PARBOABOA, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Choiri Fauzi menegaskan, perempuan merupakan penggerak utama pembangunan nasional.
Hal itu ia sampaikan dalam diskusi publik yang diadakan oleh Forum Merdeka Barat (FMB) 9 di Kantor Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Senin, (16/12/2024).
Mengingat pentingnya peran perempuan, kata dia, maka pemberdayaan kelompok ini harus menjadi prioritas. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah menegakkan kesetaraan gender, terutama menyongsong Indonesia Emas 2045.
Arifah cukup optimis, jika hal ini dilakukan dengan serius, bonus demografi akan terasa manfaatnya, seiring dengan itu pula kesejahteraan keluarga-keluarga di Indonesia akan meningkat.
"Kesetaraan gender adalah kunci menuju Indonesia Emas 2045. Dengan memberdayakan perempuan, kita dapat menciptakan kesejahteraan bagi seluruh keluarga," pungkasnya dalam diskusi yang dihadiri Parboaboa.
Sejauh ini, Kementerian PPPA telah mengusung tiga program prioritas untuk mendorong pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak menjemput masa keemasan Indonesia.
Ketiga program itu, yakni penciptaan Ruang Bersama Indonesia (RBI), perluasan fungsi layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129, dan penguatan Satu Data Perempuan dan Anak berbasis desa.
Arifah menjelaskan, program RBI hadir sebagai pengembangan dari Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA).
Melalui program ini, pemerintah bersama masyarakat berupaya menciptakan ruang inklusif yang mengedepankan pembelajaran, pelatihan keterampilan, dan tempat bermain anak yang berakar pada nilai-nilai lokal serta budaya bangsa.
Salah satu tujuan utama RBI adalah menghadapi tantangan era digitalisasi. Di sana, anak-anak didorong untuk menjelajahi permainan tradisional dan kegiatan berbasis budaya sebagai alternatif positif untuk mengurangi ketergantungan pada gawai.
"Bukan sekedar seremonial tapi merupakan gerakan dari hati. Anak-anak dapat bermain permainan tradisional yang menanamkan nilai-nilai kerjasama, integritas, dan keberagaman," imbuh mantan aktivis Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) itu.
Tidak hanya berfokus pada anak, RBI turut memberdayakan perempuan di pedesaan melalui pelatihan keterampilan berbasis potensi lokal. Selain itu, data yang dikumpulkan dari program RBI akan mendukung pengembangan Satu Data Perempuan dan Anak sebagai landasan kebijakan berbasis bukti.
Sebagai langkah awal, RBI akan diterapkan di enam lokasi percontohan, termasuk Malang, Tangerang, Jambi, dan NTT. Indikator keberhasilan program ini mencakup pencapaian nol angka stunting serta penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak di desa-desa tersebut.
Sementara itu, Perluasan layanan Sapa129, kata Arifah, hadir sebagai upaya mempermudah masyarakat dalam melaporkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, baik yang dialami langsung maupun yang disaksikan.
Ia berharap dengan koordinasi cepat bersama Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di tingkat kabupaten dan kota, setiap laporan dapat ditangani secara responsif dan tepat sasaran.
"Kami berupaya memastikan setiap laporan ditangani secara responsif dan cepat melalui koordinasi dengan UPTD di kabupaten atau kota terkait," pungkasnya.
Di sisi lain, inisiatif Satu Data Perempuan dan Anak berbasis desa dirancang untuk mendukung pembangunan yang berlandaskan data akurat.
Nantinya, data yang terkumpul melalui program RBI akan dimanfaatkan untuk memetakan berbagai persoalan krusial, seperti stunting, kekerasan, hingga akses pendidikan.
Arifa berkata, dengan pemetaan yang jelas, intervensi di tingkat desa terkait persoalan-persoalan tersebut dapat dilakukan dengan lebih efektif dan terukur.
Indeks Pembangunan Gender Indonesia
Dengan perempuan yang mencakup hampir separuh populasi Indonesia (49,42%) dan anak sebanyak 31,60%, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak menjadi prioritas strategis dalam mendukung visi Indonesia Emas 2045.
Arifa menjelaskan, fokus ini tidak hanya bertujuan meningkatkan kesejahteraan keluarga, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
"Dengan memberdayakan perempuan, kita tidak hanya meningkatkan kesejahteraan keluarga tetapi juga mempercepat pertumbuhan ekonomi," katanya.
Pemberdayaan perempuan sendiri bisa diukur dari Indeks Pembangunan Gender atau IPG. Arifa memaparkan, IPG Indonesia periode 2010-2023 mengalami peningkatan dari 89,42 menjadi 91.85.
Tak hanya itu, tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan juga mengalami peningkatan signifikan dari 50,22% pada 2014 menjadi 54,52% pada 2023.
Kemajuan serupa terlihat dalam upaya mengatasi perkawinan anak. Angka perkawinan anak berhasil ditekan dari 10,82% pada 2019 menjadi 6,92% pada 2023.
"Pencapaian ini adalah hasil dari kerja keras dan kolaborasi semua pihak dalam menciptakan lingkungan yang lebih mendukung perempuan dan anak," pungkasnya.
Pemerintah, tegasnya betul-betul menyadari bahwa capaian ini tidak lepas dari kerja sama yang kuat antara berbagai pihak.
Melalui kolaborasi Kementerian PPPA, kementerian terkait, pemerintah daerah, dan masyarakat, perempuan terus didorong untuk mendapatkan akses yang sama dalam pendidikan, pekerjaan, dan pelayanan kesehatan.
Meski demikian, tantangan seperti stunting, pernikahan dini, dan kekerasan berbasis gender, kata Arifa, masih memerlukan perhatian serius.
Adapun saat ini, pemerintah menempatkan kesetaraan gender bukan hanya tujuan, melainkan juga alat untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.
Dengan IPG yang terus meningkat, ia optimis Indonesia berada di jalur yang tepat untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
"Secara bersama-sama kita akan menciptakan generasi emas yang tangguh dan siap menghadapi tantangan global." tutupnya.