PARBOABOA – Budaya patriarki telah lama menjadi topik menarik dan relevan dalam perbincangan masyarakat kita. Di era yang semakin mengupayakan kesetaraan gender, budaya ini tetap menjadi salah satu tantangan yang perlu dipecahkan.
Dalam pengertiannya, patriarki adalah sistem sosial yang memberikan dominasi dan kontrol kepada laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan, sementara perempuan seringkali ditempatkan dalam posisi lebih rendah atau terpinggirkan.
Pada artikel ini, Parboaboa akan membawamu untuk mengenal lebih dalam, seperti apa sebenarnya budaya patriarki, serta bagaimana dampaknya terhadap kaum perempuan.
Dari ketidaksetaraan gender di tempat kerja hingga peran terbatas dalam rumah tangga, perempuan telah lama menjadi subjek yang terpengaruh oleh sistem ini.
Namun, penting untuk dipahami, perlawanan terhadap budaya ini dan perjuangan untuk kesetaraan gender terus berkembang, sehingga masih membuka jalan menuju masyarakat yang lebih adil dan inklusif bagi semua individu.
Apa itu Patriarki?
Dilansir dari jurnal Riska Mutiah, patriarki adalah sistem sosial di mana laki-laki mendominasi dan memiliki otoritas utama dalam masyarakat. Situasi ini tidak jarang membuat perempuan ditempatkan dalam posisi lebih rendah dan mengalami ketidakadilan.
Keberadaan budaya seperti ini sudah sangat sering terjadi di seluruh penjuru dunia, bahkan di Indonesia sendiri, yang mana kasus kekerasan terhadap perempuan masih tinggi, terutama dalam konteks rumah tangga.
Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, setiap 2 jam sekali, 3 perempuan Indonesia mengalami kekerasan seksual, dengan 60% kasus terjadi di dalam rumah tangga.
Dari data tersebut bisa diperoleh fakta bahwa, keberadaan cowok patriarki adalah hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari, di mana ini merupakan sebuah situasi saat perempuan masih diperlakukan secara tidak adil dan hanya dianggap sebagai objek seksual.
Oleh karena itu, setiap perempuan perlu menyadari kondisi ini agar tidak terus-menerus terjebak dalam dominasi laki-laki. Setidaknya, kaum wanita di seluruh dunia harus berusaha untuk melawan pandangan sosial yang merendahkan mereka.
Namun, penting untuk diingat bahwa mengubah tatanan yang sudah ada ini tidak akan berhasil tanpa kerjasama antara laki-laki dan perempuan.
Sistem ini memang telah berkembang lama dalam masyarakat kita, sehingga perubahan harus dilakukan bersama-sama.
Sejarah Patriarki
Seiring dengan perkembangan awal peradaban manusia, terdapat kecenderungan untuk membagi peran berdasarkan jenis kelamin.
Di masa kuno, masyarakat cenderung menganut pandangan bahwa laki-laki memiliki peran yang lebih dominan dan berkuasa dibandingkan perempuan.
Hal ini tercermin dalam struktur masyarakat kuno seperti Mesir Kuno, Mesopotamia, dan Yunani Kuno, yakni saat laki-laki mendominasi kehidupan publik dan politik.
Selain itu, patriarki adalah sebuah situasi yang memainkan peran penting dalam banyak agama dan mitologi kuno.
Bisa dibilang, dewa laki-laki sering kali memiliki peran lebih kuat dan dihormati dalam kepercayaan agama kuno. Hal ini memberikan dukungan ideologi untuk membenarkan dominasi laki-laki dalam masyarakat.
Seiring berjalannya waktu, patriarki menjadi semakin tertanam dalam struktur sosial, hukum, dan norma budaya, yang kemudian berpengaruh pada berbagai aspek di kehidupan sehari-hari, termasuk hak-hak perempuan, akses ke pendidikan, dan partisipasi dalam kehidupan politik dan ekonomi.
Bahkan, patriarki adalah hal yang kerap menghasilkan ketidaksetaraan gender yang signifikan.
Contoh Budaya Patriarki
Dalam kehidupan sehari-hari, ada banyak sekali contoh budaya patriarki yang bisa kita temukan, seperti:
Pembagian Peran Gender yang Tradisional
Dalam sistem sosial ini, terdapat pembagian peran gender yang kaku. Laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama, sementara perempuan diharapkan untuk mengurus rumah tangga dan anak-anak.
Situasi ini menghasilkan ketidaksetaraan dalam pembagian pekerjaan dan tanggung jawab di dalam dan di luar rumah.
Diskriminasi di Tempat Kerja
Dalam dunia kerja, keberadaan sistem patriarki adalah ketika perempuan seringkali mendapatkan gaji yang lebih rendah daripada laki-laki untuk pekerjaan yang setara.
Bahkan dalam beberapa kondisi, mereka mungkin menghadapi kesulitan dalam mencapai posisi kepemimpinan.
Objektifikasi Perempuan dalam Media
Media seringkali memperkuat pandangan objektif terhadap perempuan, menggambarkan mereka sebagai objek seksual dalam iklan, film, dan media lainnya.
Hal ini mengurangi martabat perempuan dan mengkondisikan pandangan masyarakat terhadap perempuan.
Peraturan dan Hukum yang Diskriminatif
Di beberapa negara, masih ada peraturan dan hukum yang diskriminatif terhadap perempuan, seperti pembatasan hak suara, akses terbatas ke pendidikan, dan hukum pernikahan yang merugikan perempuan.
Kekerasan Terhadap Perempuan
Salah satu dampak patriarki adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan untuk kekerasan terhadap perempuan. Ini termasuk pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, dan pelecehan verbal.
