Parboaboa.com, Jakarta – Berhubungan dengan kebijakan pemerintah yang sempat mengeluarkan aturan baru mengenai wajib tes PCR untuk penerbangan dan tranportasi lainnya membuat nama Luhut Pandjaitan dikaitkan dengan bisnis PCR.
Keterlibatan Luhut Pandjaitan didasari atas saham yang dimilikinya di PT Toba Bumi Energi dan PT Toba Sejahtera. Dimana kedua PT tersebut mengantongi 242 lembar saham di PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) yang bergerak dalam pelayanan tes PCR, Swab Antigen dan lainnya.
Tudingan tersebut datang dari mantan direktur YLBHI Agustinus Edy Kristanto melalui unggahan di sosial media yang menyebutkan bahwa ada sejumlah menteri dan konglomerat yang berhubungan dengan PT GSI.
Selain Luhut, Edy juga menyebut nama Menteri BUMN Erick Thohir terlibat melalui Yayasan Adaro Bangun Negeri berkaitan dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Dimana perusahaan tersebut dipimpiin oleh saudaranya yakni Boy Thohir.
Meskipun demikian, tudingan tersebut dibantah oleh Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan, Jodi Mahardi.
Jodi mengatakan bahwa keterlibatan Luhut Pandjaitan hanya sebatas aksi sosial dalam membantu penanganan pandemi pada awal 2020.
Jodi juga menjelaskan PT GSI tidak berorientasi pada profit, bahkan keuntungannya digunakan untuk menyelenggarakan tes swab gratis kepada masyarakat yang kurang mampu.
Hal itu diperkuat dengan fakta bahwa awal pendirian GSI, gedung yang digunakan merupakan sumbangan dari salah satu pengusaha.
"GSI ini tujuannya bukan untuk mencari profit bagi para pemegang saham. Sesuai namanya, GSI ini Genomik Solidaritas Indonesia, memang ini adalah kewirausahaan sosial," ujar Jodi.
Ia juga meluruskan perihal keputusan pemerintah yang mewajibkan tes PCR dalam perjalanan untuk mencegah lonjakan penyebaran Covid-19 menjelang liburan natal dan tahun baru.
Meskipun dikatakan tujuan GSI bukan untuk mencari profit, mantan direktur YLBHI Agustinus Edy Kristanto menggarisbawahi bahwa setiap perusahaan yang berbadan hukum PT pasti memiliki tujuan laba.
Edy juga menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk melakukan bisnis, tetapi harus melihat dulu posisi orang yang berbisnis. Sangat tidak bermoral jika menggunakan jabatan publik sebagai pintu masuk untuk berbisnis, apalagi di masa pandemi sekarang yang menyusahkan rakyat.
Di sisi lain, Anggota DPR RI Fraksi PKS Sukamta menilai bahwa kebijakan pemerintah mewajibkan tes PCR dalam perjalanan, lebih condong ke arah bisnis daripada kesehatan.
Dalam suatu keterangan tertulis pada Jumat (29/10/2021) Sukamta mengatakan, "Kebijakan ini aneh dan terlalu jelas motifnya. Data Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat nilai impor alat tes PCR hingga 23 Oktober 2021, mencapai Rp 2,27 triliun, melonjak drastis dibandingkan dengan bulan Juni senilai Rp 523 miliar”.
Karena menuai terlalu banyak kritik, pemerintah akhirnya mengumumkan penghapusan kewajiban tes PCR untuk pelaku penerbangan dan hasil rapid tes antigen kembali berlaku.