti yang diketahui, terdapat dua Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang telah disusun untuk mempermudah proses pengurusan perizinan usaha di sektor ekspor, yakni Permendag Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor dan Permendag Nomor 23 Tahun 2023 mengenai Kebijakan dan Regulasi Ekspor.
Namun, terdapat beberapa perubahan yang diatur dalam Permendag 23 Tahun 2023, yaitu penyederhanaan persyaratan ekspor untuk mendapatkan perizinan ekspor berupa Eksportir Terdaftar Sarang Burung Walet (ET SBW).
Untuk komoditas ini, persyaratan yang dibutuhkan hanya surat pernyataan mandiri (SPM). Sebelumnya, persyaratan karantina wajib dilakukan sebelum melakukan ekspor. Namun, saat ini, karantina hanya diperlukan jika diminta oleh negara importir.
Selanjutnya, perubahan penyesuaian batas waktu beberapa produk pertambangan hasil pengolahan dan/atau pemurnian seperti tembaga, besi laterit, timbal, seng, dan lumpur anoda yang sebelumnya dapat diekspor hingga 10 Juni 2023, kini diperpanjang hingga 31 Mei 2024.
Relaksasi ekspor untuk sejumlah produk industri kehutanan dengan luas penampang lebih besar, yaitu 15.000 mm2, juga diperpanjang mulai 1 Agustus 2023 hingga 31 Juli 2024. Setelah itu, luas penampang akan dikembalikan menjadi 10.000 mm2 pada 1 Agustus 2024.
Kemudian, terdapat penyesuaian beberapa produk pertambangan dari mineral logam menjadi nonlogam, yaitu rutil dan ilmenite sehingga komoditas tersebut dapat diekspor kembali dengan melakukan penyesuaian terhadap kementerian komoditas terkait.
Perubahan berikutnya adalah produk masker yang sebelumnya diatur ekspor karena pandemi Covid-19, saat ini menjadi barang bebas ekspor dan tidak lagi memerlukan Perizinan Berusaha dari Kemendag.
Selanjutnya, penyesuaian hasil evaluasi Kementerian Perdagangan, yaitu penyesuaian lampiran Pos Tarif/HS dan Uraian Barang dari Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) Tahun 2017 ke BTKI Tahun 2022 sebagai tindak lanjut konvensi World Customs Organization (WCO) serta hal-hal lainnya berdasarkan masukan kementerian, lembaga, dan para pemangku kepentingan.
Perkembangan Ekspor
Berdasarkan pernyataan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Indonesia hingga Juli 2023 berhasil mencapai USD 20,88 miliar atau naik 1,36 persen dibanding ekspor Juni 2023.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–Juli 2023 mencapai USD 149,53 miliar atau turun 10,27 persen dibanding periode yang sama tahun 2022. Sementara itu, ekspor nonmigas mencapai USD 140,47 miliar atau turun 10,76 persen.
Peningkatan terbesar ekspor nonmigas Juli 2023 terhadap Juni 2023 terjadi pada komoditas nikel dan barang daripadanya sebesar USD 175,6 juta (43,29 persen), sedangkan penurunan terbesar terjadi pada bahan bakar mineral sebesar USD 234,3 juta (6,93 persen).