Norma Kecantikan yang Tidak Sehat
Budaya perbedaan gender ini juga dapat mempengaruhi norma kecantikan, yang sering kali menekankan penampilan fisik perempuan dan menggiring perempuan untuk merasa tidak puas dengan tubuh mereka sendiri.
Peran Maskulinitas yang Ketat
Laki-laki dalam budaya patriarki mungkin merasa terjebak dalam peran maskulinitas yang ketat, yang dapat menyebabkan penekanan emosi, perilaku agresif, dan tekanan untuk terus membuktikan kejantanan.
Kontrol Atas Hak Reproduksi
Di beberapa masyarakat, adanya perbedaan gender menciptakan kontrol yang ketat atas hak reproduksi perempuan, termasuk akses terhadap kontrasepsi dan hak untuk memutuskan tentang kehamilan.
Perbudakan Seksual
Terakhir, dampak patriarki adalah masih adanya di beberapa daerah di mana perempuan dan anak perempuan menjadi korban perdagangan manusia dan eksploitasi seksual.
Dampak Patriarki pada Perempuan
Bell hooks menguraikan beberapa dampak patriarki yang ditimbulkan oleh konstruksi maskulinitas yang toksik, antara lain:
Ketidaksetaraan Gender
Bell hooks membahas bagaimana budaya patriarki menciptakan ketidaksetaraan gender yang melibatkan penindasan perempuan. Ini termasuk ketidaksetaraan dalam kekuasaan, peluang, dan akses sumber daya.
Kekerasan Terhadap Perempuan
Dalam bukunya, bell hooks juga menyoroti dampak patriarki dalam menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan, baik dalam bentuk fisik maupun verbal.
Keterbatasan Ekspresi Emosional
Selain itu, Bell hooks juga menggambarkan patriarki adalah hal yang dapat membatasi kemampuan laki-laki untuk mengekspresikan emosi secara bebas dan sehat. Konsep maskulinitas yang ketat seringkali memaksa laki-laki untuk menahan emosi mereka.
Hubungan Antara Laki-laki dan Perempuan
Dalam penjelasannya, Bell hooks juga mengungkapkan bagaimana sistem sosial ini memengaruhi hubungan antara laki-laki dan perempuan, terutama dalam konteks percintaan dan hubungan interpersonal.
Ia menyoroti pentingnya berbicara terbuka tentang emosi dan memahami peran toksik yang dimainkan oleh budaya ini dalam menjaga hubungan yang sehat.
Cara Mengatasi Budaya Patriarki
Menghilangkan budaya patriarki adalah suatu perubahan sosial yang kompleks dan memerlukan usaha bersama dari seluruh masyarakat.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengatakan, keberadaan budaya patriarki adalah situasi yang kerap kali menempatkan posisi perempuan lebih rendah dibanding laki-laki.
Untuk itu, dibutuhkan upaya-upaya dalam menghapus berbagai pandangan yang masih merugikan kaum perempuan dan melakukan pembagian kesetaraan gender.
Ini semua dapat dimulai dari lingkup terkecil di masyarakat, seperti keluarga dan lambat laun akan turun ke masyarakat luas.
Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk menghilangkan budaya patriarki di sekitar kita:
1. Pendidikan Kesetaraan Gender
Mulai dari pendidikan dasar, sekolah-sekolah harus memasukkan materi yang mempromosikan kesetaraan gender dan mengajarkan nilai-nilai seperti rasa hormat dan penghargaan terhadap semua individu, tanpa memandang jenis kelamin.
2. Kesadaran dan Pendidikan Masyarakat
Kampanye penyuluhan dan pendidikan harus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran tentang masalah kesetaraan gender, serta dampak negatif dari budaya patriarki. Ini dapat mencakup seminar, lokakarya, dan program-program publik.
3. Promosi Perempuan dalam Posisi Kepemimpinan
Perempuan harus didorong dan didukung untuk mengambil peran kepemimpinan di semua sektor, termasuk politik, bisnis, dan masyarakat sipil. Ini akan membantu meruntuhkan stereotip yang menghambat kemajuan perempuan.
Perbedaan Patriarki dan Matriarki
Patriarki adalah sistem sosial di mana laki-laki mendominasi peran kepemimpinan dan memiliki otoritas utama dalam berbagai aspek masyarakat.
Situasi ini seringkali melibatkan pembagian peran gender yang tradisional, di mana laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama dan perempuan diharapkan untuk mengurus rumah tangga.
Selain itu, patriarki juga cenderung menciptakan ketidaksetaraan gender dengan laki-laki mendapatkan kekuasaan dan hak yang lebih besar daripada perempuan.
Di sisi lain, matriarki adalah sistem sosial di mana perempuan mendominasi peran kepemimpinan dan memiliki otoritas utama dalam masyarakat.
Dalam penerapannya, sistem ini memungkinkan perempuan untuk memiliki pengaruh lebih besar dalam pengambilan keputusan sosial, politik, dan ekonomi.
Situasi seperti ini kerap menyebabkan peran gender yang berbeda dari yang ditemukan dalam patriarki, di mana laki-laki mungkin lebih terlibat dalam urusan rumah tangga.
Seperti patriarki, matriarki juga dapat menciptakan ketidaksetaraan gender, tergantung pada norma budaya tertentu.
Nah, itulah penjelasan mengenai apa itu budaya patriarki serta dampaknya bagi kehidupan perempuan.
Melalui pemahaman yang lebih mendalam tentang patriarki dan kesadaran akan dampaknya, kita dapat bersama-sama bekerja menuju masyarakat yang lebih adil dan inklusif bagi semua individu, tanpa memandang jenis kelamin.
Kesetaraan gender adalah tujuan yang patut dikejar demi masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan. Semoga bermanfaat!
Editor: Ester